Senin, Juni 30, 2008
Download Nasheed " ANDALUSIA"
http://www.4shared.com/file/53294671/db831842/Andalusia.html
ANDALUSIA
Ada tulisan bagus ttg Andalusia. Mg bs bermanfaat.
512 Tahun Jatuhnya Kejayaan Islam di Spanyol
ANDALUSIA LAHIRKAN CENDEKIAWAN MUSLIM
oleh Marsudi Fitro Wibowo*
Harian Umum Pikiran Rakyat (PR)
Halaman 14, Selasa (Kliwon) 03 Februari 2004
TENTU kita masih ingat akan sejarah kedatangan Thariq bin Ziyad bersama pasukannya pada bulan Mei tahun 711 M memasuki selat Gibraltar yang terletak di teluk Algeciras, sebagai cikal bakal perkembangan kebudayaan Islam dan kerajaan-kerajaan Islam yang mulai bercokol di tanah Andalusia (sekarang Spanyol). Berkat kedatangan Islam di Andalusia hampir delapan abad lamanya kaum Muslim mengusasi kota-kota penting seperti Toledo, Saragosa, Cordoba, Valencia, Malaga, Seville, Granada dan lain sebagainya, mereka membawa panji-panji ke-Islaman, baik dari segi Ilmu pengetahuan, Kebudayaan, maupun segi Arsitektur bangunan.
Di negeri inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Agama Islam, Kedokteran, Filsafat, Ilmu Hayat, Ilmu Hisab, Ilmu Hukum, Sastra, Ilmu Alam, Astronomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan segala kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad. Maka tak heran waktu itu pula bangsa-bangsa Eropa lainnya mulai berdatangan ke negeri Andalusia ini untuk mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan dari orang-orang Muslim Spanyol, dengan mempelejari buku-buku buah karya cendekiawan Andalusia baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Diantara cendekiawan-cendekiawan asal andalusia tercatat Ibnu Thufail (1107-1185) dilahirkan di Asya,
Al-Idrisi, lahir di Ceuta pada tahun 1100 M salah seorang ahli Geografi dengan nama lengkapnya Abu Abadallah Muhammad al-Idrisi, yang menulis Kitab Ar-Rujari atau dikenal dengan Buku Roger salah satu buku yang menjelaskan tentang peta dunia terlengkap, akurat, serta menerangkan pembagian-pembagian zona iklim di dunia. Ar-Rujari sebuah karya yang diperbantukan untuk Raja Roger II, dimana buku ini sempat dimanfaatkan oleh orang-orang Eropa baik Muslim maupun non Muslim. Al-Idrisi adalah seorang yang tekun, pekerja keras dan tanpa lelah untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, ia menggali ilmu Geografi dan ilmu Botani di Kordoba Spanyol. Selain itu dalam melahirkan ahli Botani,
Ibnu Bajjah (1082-1138), ia dilahirkan di Saragosa dengan nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh, ia adalah seorang yang cerdas sebagai ahli matematika, fisika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan penyair dari golongan Murabitin, selain hafal Al-Qur'an beliaupun piawai dalam bermain musik gambus. Kepercayaanya terhadap Ibnu Bajjah dalam bermain politik semasa kepemimpinan Abu Bakr Ibrahim ia diangkat menjadi Mentri di Saragosa. Karangannya yang terkenal adalah an-Nafs (Jiwa) yang menguraikan tentang keadaan jiwa yang terpengaruhi oleh filsafat Aristoles, Galenos, al-Farabi, dan Ar-Razi. Dalam usia 56 tahun Ibnu Bajjah meninggal sebab diracuni dan hasil karyanya banyak yang dimusnahkan, namun ajaran-ajarannya mempengaruhi para ilmuwan berikutnya di tanah
Ibnu Rusyd (1126-1198) lahir di Cordova lidah barat menyebutnya Averroes yang nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah seorang ahli hukum, ilmu hisab (arithmatic), kedokteran, dan ahli filsafat terbesar dalam sejarah Islam dimana ia sempat berguru kepada Ibnu Zuhr, Ibn Thufail, dan Abu Ja'far Harun dari Truxillo. Pada tahun 1169 Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla, pada tahun 1171 dilantik menjadi hakim di Cordova. Karena kepiawaiannya dalam bidang kedokteran Ibnu Rusyd diangkat menjadi dokter istana tahun 1182.
Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb (Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama "General Rules of Medicine" sebuah buku wajib di universitas-universitas di Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul, Kasyful Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Tafsir Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam), sedangkan dalam bidang musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul "De Anima Aristotles" (Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah berhasil menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina (980-1037).
Ibnu Rusyd seorang yang cerdas dan berfikiran kedepan sempat dituduh sebagai orang Yahudi karena pemikiran-pemikirannya sehingga beliau di asingkan ke Lucena dan sebagian karyanya dimusnahkan. Doktrin Averoism mampu pengaruhi Yahudi dan Kristen, baik barat maupun timur, seperti halnya pengaruhi Maimonides, Voltiare dan Jean Jaques Rousseau, maka boleh dikatakan bahwa Eropah seharusnya berhutang budi pada Ibnu Rusyd.
Ibnu Zuhr (1091-1162) atau Abumeron dikenal pula dengan nama Avenzoar yang lahir di Seville adalah seorang ahli fisika dan kedokteran beliau telah menulis buku "The Method of Preparing Medicines and Diet" yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280) dan bahasa Latin (1490) sebuah karya yang mampu pengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibnu Sina Qanun fit thibb atau Canon of Medicine yang terdiri dari delapan belas jilid.
Ibnu Arabi (1164-1240), dikenal juga sebagai Ibnu Suraqah, Ash-Shaikhul Akbar, atau Doktor Maximus yang dilahirkan di Murcia (tenggara Spanyol). Pada usia delapan tahun tepatnya tahun 1172 ia pergi ke Lisbon untuk belajar pendidikan Agama Islam yakni belajar Al-Qur'an dan hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf. Setelah itu ia pergi ke Seville salah satu pusat Sufi di Spanyol, disana ia menetap selama 30 tahun untuk belajar Ilmu Hukum, Theologi Islam, Hadits, dan ilmu-ilmu tashawwuf (Sufi).
Karyanya sungguh luar biasa, konon Ibnu Arabi menulis lebih dari 500 buah buku, sekarang di perpustakaan Kerajaan Mesir di Kairo saja masih tersimpan 150 karya Ibnu Arabi yang masih ada dan utuh. Diantara karya-karyanya adalah Tafsir Al-Qur'an yang terdiri 29 jilid, Muhadaratul Abrar Satu jilid, Futuhat terdiri 20 jilid, Muhadarat 5 jilid, Mawaqi'in Nujum, at-Tadbiratul Ilahiyyah, Risalah al-khalwah, Mahiyyatul Qalb, Mishkatul Anwar, al Futuhat al Makiyyah yakni suatu sistim tasawwuf yang terdiri dari 560 bab dan masih banyak lagi karangan-karangan hasil pemikiran Ibnu Arabi yang mempengaruhi para sarjana dan pemikir baik di Barat maupun Timur setelah kepergiaanya.
Ibnu Arabi dengan nama lengkapnya Syekh Mukhyiddin Muhammad Ibnu 'Ali adalah salah seorang sahabat dekat Ibnu Rusyd. Ia sering berkelana untuk thalabul 'ilmi (mencari ilmu) dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti ke Maghribi, Cordova, Mesir, Tunisa, Fez, Maroko, Jerussalem, Makkah, Hejaz, Allepo, Asia kecil, dan Damaskus hingga wafatnya disana dan dimakamkan di Gunung Qasiyun.
**
Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia sejak tahun 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H tepatnya 512 tahun lalu, Andalusia dalam masa kejayaan Islam telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim yang tertulis dengan tinta emas di sepanjang jaman. Karya mereka yang masih ada banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa di penjuru dunia. Sehingga universitas-universitas dibangun di negeri ini ditengah ancaman musuh-musuhnya.
Itulah keunikan para ulama, cendekiawan-cendekiawan tempo dulu bukan saja menguasai satu bidang ilmu pengetahuan namun mereka menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap insan. Kini bukti kemajuan akan peradaban Islam tempo dulu di Spanyol dapat kita lihat sisa-sisa bangunan yang penuh sejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra. Dan disinilah berkat kekuasaan Tuhan walaupun kekuasaan Islam di Spanyol telah jatuh kepada umat Kristen beberapa abad silam yang menjadikan Katolik sebagai agama resmi, namun karya-karya anak negeri ini mampu memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi umat manusia hingga di abad milenium yang super canggih.
Satu hal yang harus kita renungkan sekarang, apa yang telah engkau berikan kepada bangsa dan umat manusia ini. Kemanfaatan atau Kemadlaratan?.
***
*) Penulis adalah Alumni Universitas Langlangbuana Bandung (Yayasan Brata Bhakti POLRI Jawa Barat).
Dari : Hj. Lathifah Umar (latihfah_umar@yahoo.com)
Mudah-mudahan artikel ini dapat di muat di Media Isnet sebagai pelengkap Artikel yang telah di muat di media Isnet (Alhambra, Bukti Kejayaan Islam di Spanyol) oleh Marsudi Fitro Wibowo, SE. adalah Peminat Sejarah Baik Nasional maupun Internasional. Semoga dapat bermanfaat untuk semua Amiin.
Alhamra, Bukti Kejayaan Islam di Spanyol
Marsudi Fitro Wibowo
Harian Umum Pikiran Rakyat 10 Oktober 2003
ANDA pasti mengenal salah satu bangunan monumental dengan histori yang cukup panjang, yakni Istana Alhambra. Alhambra dalam bahasa Arabnya hamra' bentuk jamak dari kata ahmar yang berarti "merah". Karena bangunannya banyak dihiasi dengan ubin-ubin, bata-bata berwarna merah, serta penghias dinding yang agak kemerah-merahan dengan keramik yang bernuansa seni Islami, disamping marmer-marmer yang putih dan indah. Ada pula yang berpendapat bahwa Alhambra dinamakan demikian karena diambil dari seorang pendirinya yakni Al-Ahmar. Hingga saat ini bangunan bernilai tinggi akan seni arsitektur ini memperlihatkan peradaban tinggi orang-orang Islam tempo dulu. Istana ini berada di bukit La Sabica, masih tetap berdiri sebagai bukti kejayaan Islam di Granada Spanyol.
Istana Alhambra didirikan oleh kerajaan Bani Ahmar atau bangsa Moor (Moria) (bangsa yang berasal dari daerah Afrika Utara), satu kerajaan Islam terakhir yang berkuasa di Andalusia sekarang Spanyol. Kerajaan ini adalah Daulat Bani Ahmar yang berkuasa antara 1232-1492 M, didirikan oleh Sultan Muhammad bin Al-Ahmar atau Bani Nasr yang masih keturunan Sa'id bin Ubaidah, seorang sahabat Rasulullah saw. yang berasal dari suku Khazraj di Madinah. Bangunan Istana Alhambra dibangun kurang lebih tahun 1238 dan 1358 M oleh sultan tersebut yang diteruskan oleh keturunan raja-raja Bani Ahmar. Istana Alhambra tidak langsung didirikan, namun secara bertahap.
Istana ini dilengkapi dengan taman mirta semacam pohon myrtuscommunis dan juga bunga-bunga yang indah harum semerbak, serta suasana yang nyaman. Kemudian, ada juga Hausyus Sibb (Taman Singa), taman yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan dua belas patung singa yang berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut keluar air yang memancar. Di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang indah, yaitu, Ruangan Al-Hukmi (Baitul Hukmi), yakni ruangan pengadilan dengan luas 15 m x 15 m, yang dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354); Ruangan Bani Siraj (Baitul Bani Siraj), ruangan berbentuk bujur sangkar dengan luas bangunan 6,25 m x 6,25 m yang dipenuhi dengan hiasan-hisan kaligrafi Arab; Ruangan Bersiram (Hausy ar-Raihan), ruangan yang berukuran 36,6 m x 6,25 m yang terdapat pula al-birkah atau kolam pada posisi tengah yang lantainya terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan kedalaman 1,5 m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari marmer; Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar; Ruangan Sultan (Baitul al-Mulk); dan masih banyak ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan Duta, ruangan As-Safa', ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk.
Selain itu, istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang kemerah-merahan. Yang lebih unik lagi pada bagian luar dan dalam istana ini ditopang oleh pilar-pilar panjang sebagai penyangga juga penghias istana Alhambra. Kemudian, dinding istana itu baik di luar atau pun dalam istana banyak dihiasi dengan kaligrafi-kaligrafi Arab dengan ukiran yang khas yang sulit dicari tandingannya.
Semula kerajaan ini hanya kerajaan kecil saja namun dengan cepatnya kerajaan ini menjadi kerajaan kuat dan megah hingga dua setengah abad lebih berkuasa. Kekuatan ini bukan saja dari kematangan pola pikir para pemimpinnya, tetapi keadaan alam pun ikut mendukung kejayaannya. Wilayah Granada termasuk daerah sebuah bukit atau pegunungan yang indah dengan ketinggian kurang lebih 150 m, dengan luas kira-kira 14 ha, satu daerah yang sukar dimasuki oleh musuh namun mudah dipertahankan, sekarang Bukit La Sabica.
Pada masa kejayaannya istana Alhambra ini dilengkapi dengan barang-barang berharga seperti barang yang terbuat dari logam mulia, perak, dan permadani-permadani indah yang masih alami buatan tangan manusia.
Raja-raja Bani Ahmar sangat memperhatikan akan kemakmuran rakyat sehingga pada saat itu bidang pertanian, dan roda perniagaan sangat maju. Selama 260 tahun kerajaan raja-raja Bani Ahmar berkuasa, namun timbul di antara mereka perselisihan juga sengketa. Inilah yang menyebabkan lemahnya kerajaan Bani Ahmar. Bagaimanapun gigihnya usaha Sultan Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah raja terakhir Bani Ahmar untuk menyelamatkan kerajaannya, akhirnya runtuh juga oleh dua buah kerajaan Kristen yang bersatu dari utara. Maksud dari dua buah kerajaan ini adalah karena perkawinan Karel/Ferdinand V (L. 1452-W. 1516) dari Aragon menikah dengan saudari Henry IV yaitu Ratu Isabella (L. 1451-W. 1504) dari Castille dan Leon. Keduanya menikah tahun 1469. Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella ini, keduanya yang mendukung dan membantu rencana penjelajahan Columbus di tahun 1492.
Pada pertengahan 1491 M, Raja Ferdinand V telah mengepung Granada selama tujuh bulan, Ferdinand V berkemah di Gumada di sebelah selatan kota. Sebelumnya Ferdinand V telah menguasai kota-kota lain seperti Malaga pelabuhan terkuat di Andalusia, kemudian Guadix dan Almunicar, Baranicar, dan Almeria. Yang terakhir adalah Granada yang diserahkan oleh raja terkahir Bani Ahmar Abu Abdillah. Penyerahan Granada ini diserahkan di halaman Istana Alhambra.
Demikianlah Granada takluk dan menyerah yang diduduki oleh pengikut-pengikut Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella pada tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal 898 H. Karena kegigihan dan perjuangan Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella, Paus Alexander VI (L. 1431-W. 1503) yang terkenal dengan perjanjian Tordesillasnya pada tahun 1494 ia memberi gelar raja dan ratu ini sebagai "Catholic Monarch" atau "Los Reyes Catolicos" atau Raja Katolik.
Dengan kemenangan umat Kristen inilah orang-orang Islam dipaksa keluar dari tanah Spanyol, untuk yang mau menetap harus berpindah agama. Selain dari itu, orang-orang Yahudi pun ikut terusir dari tanah ini. Padahal, saat kekuasaan Islam sedang berjaya mereka mendapat tempat, kehormatan, dan pekerjaan yang layak oleh orang-orang Muslim Spanyol.
Yang sangat menyedihkan perpustakan-perpustakaan Islam ikut dibakar dan dihancurkan. Karya tulis yang sampai kepada kita hanyalah bagian terkecil dari karya-karya pemikir Islam di zamannya hingga sekarang sulit dicari tandingannya, yang sebagian besarnya dihancurkan dan dibakar. Alhambra yang megah pun dengan benteng yang berwarna kemerah-merahan kian tak terawat, kusam, dan tak terlihat wajah aslinya, dan dijadikan Istana Kristen. Kemudian, Masjid Kordoba yang megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-Muwahhid pada tahun 785 M yang diperbesar pada tahun 848, 961, 1187 M., dialih-fungsikan menjadi Gereja Santa Maria de la Sede.
**
AWAL kedatangan pasukan Islam ini karena mendengar kabar dari Julian, seorang Gubernur Ceuta, yang memohon kepada Musa bin Nusair, raja Muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negerinya, karena di negerinya (Andalusia) sedang dilanda kekacauan yang hebat. Kemudian atas perintah Raja Muda tersebut, beliau memerintahkan Thariq bin Ziyad keturunan Barbar salah seorang Panglima Islam untuk Raja Muda yaitu Musa bin Nusair, maka Tariq dan Pasukannya mengunjungi tanah Andalusia.
Tariq membawa pasukannya kurang lebih 12.000 orang ke
Timbullah untuk mendirikan kerajaan Islam di tanah Spanyol. Dengan Raja Mudanya di Toledo yang bekuasa tahun 711-756 M berada di bawah pengawasan Bani Umayyah di Damaskus. Kemudian disusul oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya dan juga berdiri Mulukuth Thawaif atau raja-raja kecil, seperti di Malaga di bawah Raja Hamudian (1010-1057); Saragoza di bawah pimpinan Raja Tujbiyah (1019-1039) yang dilanjutkan Raja Huddiyah (1039-1142); Valencia di bawah pimpinan Raja Amiriyah (1021-1096); Badajos dengan Raja Aftasysyiyah (1022-1094); Sevilla di bawah Raja Abbadiyah (1023-1069); Toledo di bawah pimpinan Raja Dzun Nuniyah (1028-1039).
Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Spanyol, dari Kordoba hingga
Dengan semua kejadian ini, umat Muslim harus berpikir apa hikmahnya di balik itu, ketahuilah bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil 'alamin, bukan sebagai agama teroris yang merusak.
***
Penulis alumni Universitas Langlangbuana Bandung (Yayasan Brata Bhakti Polri daerah Jabar)
Kamis, Juni 26, 2008
Keseimbangan Sukses
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, yaitu kebahagiaan negeri akhirat.
7 Golongan
Ajal Manusia
AFATUL LISAN
AFATUL LISAN
1. PERINTAH BERKATA BAIK
Kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb.
Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :
"Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." QS. 17: 53
"Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…" QS. 16:125
Rasulullah SAW bersabda :
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam." HR. Muttafaq alaih
" Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu tidak punya maka dengan ucapan yang baik " Muttafaq alaih
"Ucapan yang baik adalah sedekah" HR. Muslim.
1. KEUTAMAAN DIAM
Bahaya yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar, dan tidak ada yang dapat menahannya kecuali diam. Oleh karena itu dalam agama kita dapatkan anjuran diam dan perintah pengendalian bicara. Sabda Nabi:
" Barang siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua kumisnya (kumis dan jenggot), dan antara dua pahanya, saya jamin dia masuk sorga" HR. Al Bukhariy
"Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati seseorang sehingga istiqamah lisannya" HR Ahmad
Ketika Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan masuk surga, Rasul menjawab : "Bertaqwa kepada Allah dan akhlaq mulia". Dan ketika ditanya tentang penyebab masuk neraka, Rasul menjawab : "dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan" HR. At Tirmidziy
Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi keburukannya" HR. Abu Nuaim.
Ibnu Mas'ud berkata : "Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari pada mulutku sendiri"
Abu Darda berkata : "Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif. Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara.
1. MACAM-MACAM AFATUL-LISAN, PENYEBAB DAN TERAPINYA
Ucapan yang keluar dari mulut kita dapat dikategorikan dalam empat kelompok : murni membahayakan, ada bahaya dan manfaat, tidak membahayakan dan tidak menguntungkan, dan murni menguntungkan.
Ucapan yang murni membahayakan maka harus dijauhi, begitu juga yang mengandung bahaya dan manfaat. Sedangkan ucapan yang tidak ada untung ruginya maka itu adalah tindakan sia-sia, merugikan. Tinggallah yang keempat yaitu ucapan yang menguntungkan.
Berikut ini akan kita bahas afatul lisan dari yang paling tersembunyi sampai yang paling berbahaya. Ada dua puluh macam bahaya lisan, yaitu :
1. Berbicara sesuatu yang tidak perlu
Rasulullah SAW bersabda : "Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan" HR At Tirmidziy
Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain "apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari cari bahan, dst.
Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu. Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini termasuk dalam perbuatan tercela.
Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang keluar bisa menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka. Secara aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak diperlukan.
1. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)
Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini "fudhul" (kelebihan). Firman Allah : "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh bersedekah, berbuat ma'ruf, atau perdamaian di antara manusia" QS.4:114.
Rasulullah SAW bersabda : "Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya, dan menginfakkan kelebihan hartanya " HR. Al Baghawiy.
Ibrahim At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir dahulu, jika bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak diucapkan. Sedangkan orang fajir (durhaka) sesungguhnya lisannya mengalir saja"
Berkata Yazid ibn Abi Hubaib :"Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan, tambahan dan pengurangan.
1. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)
Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma'siyat, seperti menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat" HR Ibn Majah.
" Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat dalam pembicaraan batil" HR Ibnu Abiddunya.
Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: " …dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya" QS. 74:45
Terhadap orang-orang yang memperolok-olokkan Al Qur'an, Allah SWT memperingatkan orang-orang beriman :"…maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka." QS. 4:140
1. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.
Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu' (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain.
Rasulullah SAW bersabda : "Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan" HR. At Tirmidziy
Imam Malik bin Anas berkata : "Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan"
1. Al Khusumah (pertengkaran)
Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara.
Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar" HR. Al Bukhariy
1. Taqa'ur fil-kalam (menekan ucapan)
Taqa'ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri bersyaja' dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata". HR. Ahmad
Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat, selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.
1. Berkata keji, jorok dan caci maki
Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama. Nabi bersabda :
"Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan perbuatan keji" dalam riwayat lain :"Surga itu haram bagi setiap orang yang keji". HR. Ibnu Hibban
"Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok" HR. At Tirmidziy.
Ada seorang A'rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi : Sabda Nabi : "Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata A'rabiy tadi : "Sejak itu saya tidak pernah lagi mencaci maki orang". HR. Ahmad.
"Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri" Para sahabat bertanya : "Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri ? Jawab Nabi: "Dia mencaci maki orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya". HR. Ahmad.
Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang menyakiti orang lain, atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang fasik (penuh dosa) atau orang-orang durhaka lainnya.
1. La'nat (kutukan)
Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat berikut ini, yaitu : kufur, bid'ah dan fasik. Dan tingkatan kutukannya adalah sebagai berikut :
1. Kutukan dengan menggunakan sifat umum, seperti : semoga Allah mengutuk orang kafir, ahli bid'ah dan orang-orang fasik.
2. Kutukan dengan sifat yang lebih khusus, seperti: semoga kutukan Allah ditimpakan kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi, dsb.
3. Kutukan kepada orang tertentu, seperti : si fulan la'natullah. Hal ini sangat berbahaya kecuali kepada orang-orang tertentu yang telah Allah berikan kutukan seperti Fir'aun, Abu Lahab, dsb. Dan orang-orang selain yang Allah tentukan itu masih memiliki kemungkinan lain.
Kutukan yang ditujukan kepada binatang, benda mati , atau orang tertentu yang tidak Allah tentukan kutukannya, maka itu adalah perbuatan tercela yang haus dijauhi. Sabda Nabi :
" Orang beriman bukanlah orang yang suka mengutuk" HR At Tirmidziy
"Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah, murka-Nya maupun jahanam" HR. At Tirmidziy.
"Sesungguhnya orang-orang yang saling mengutuk tidak akan mendapatkan syafaat dan menjadi saksi di hari kiamat" HR. Muslim
1. Ghina' (nyanyian) dan Syi'r (syair)
Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk pula nilainya. Hanya saja tajarrud ( menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan tercela. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya memenuhi rongga dengan nanah, lebih baik dari pada memenuhinya dengan syair" HR Muslim. Said Hawa mengarahkan hadits ini pada syair-syair yang bermuatan buruk.
Bersyair secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak terdapat ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk bersyair melawan syairnya orang kafir.
1. Al Mazah (Sendau gurau)
Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. Seperti gurauan Nabi dengan istri dan para sahabatnya.
Kebiasaan bergurau akan membawa seseorang pada perbuatan yang kurang berguna. Disamping itu kebiasaan ini akan menurunkan kewibawaan.
Umar bin Khatthab berkata : "Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan diremehkan/dianggap hina".
Said ibn al Ash berkata kepada anaknya : "Wahai anakku, janganlah bercanda dengan orang mulia, maka ia akan dendam kepadamu, jangan pula bercanda dengan bawahan maka nanti akan melawanmu"
1. As Sukhriyyah (Ejekan) dan Istihza'( cemoohan)
Sukhriyyah berarti meremehkan orang lain dengan mengingatkan aib/kekurangannya untuk ditertawakan, baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya. Jika dilakukan tidak di hadapan orang yang bersangkutan disebut ghibah (bergunjing).
Perbuatan ini terlarang dalam agama. Firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan janganlah pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok " QS. 49:11
Muadz bin Jabal ra. berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : " Barang siapa yang mencela dosa saudaranya yang telah bertaubat, maka ia tidak akan mati sebelum melakukannya" HR. At Tirmidziy
1. Menyebarkan rahasia
Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang. Karena ia akan mengecewakan orang lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang dikenali. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya orang yang paling buruk tempatnya di hari kiamat, adalah orang laki-laki yang telah menggauli istrinya, kemudian ia ceritakan rahasianya". HR. Muslim
1. Janji palsu
Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang.
Firman Allah : "Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…" QS 5:1
Pujian Allah SWT pada Nabi Ismail as: "Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya.." QS 19:54
Rasulullah SAW bersabda : "ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khiyanat" Muttafaq alaih dari Abu Hurairah
1. Bohong dalam berbicara dan bersumpah
Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat yang paling busuk. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya berbohong akan menyeret orang untuk curang. Dan kecurangan akan menyeret orang ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong" Muttafaq alaih.
"Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di hari kiamat, yaitu : orang yang membangkit-bangkit pemberian, orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain sarungnya" HR Muslim.
"Celaka orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka dia" HR Abu Dawud dan At Tirmidziy
1. Ghibah (Bergunjing)
Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: "Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui". Sabda Nabi: "ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya." Para sahabat bertanya : "Jika yang diceritakan itu memang ada? Jawab Nabi : "Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu telah mengada-ada" HR Muslim.
Al Qur'an menyebut perbuatan ini sebagai memakan daging saudara sendiri (QS. 49:12)
Ghibah bisa terjadi dengan berbagai macam cara, tidak hanya ucapan, bisa juga tulisan, peragaan. dsb.
Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah adalah hal-hal berikut ini :
1. Melampiaskan kekesalan/kemarahan
2. Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita
3. Merasa akan dikritik atau dcela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak mencela itu jatuh lebih dahulu.
4. Membersihkan diri dari keterikatan tertentu
5. Keinginan untuk bergaya dan berbangga, dengan mencela lainnya
6. Hasad/iri dengan orang lain
7. Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu
8. Menghina dan meremehkan orang lain
Terapi ghibah sebagaimana terapi penyakit akhlak lainnya yaitu dengan ilmu dan amal.
Secara umum ilmu yang menyadarkan bahwa ghibah itu berhadapan dengan murka Allah. Kemudian mencari sebab apa yang mendorongnya melakukan itu. Sebab pada umumnya penyakit itu akan mudah sembuh dengan meotong penyebabnya.
Menceritakan kekurangan orang lain dapat dibenarkan jika terdapat alasan berikut ini:
1. Mengadukan kezaliman orang lain kepada qadhi
2. Meminta bantuan untuk merubah kemunkaran
3. Meminta fatwa,seperti yang dilakukan istri Abu Sufyan pada Nabi.
4. Memperingatkan kaum muslimin atas keburukan seseorang
5. Orang yang dikenali dengan julukan buruknya, seperti al a'raj (pincang), dst.
6. Orang yang diceritakan aibnya, melakukan itu dengan terang-terangan (mujahir)
Hal-hal penting yang harus dilakukan seseorang yang telah berbuat ghibah adalah :
1. Menyesali perbuatan ghibahnya itu
2. Bertaubat, tidak akan mengualnginya lagi
3. Meminta maaf/dihalalkan dari orang yang digunjingkan.
4. Namimah (adu domba)
Namimah adalah menyampaika pembicaraan seseorang kepada orang lain
1. Perkataan yang berlidah dua
2. Menyanjung
3. Kurang cermat dalam berbicara (asal bunyi)
4. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan
Terus berkarya atau.....
Meeting..meeting...yup. Logistik, Fund Raising untk 2009 yang sudah semakin dekat. Bikin proposal ke Pemprop. Lap keu yg mau di audit BPK, dan ngisi ceramah, seminar di beberapa tempat, bikin makalah. Ngg lupa ngurusin bisnis. Insya allah, Cahaya cemerlang mau buka lagi cabang di SP Plaza. Mudah2an bisa smakin maju utk mempermudah da'wah selanjutnya.
Cita-cita harus di kejar. Senyampang masih muda. Memaksimalkan potensi diri.
Akhir-akhir ini, semakin malas utk berbicara di depan umum. Knp yah? Pinginnya nolak semua undangan ceramah. Pinginnya baca buku, nge-net terus, nonton film ;), baca qur'an, nulis, liat laut, maen ama "simon" my pet, ama anak-anak. Capek deh..Tapi ttep harus jalan. Da'wah should go on. Kagak boleh brhenti. Jgn lupa isi minyak, supaya kencang tarikannya.
Berhenti sejenak...perlu banget. Biar ngg jenuh.
Yup...
Penyakit lama kambuh...ngg bs tidur. Pusing. AstaghfiruLLah......
03.10 pagi, 27 Jun 2008
KHILAFIYAH
Kiriman email dari seorang Al akh...Syukran akhi.
CONTOH KHILAF (PERBEDAAN PENDAPAT) DI ANTARA
Oleh
Abu Abdil Muhsin Firanda Ibnu Abidin
Berikut ini adalah beberapa contoh khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama Ahlus Sunnah akan tetapi mereka tidak saling mengingkari. Namun mereka berusaha menjelaskan pendapat yang paling benar menurut mereka, tanpa adanya sikap saling menjatuhkan, terlebih lagi saling tahdzir, hajr, apalagi tabdi.
[1]. Khilaf antara Syaikh Al-Albani dan Syaikh Ibnu Baaz rahimahumallah mengenai boleh tidaknya tentara Amerika berpangkalan di Arab Saudi untuk menghancurkan Irak. Syaikh Ali bin Hasan menjelaskan bahwa khilaf ini bukanlah khilaf yang biasa-biasa saja, namun merupakan khilaf yang nyata. Meskipun demikian mereka tetap tidak saling hajr [1]. Padahal jika kita perhatikan, khilaf ini berkaitan dengan keselamatan orang banyak dan berkaitan dengan masa depan negeri Saudi. Keduanya saling mempertahankan pendapat, tetapi mereka tetap saling mencintai dan saling menghormati.
[2]. Khilaf antara Syaikh Ibnu Baaz dan Syaikh Al-Albani rahimahumallah mengenai masalah sedekap setelah ruku’ (ketika i’tidal). Syaikh Al-Albani memandang hal ini merupakan bid’ah. Sebaliknya Syaikh Ibnu Baaz memandang bahwa hal ini disyari’atkan. Namun apakah Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa orang yang berpendapat seperti pendapat Syaikh Ibnu Baaz adalah ahli bid’ah? Tentu saja tidak. Padahal Syaikh Al-Albani benar-benar meyakini bahwa hal itu merupakan bid’ah. Sedangkan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan tiap kesesatan adalah di Neraka.
Mungkin saja nanti ada orang yang membesar-besarkan masalah ini, lalu menjadikannya sebagai ajang perpecahan, dengan alasan bahwa bid’ah itu berbahaya dan kita tidak boleh meremehkan bid’ah sekecil apapun. Pernyataan tersebut benar jika yang dimaksud adalah bid’ah yang disepakati oleh para ulama. Adapun bid’ah yang masih diperselisihkan maka pernyataan ini tidak berlaku.
[3]. Khilaf antara Syaikh Al-Albani dengan para ulama Arab Saudi tentang jumlah raka’at shalat Tarawih. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa shalat Tarawih lebih dari 11 raka’at merupakan bid’ah. Namun apakah beliau menyatakan bahwa orang yang menyelisihi beliau adalah mubtadi? Tentu saja tidak. Bahkan beliau berkata, “Kami tidak membid’ahkan dan tidak juga menyesatkan siapa saja yang shalat Tarawih lebih dari sebelas raka’at, jika tidak jelas baginya Sunnah dan dia tidak mengikuti hawa nafsunya’ [2]
Beliau juga berkata, ‘Janganlah seorang menyangka bahwa jika kami memilih pendapat (wajibnya) mencukupkan bilangan raka’at Tarawih sesuai Sunnah (yaitu sebelas raka’at) dan tidak boleh manambah bilangan tersebut, berarti kami telah menyesatkan atau membid’ahkan mereka yang tidak berpendapat demikian dari para ulama, baik ulama yang dahulu maupun yang akan datang sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang, sehingga menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk mencela kami. Mereka menyangka bahwa pendapat kami tentang tidak dibolehkan atau bid’ahnya suatu perkara melazimkan bahwa siapa saja yang berpendapat bolehnya atau disunnahkannya perkara tersebut sebagai ahli bid’ah yang sesat. Sama sekali tidak melazimkan demikian. Ini adalah persangkaan yang bathil dan kebodohan yang sangat. Sesungguhnya yang dicela adalah para ahli bid’ah yang menghalangi tersebarnya sunnah dan menganggap baik seluruh bid’ah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab yang memberi penjelasan, bahkan tanpa taqlid terhadap para ulama, namun hanya sekedar mengikuti hawa nafsu dan mencari pujian orang awam.[3]
Beliau juga berkata : “Karena itu, kita lihat meskipun para ulama berselisih pendapat secara sengit pada sejumlah masalah namun mereka tidak saling menyesatkan dan tidak juga saling membid’ahkan satu sama lain. Satu contoh dalam hal ini, para ulama telah berselisih pendapat (bahkan) sejak zaman para sahabat tentang masalah menyempurnakan shalat wajib (empat raka’at) ketika safar. Di antara mereka ada yang membolehkan, sedangkan sebagian yang lain melarangnya dan memandang bahwa hal itu adalah bid’ah yang menyelisihi Sunnah. Meskipun demikian ternyata mereka tidak membid’ahkan orang yang menyelisihi pendapat mereka. Lihatlah Ibnu Umar, beliau berkata, ‘Shalat musafir dua raka’at, barangsiapa yang menyelisihi Sunnah maka telah kafir’. (Sebagaimana diriwayatkan oleh As-Sarraj dalam Musnad-nya XXI/122-123, dengan dua isnad yang shahih dari Ibnu Umar). Meskipun demikian Ibnu Umar tidak mengkafirkan juga tidak menyesatkan orang-orang yang menyelisihi Sunnah disebabkan ijtihadnya. Bahkan, tatkala beliau shalat di belakang imam yang memandang menyempurnakan shalat (empat rakaat), maka beliau pun ikut menyempurnakan shalat bersama imam tersebut. As-Sarraj juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Mina dua raka’at, begitu juga Abu Bakar, Umar dan Utsman di awal masa pemerintahan beliau. Setelah itu Utsman shalat empat raka’at, dan jika beliau shalat sendirian maka beliau shalat dua raka’at.
Perhatikanlah, bagaimana keyakinan Ibnu Umar terhadap kesalahan orang yang menyelisihi Sunnah yang shahih –dengan menyempurnakan shalat empat raka’at- tidak menjadikan beliau menyesatkannya atau membid’ahkannya. Bahkan beliau shalat di belakang Utsman. Sebab, berliau tahu bahwa Utsman tidaklah menyempurnakan shalat empat raka’at karena mengikuti hawa nafsu namun beliau melakukan demikian karena ijitihad beliau.
Inilah jalan tengah yang menurut kami harus ditempuh oleh kaum muslimin untuk memperoleh solusi dari perbedaan pedapat yang timbul diantara mereka yaitu masing-masing menampakkan pendapatnya yang menurutnya benar dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan syarat tidak menyesatkan atau membid’ahkan orang yang tidak sesuai dengan pendapatnya tersebut..”[4]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :”Diriwayatkan dari Salafus Shalih jumlah bilangan raka’at Tarawih yang beraneka ragam –dalam masalah ini-, sebagaimana perkataan Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyyah, maka lapang bagi kita apa yang lapang bagi mereka. Kita telah didahulukan oleh mereka, maka tidak semestinya kita bersikap keras” [5]
Beliau juga berkata, “Ketahuilah, bahwasanya khilaf tentang jumlah bilangan raka’at shalat Tarawih -dan yang semisalnya, yang termasuk perkara-perkara yang dibolehkan ijitihad di dalamnya- hendaknya tidak dijadikan ajang perselisihan dan perpecahan umat. Terlebih lagi jika Salaf berbeda pendapat pada masalah ini. Tidak ada satu dalil pun yang melarang berlakunya ijtihad dalam perkara ini” [6]
[4]. Khilaf antara Syaikh Al-Albani dengan para Ulama Arab Saudi –di antaranya Syaikh Ibnu Baaz- tentang hukum jual beli kredit dengan harga yang berbeda dari harga kontan. [7]. Menurut Syaikh Al-Albani hal itu adalah riba, namun apakah Syaikh Al-Albani men-tahdzir dan meng-hajr para ulama Arab Saudi dengan alasan bahwa mereka membolehkan riba, dan orang yang membolehkan riba terlaknat sebagaimana dalam hadits? Tentu tidak, karena ini adalah masalah khilafiyyah ijtihadiyyah.
[5]. Khilaf antara Syaikh Al-Albani dan Syaikh Muqbil mengenai Syaikh Muhammad Rasyid Ridha. Syaikh Muqbil menyatakan bahwa Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berada di atas kesesatan. [8] Hal ini tidak disetujui oleh Syaikh Al-Albani, dan beliau berkomentar, “Aku rasa ini adalah pensifatan yang terlalu luas dan tidak pada tempatnya, yaitu dalam memutlakkan sifat dhalal (kesesatan) kepada seperti orang ini (Muhammad Rasyid Ridha). Menurut keyakinan saya, beliau memiliki jasa terhadap banyak Ahlus Sunnah di zaman ini. Karena beliau menyebarkan dan menyeru kepada As-Sunnah dalam majalah beliau yang terkenal, Al-Manar. Bahkan pengaruhnya sampai di banyak negeri kaum muslimin non-Arab. Oleh karena itu, pendapat saya, perkataan ini adalah perkataan yang ghuluw (berlebihan) yang semestinya tidak terlontarkan dari orang seperti saudara kita, Muqbil.
Bagaimanapun juga (sebagaimana perkataan penyair):
Engkau menghendaki seorang teman yang tidak ada aibnya,
Maka dapatkan kayu gaharu mengeluarkan wangi tanpa asap..?
Meski demikian, Syaikh Al-Albani sendiri menyatakan bahwa masalah ini adalah masalah ijtihadiyyah. [9]
[6]. Khilaf antara Syaikh Muqbil dan hampir seluruh Syaikh kibar –bahkan mungkin dapat dikatakan seluruh Syaikh Salafiyyun- [10] dalam masalah menghukumi Abu Hanifah. Hampir seluruh Syaikh tersebut menyatakan bahwa Abu Hanifah merupakan salah satu Imam dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena itulah madzhab beliau termasuk madzhab yang diakui sejak dahulu, berbeda dengan pendapat Syaikh Muqbil. [11]
[7]. Khilaf antara Syaikh DR Muhammad bin Hadi dan Prof. DR Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Abbad. Syaikh Muhammad bin Hadi menganggap bahwa Yayasan At-Turats Kuwait adalah yayasan hizbiyyah dan beliau mentahdzir yayasan ini. Sedangkan Syaikh Abdurrazzaq sendiri bermu’amalah dengan yayasan tersebut. Lantas bagaimanakah sikap Syaikh Muhammad bin Hadi terhadap Syaikh Abdurrazzaq ? Apakah mereka saling hajr dan meninggalkan salam? Justru sebaliknya. Jika bertemu mereka saling berpelukan. Hal ini menunjukkan rasa cinta dan saling memahami di antara keduanya. Bahkan, meskipun Syaikh Muhammad berpendapat bahwa Syaikh Abdurrazzaq telah melakukan kesalahan, namun apa kata beliau? Beliau berkata, “Aku dan Syaikh Abdurrazzaq seperti tangan yang satu, bahkan jari yang satu” [12]
Masih banyak contoh-contoh yang lain. Namun cukuplah apa yang kami sebutkan kali ini menjadi pelajaran. Tatkala dua orang yang berselisih saling memahami bahwa keduanya sama-sama menginginkan Sunnah, sama-sama menginginkan kebenaran, maka perkaranya akan jadi lebih ringan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Sungguh indah perkataan seorang ulama kepada orang yang menyelisihinya dalam perkara yang dibolehkan ijtihad, “Engkau dengan penyelisihanmu kepadaku sesungguhnya telah sepakat denganku, yaitu kita berdua sama-sama memandang wajibnya mengikuti ijtihad yang benar dalam masalah yang masih dibolehkan ijtihad" [13]
Dan sungguh indah ucapan Syaikh Al-Albani rahimahullah :
“Khilaf yang terjadi di antara kita adalah khilaf yang menggabungkan dan tidak mencerai-beraikan, berbeda dengan khilafnya orang lain”
Setiap orang boleh mengucapkan pendapatnya, tidak ada halangan, selama masih dalam batasan penuh adab, tanpa celaan, cercaan dan seterusnya.
“Dan bagi masing-masing ada kiblatnya yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (dalam) kebaikan” [Al-Baqarah : 148] [14]
[Dinukil dari buku Lerai Pertikaian, Sudahi Permusuhan Menyikapi Fenomena Hajr Di Indonesia, Fasal Kesimpulan Kesepuluh Tidak Ada Hajr Dalam Perkara Debatable, Penulis Abu Abdil Muhsin Firanda Ibnu Abidin, Penerbii Pustaka Cahaya Islam, Cetakan Ke-2 Rajab 1427H/Agustus 2006]
__________
Foote Note
[1]. Sebagaimana yang kami dengar dari ceramah beliau di salah satu hotel di Makkah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan tahun 2003.
[2]. Shalaatut Taarawih, hal. 106
[3]. Ibid, hal. 35-36
[4]. Ibid, hal. 37-38
[5]. Lihat Majmu Fataawa (XIV/208)
[6]. Majmu’ Fataawa (XIV/189)
[7]. Perhatikanlah, sungguh ajaib akhlak kedua ulama besar Ahlus Sunnah tersebut. Keduanya berselisih dalam banyak permasalahan yang sebagiannya bukanlah masalah ringan. Masalah-masalah tersebut bahkan terkadang terjadi berulang-ulang. Namun keduanya sama sekali tidak saling menjatuhkan, bahkan keduanya saling mencintai dan saling menghormati. Itulah akhlak para ulama kita. Bahkan Syaikh Ibnu Baaz memuji Syaikh Al-Albani bahwa beliau adalah mujaddid (reformis) abad ini. (Silahkan merujuk kepada Silsilah Al-Huda wa Nuur, kaset no. 725)
Demikian pula dengan Syaikh Ibnu Utsaimin yang sering menyelisihi Syaikh Al-Albani dalam masalah-masalah ijtihadiyyah. Meskipun demikian beliau pernah berkata “Syaikh Al-Albani adalah ahli hadits abad ini” (Perhatikan Silsilah Al-Huda wa Nuur, kaset no. 880)
Adapun “sebagian orang”, terkadang disebabkan satu masalah saja yang diperselisihkan –padahal masalah tersebut bukanlah masalah yang berat dan terkadang merupakan masalah dunia, bukan permasalahan agama- maka mereka jadikan alasan untuk saling menjauhi, saling menjatuhan, saling mencerca saling men-tahdzir dan saling hajir, dan seterusnya. Wallahul Musta’aan.
[8]. Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muqbil dalam muqaddimah Ash-Shahiih Al-Musnad min Dalaa-ilin Nubuwwah (hal.10), juga penjelasan beliau secara panjang lebar dalam kitab beliau Ruduud Ahlil Ilmu Alath Thaa’iniin fii Hadits As-Sihr waa Bayaan bu’d Muhammad Rasyid Ridha ‘an As-Salafiyah.
[9]. Silsilah Al-Huda wan Nuur, kaset no. 32
Namun penyelisihan Syaikh Al-Albani terhadap sikap Syaikh Muqbil tidaklah mengubah kecintaan beliau terhadap Syaikh Muqbil. Dalam ceramahnya, Syaikh Al-Albani memuji dan bahkan membela Syaikh Muqbil dari orang-orang yang mengkritik dan mencela Syaikh Muqbil (Perhatikan Silsilah Al-Huda wa Nuur, kaset no. 851). Adapun pujian Syaikh Muqbil terhadap Syaikh Al-Albani maka sangatlah banyak. Semoga Allah merahmati keduanya dengan rahmat yang luas. Sebagai contoh sikap saling puji antara Syaikh Al-Albani dan Syaikh Muqbil maka silakan mendengar Silsilah Al-Huda wan Nuur, kaset no. 850).
[10]. Seperti Syaikh Al-Albani –perhatikanlah munaqasyah Syaikh Al-Albani terhadap dalil yang disebutkan oleh Syaikh Muqbil dalam Silsilah Al-Huda wan Nuur, kaset no. 56) –Syaikh Ibnu Utsaimin- lihat nukilan fatwa beliau dibawah ini- Syaikh Ibnu Baaz, Shalih Al-Fauzan, Abdul Aziz Alusy Syaikh, Shalih Alusy Syaikh dan lain-lain. Bahkan saat ini penulis belum menemukan seorangpun dari kalangan ulama Ahlus Sunnah zaman ini yang mendukung pendapat Syaikh Muqbil dalam hal ini. Wallahu a’lam
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Syaikh yang mulia, kami adalah saudara-saudara Anda di Indonesia. Kami mencintai anda karena Allah. Kami mengikuti kabar tentang anda dan juga fatwa-fatwa anda. Kami mendapatkan banyak faedah dari ilmu anda, melalui buku dan kaset anda. Pada kesempatan ini, kami meminta fatwa kepada anda tentang sebuah tulisan yang ditulis oleh seorang da’i pada sebuah majalan di
Maka Syaikh menjawab, “Sikap yang benar terhadap para imam yang memiliki para pengikut yang mempersaksikan adalah (keshalihah) dan istiqomah mereka adalah kita tidak menyerang mereka dan kita meyakini bahwa kesalahan yang timbul dari mereka merupakan hasil dari ijtihad mereka. Seorang mujtahid dari umat ini pasti mendapatkan pahala. Jika ijtihad-nya benar maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan jika keliru, maka akan mendapatkan satu pahala serta kesahalahnnya diampuni.
Dan Abu Hanifah rahimahullaah adalah seperti para imam lainnya yang memiliki kesalahan-kesalahan dan juga memiliki kebenaran-kebenaran. Tidak seorangpun yang ma’shum melainkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana perkataan Imam Malik, “Setiap orang dapat diambil pendapatnya dan ditolak kecuali penghuni kubur ini”, sambil memberi isyarat kepada kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang wajib dilakukan adalah menahan diri dari (mencela) para imam kaum muslimin. Namun jika sebuah pendapat merupakan kesalahan, maka hendaknya disebutkan (kesalahan) pendapat tersebut tanpa mecela pengucapannya. Hendaknya seseorang menyebutkan pendapat yang keliru tersebut kemudian menyanggahnya. Inilah jalan yang selamat” [Lihat Kitaabul Ilm hal. 304-306]
[11]. Lihat buku beliau yang berjudul Nasyr Ash-Shahifah fi Dzikris Shahih min Aqwaal A-immatil Jarh wat Ta’diil fii Abi Hanifah.
[12]. Pernyataan beliau ini didengar oleh mahasiswa Universitas Islam Madinah –di antara mereka adalah penulis sendiri-, di kediaman beliau pada tahun 2004. Hal ini sungguh berbeda dengan tindakan sebagian saudara-saudara kita yang menyelisihi sikap para Syaikh dalam men-tahdzir Yayasan Ihya At-Turats. Karena itu, kita dapati bahwa Syaikh Rabi sendiri tidak pernah men-tahdzir ulama Ahlus Sunnah lain yang membolehkan mu’amalah dengan Yayasan Ihya At-Turats.
Peringatan:
Sebagaimana halnya orang-orang yang berpegang dengan fatwa para ulama besar dalam bermu’amalah dengan Yayasan tersebut mengharapkan para saudaranya memahami bahwa ini adalah masalah khilafiyyah ijtihadiyyah yang tidak boleh disikapi berlebih-lebihan sampai pada tingkataan hajr, maka mereka pun harus berlapang dada jika saudara-saudara mereka megkritik dengan cara yang baik dan tidak berlebih-lebihan –tanpa tahdzir dan hajr-. Sebab saudara-saudara mereka pun melakukan hal tersebut karena mengikuti pendapat para ulama yang telah diakui secara integritas dan kompetensi –seperti Syaikh Rabi dan Syaikh Muqbil-. Lihatlah bagaimana Syaikh Abdurrazzaq Al-Abbad berlapang dada menerima kritik Syaikh Muhammad bin Hadi. Apalagi telah jelas ada kesalahan-kesalahan yang terdapat di yayasan tersebut yang berkaitan dengan manhaj maka sikap kehati-hatian tetap perlu diperhatikan. Wallahu a’lam
[13]. Majmuu Fatawa karya Syaikh Ibnu Utsaimin (XIV/189)
[14]. Silsilah Al-Huda wan Nuur (kaset no. 880) tatkala Syaikh Al-Albani menceritakan khilaf antara beliau dan Syaikh Sindi Al-Pakistani
Selasa, Juni 03, 2008
Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga
Ust Anis Matta,Lc
Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai. Saya telah menyatakan sebelumnya betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-satunya bentuk ekspresi cinta. Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif naik turun mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya. Jadi obrolan kita belum selesai. Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya urgensi untuk menjawab pertanyaan ini: apa itu cinta? Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini: bagaimana seharusnya anda mencintai? Pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita. Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran. Apa yg dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan. Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yg bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita. Maka begitulah seharusnya anda mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini: menghidupkan. Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini; bagaimana istri anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya, mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan. Bila anda ingin mencintai dengan kuat, maka anda harus mampu memperhatikan dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawatnya... menjaganya dengan sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pecinta; pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan. Apakah anda telah mengenal isteri anda dengan seksama? Apakah anda mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya? Apakah anda mengenal kecenderungan-kecenderungannya? Apakah anda mengenal pola-pola ungkapannya; melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksinya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya? Apakah anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah anda dapat melihat gelombang-gelombang mimpi-mimpinya, harapan-harapannya? Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rosululloh saw terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, "Wahai Aisyah, aku tahu kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Rosulullah! tapi jika kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Muhammad!. Apakah beda antara Rosululloh dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu saja? Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata yang satu pada situasi jiwa yang lain. Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh. Anda harus mampu menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dlm proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau "obsesi" yang berlebihan terhadap fisik. Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika anda dapat menerima apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa anda menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya. Apakah yg ia harap dari bayi kecil itu ketika ia merawatnya, menjaganya, dan menumbuhkannya? Apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas kebaikannya? Tidak. Semua yg ada dlm jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang utk berubah dan berkembang. Dan karenanya ia menyimpan harapan besar dlm hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah yg akan menjadikan segalanya lebih baik. Penerimaan positif itulah yang mengantar kita pada kerja mencintai selanjutnya; pengembangan. Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yg tertutup. Ketika ia memasuki rumah anda, memasuki wilayah kekuasaan anda, menjadi istri anda, menjadi ibu anak-anak anda; Andalah yg bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniupnya perlahan, agar ia mekar menjadi bunga. Andalah yg harus menyirami bunga itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati anda baginya, agar ia dapat menikmati cahaya matahari yg akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi. Dan ungkapan "Aku Cinta Kamu" boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik (dan tidak menyenangkan). Apa yg harus anda berikan kepada istri anda adalah peluang untuk berkembang, keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa superioritas anda terganggu. Ini tidak berarti anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yg ia butuhkan. Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dlm keseimbangan. Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang anda perlu memotong sejumlah (ranting atau cabang) yg sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni. Hidup adalah simponi yg kita mainkan dengan indah. Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri: Apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan anda? Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya: DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU ... MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA ...
SAYAP YANG TAK AKAN PERNAH PATAH
Ust Anis Matta,Lc
Mari kita bicara tentang orang-orang yang patah hati. Atau kasihnya tak sampai, atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas ditempa takdir, atau layu tak berbalas. Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu disana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati. Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau, jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri. Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai disana, Apabila ada cinta dihati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “Sebab tangan yang satu tak kan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain”. Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain. Kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah, maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: Selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah atau melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah “pekerjaan jiwa” yang besar dan agung: mencintai. Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, Maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian, jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pecinta sejati selamanya hanya bertanya: “Apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder. Jadi tidak hanya patah atau hancur karena lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita.