Selasa, November 25, 2008

TERUNTUK SAHABATKU

Dari sebuah milist. JazahuLLah utk yg menulis/menerjemahkan.

Salam,Ahmad S


TERUNTUK SAHABATKU

Penulis: Ummu Habibah
Muroja'ah: Ustadz Abu Salman

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
Wahai sahabatku bagaimanakah kabarmu hari ini? Apakah engkau sudah
mempersaksikan di hadapan seluruh makhluk dan malaikat yang menjunjung
'Arsy yang agung dan malaikat seluruhnya bahwa engkau seorang muslim?
Mempersaksikan bahwa Dia lah Robb yang agung, yang paling pedih azabnya
sekaligus paling luas rahmatnya, sebagai Dzat yang satu-satunya berhak
diberikan seluruh kecintaan, rasa takut dan harap dengan ketundukan dan
penyerahan diri yang sempurna?

Sahabatku, sudahkah engkau bertekad hari ini untuk mengerjakan sunnah
Rosululloh dengan benar dan ikhlas di atas syariat yang haq, yang tidak
dinodai kebatilan syahwat dan syubhat yakni dengan cara mengikuti metode
pemahaman dan pengamalan islam yang dilakukan oleh sahabat yang
mustaqiim?

Sahabatmu menulis risalah ini saat hatinya sedang terbang melihat
sahabatnya yang mencintai agama Allah... menginginkan kebaikan pada
dirinya dan orang-orang yang disayanginya...
Sahabatmu menulis risalah ini mengharapkan agar sekiranya risalah ini
menjadi batu perbaikan untuk meraih metode pemahaman dan pengamalan
islam yang lurus dan meraih jalan kebaikan...
Sahabatmu menulis risalah ini dengan niat -yang semoga Alloh
meluruskannya- yang menginginkan kebaikan bagi engkau wahai sahabatku...
Sahabatmu menulis risalah ini dengan harapan semoga melapangkan dada,
menjernihkan akal dan bisa diterima oleh hati...
Sahabatmu menulis risalah ini agar ilmu menjadi bersinar dan tersebar...
dan menjadi pembuka menuju jalan ke jannah-Nya...
Sahabatmu menulis risalah ini dan sangat mengharapkan persatuan kata
dalam satu shaf yang sama, bersama-sama menapaki atsar Rosullulloh dan
sahabatnya dan meraih beribu-ribu keindahan iman yang dicapai tholabul
'ilmi...
Sahabatmu menulis risalah ini dan dia yakin dengan pasti dan tanpa ragu
didalamnya ada kesalahan dan kekurangan... karenanya dia memohon ampun
kepada Alloh dan memohon maaf kepadamu sahabatku...

Tausiyah Untukku dan Untukmu

Sahabatku, bacalah apa yang Allah firmankan padamu...

"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" (Az-Zumar: 9)

"Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
(Al-Mujadillah: 11)

"Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu." (Fathir: 28)

Sahabatku, ingatlah pesan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam
kepadamu...

"Barangsiapa yang Allah menghendaki suatu kebaikan pada dirinya maka Dia
memberinya pemahaman dalam masalah dien." (HR. Bukhori Muslim)

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi
termasuk pula semut di dalam liangnya, termasuk pula ikan paus,
benar-benar bersholawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan pada
manusia." (HR. Tirmidzi)

"Kelebihan orang yang berilmu atas ahli ibadah ialah seperti kelebihan
rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang gemintang. Sesungguhnya
orang-orang yang berilmu itu adalah para pewaris para nabi. Para nabi
tidaklah mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barang
siapa mengambil ilmu itu, berarti dia telah mengambil bagian yang
banyak." (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

"Sesungguhnya para malaikat benar-benar mengepakkan sayap-sayapnya pada
orang-orang yang mencari ilmu, karena ridho terhadap apa yang
dicarinya." (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

"Barang siapa meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah
memudahkan jalan baginya ke surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang didatangi kematian pada saat dia sedang mencari ilmu,
yang dengan ilmu itu dia hendak menghidupkan islam, maka antara dirinya
dan para nabi hanya ada satu derajat di surga." (HR. Ath-Thabrani)

Ketahuilah sahabatku... hukum mencari ilmu dien adalah wajib. Rosululloh
bersabda, "Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR. Ahmad dan
Ibnu Majah)

Ketahuilah sahabatku... diantara semua ilmu ada ilmu yang terpuji dan
ada ilmu yang tercela. Dan di antara ilmu yang terpuji ada yang hukumnya
fardhu 'ain dan ada yang hukumnya fardhu kifayah. Ilmu yang hukumnya
fardhu 'ain adalah ilmu yang dengannya engkau dapat mengenal Allah,
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam setiap
gerak-gerikmu, ucapanmu, perbuatanmu yang kau tampakkan maupun yang ada
di dalam hatimu. Sedangkan ilmu yang termasuk fardhu kifayah adalah
setiap ilmu yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup di dunia
seperti ilmu kedokteran dan farmasi.

Maka ilmu yang fardhu 'ain wajib untuk dicari oleh setiap muslim
sedangkan ilmu yang fardhu kifayah adalah wajib untuk dicari oleh
seorang muslim, namun apabila sudah dikerjakan oleh sebagian muslim maka
gugur kewajiban yang lain.

Ketahuilah sahabatku... jadilah salah seorang diantara dua jenis
manusia. Pertama jadilah orang yang sibuk dengan dirimu sendiri dengan
hal yang fardhu 'ain. Kedua setelah selesai dengan kesibukan diri
sendiri berilah manfaat pada orang lain dengan hal yang fardhu kifayah.
Jangan menjadi orang yang hanya sibuk memperbaiki orang lain sebelum
memperbaiki diri sendiri. Perhatikanlah hati dan amalanmu. Jika engkau
belum bisa menata diri sendiri dan hatimu, maka janganlah engkau
menyibukkan diri dengan yang fardhu kifayah sebab orang lain telah
banyak yang mengamalkan ilmu ini. Orang yang hendak mencelakakan dirinya
sendiri dengan memperbaiki keadaan orang lain adalah orang yang bodoh.
Perumpamaan dirinya seperti orang yang di dalam pakaiannya tersusupi
kalajengking, lalu dia mengendap-endap untuk menghalau seekor lalat agar
tidak hinggap di tubuh orang lain di sampingnya.

Jika engkau sudah bisa menata diri sendiri, engkau boleh menyibukkan
diri dengan ilmu yang fardhu kifayah. Mulailah mencari ilmu dari
Kitabullah dan Sunnah baru engkau mendalami ilmu yang lain. Janganlah
engkau menghabiskan umurmu dalam satu jenis ilmu karena ingin
mendapatkan predikat spesialisasi. Sesungguhnya ilmu itu sangat banyak
sementara umur manusia sangat terbatas. Maka pilihlah ilmu yang paling
bermanfaat bagimu yang dengannya engkau bisa meraih ridho Allah.

Sahabatmu ini pernah mendapatkan nasihat, "Sempatkan waktumu menemui
majelis-majelis ta'lim yang lurus aqidah, akhlaq dan manhajnya sekalipun
harus menempuh jalan yang jauh dan sulit. Sempatkan hatimu untuk
menerima belaian dan makanan berupa ilmu. Ingat dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya ilmu bagi hati bagaikan air bagi ikan. Apa jadinya ikan
tanpa air? Lalu apa jadinya hati tanpa ilmu?"

Namun sahabatmu ini sibuk sekali dengan urusan dunia dan prestasi,
menganggap bahwa dunia sudah cukup untuk menepis musibah dan meraih
kebahagiaan. Kebahagiaan datang lalu pergi dan hatinya terasa begitu
kering. Musibah datang silih berganti dan membuat hatinya semakin kering
hingga sahabatmu ini mendapat nasehat lagi...

Zuunuun rodhiyallahu 'anhu berkata, "Wahai saudaraku berdirilah di
hadapan tuhanmu seperti anak kecil di hadapan ibunya. Setiap kali ia
dipukul oleh ibunya, ia malah bergerak ke arahnya dan setiap kali ia
diusir ia malah mendekatinya. Keadaannya tetap seperti itu sampai sang
ibu mendekapnya."

Sabarlah jika engkau sedang ditimpa musibah, berdoalah kepada Allah agar
semua itu bisa mengurangi dan menghapus dosa-dosamu. Kembalilah pada
Allah dan carilah solusi dari Rosulullah. Sesungguhnya dalam Islam
terdapat solusi bagi seluruh permasalahan. Dan cukupkan dirimu dengan
solusi yang Allah dan Rosul-Nya berikan. Karena Allah lah yang Maha
Bijaksana, menentukan yang terbaik bagi hambaNya. Dan memang, solusi
terbaik atas seluruh urusan adalah islam, agama yang sempurna dan indah
dari segala segi. Kebahagiaan hakiki ada pada Islam.

Sahabatku... bersabarlah untuk terus melangkah menggapai manisnya iman.
Kita tidak akan pernah tahu, kapan umur kita pupus. Maka manfaatkanlah
waktu untuk bersegera merajut manfaat dalam ridho Allah. Perjalanan
sungguh amat jauh dan berat karenanya perlu bekal yang banyak agar kita
tidak merugi. Dan kumpulkan bekal itu sekarang karena kita tidak tahu
sampai kapan kita hidup. Bahkan sampai besok pagi pun kita tidak tahu
apakah kita masih hidup.

Kelak di akherat, Robb kita tidak akan menanyakan: Bagaimana duniamu?
Apakah orang tuamu kau bahagiakan dengan duniamu?

Tidak, sama sekali tidak...
Justru Robb kita akan bertanya: Untuk apa masa mudamu kau gunakan? Dan
semoga saat itu walidain kita akan bangga dengan kesholehan anaknya,
bukan dengan hal-hal yang dibanggakan di dunia tapi hakikatnya menjadi
tamparan yang amat menyakitkan bagi mereka di akherat. Manakah yang
engkau ridho atasnya sahabatku?

Jangan tertipu oleh alasan-alasan maya yang dibisikkan syaithon untuk
membenarkan yang salah, menghalalkan yang haram dan menyamarkan hal-hal
yang jelas.

Sahabatku... tentulah kita semua tahu bahwa terbukanya pintu taubat
adalah hingga ditariknya nyawa sampai tenggorokan. Setelah itu
tertutuplah pintu taubat untuk selamanya dan tak berguna lagi penyesalan
sesudah itu. Tapi sahabatku, tak seorang pun tahu kapan kematian
menjemput, kapan pintu taubat ditutup, apakah tahun depan, bulan depan,
malam ini atau setelah beranjak dari tempat ini?? Tak ada satu makhluk
pun yang mengetahuinya hingga begitu banyak manusia meremehkan bersegera
dalam bertaubat dan dalam keadaan merasa aman dengan ilmu, amal, dan
agama yang ia miliki sekarang. Padahal barangsiapa yang merasa aman
dengan agamanya maka Allah mencabut agamanya pada saat itu juga.

Sahabatmu ini hanya bisa berdoa semoga dalam kesendirian kita
masing-masing kita tetap bersemangat berpegang teguh terhadap al-haq,
tetap istiqomah, menjunjung nilai-nilai sunnah dalam setiap tingkah,
langkah, menit dan detik kita. Kita berlindung kepada Allah dari
fitnahnya dunia dan segala perhiasannya. Semoga kita diselamatkan dari
tipu daya dan bisikan syaithon yang melalaikan kita dari mengingat
agungnya akherat.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Kita sudah
mengetahui maknanya. Lalu kapankah kita mengamalkan?

Risalah ini hanya sekadar mengingatkanmu sahabatku, sesungguhnya ilmu
yang kita pelajari di kampus bermanfaat. Tidak ada yang melarang kita
untuk mempelajarinya, bahkan sangat dianjurkan demi kemaslahatan umat
Islam. Apalagi jika kita belajar untuk birul waliddain, tentu pahalanya
akan lebih berlipat lagi. Tapi sekali lagi sahabatku, tentu engkau sudah
mampu mempertimbangkan manakah yang seharusnya lebih didahulukan, bahwa
ilmu yang kita pelajari hukumnya fardhu kifayah dan butuh ilmu yang
fardhu 'ain sebagai landasannya. Sahabatku, engkau sudah dewasa dan
engkaulah yang berhak menentukan jalan yang akan engkau tempuh.
Sahabatmu ini sekedar menyampaikan ilmu yang sudah sampai padanya.
Karena sahabatmu ini sangat menyayangimu karena Allah dan berharap kelak
bertemu denganmu di surgaNya dan masih bersamamu ketika menuai ridho-Nya
dan memandang wajah-Nya. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dari sahabatmu...

- Ummu Habibah

Maroji': (Ru'yatul Waq'iyah) (Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al
Maqdisi)

KEUTAMAAN SEPULUH HARI (PERTAMA) DZUL HIJJAH

فضل عشر ذي الحجة

أحكام الأضحية وعيد الأضحى المبارك

(باللغة الإندونيسية)

KEUTAMAAN SEPULUH HARI

(PERTAMA) DZUL HIJJAH

&

Hukum Berkurban dan ‘Idul Adha

Penerjemah :

Seksi Terjemah

Kantor Sosial, Dakwah

Dan Penyuluhan Bagi Pendatang

Al Sulay

Editor

Muh.Mu’inudinillah. Basri. MA.

Daftar Isi

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzul Hijjah……..……………………………3

Pekerjaan yang dianjurkan pada hari-hari tersebut………………………………..4

Keutamaan hari raya kurban (tgl 10 Dzul Hijjah)…………………………………5

Bagaimana kita menyambut bulan Dzul Hijjah ??……………………..………….5

Sebagian hokum-hukum berkurman dan sarat-saratnya………..…………………6

Hukum-hukum Idul Adha………….……………………………..………………...8



KEUTAMAAN SEPULUH HARI (PERTAMA) BULAN DZUL HIJJAH

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين … أما بعد؛

Sesungguhnya merupakan karu-nia Allah I, dijadikan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang shalih musim-musim untuk memperbanyak amal shaleh. Diantara musim-musim tersebut adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah yang keutamaannya dinyatakan oleh dalil-dalil dalam kitab dan Sunnah:

1. Firman Allah U:

وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ [ الفجر 1-2]

Demi fajar, dan malam yang sepuluh (Al Fajr 1-2)

Ibnu Katsir berkata: “ Yang dimaksud adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah“

2. Allah U berfirman:

“…dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan”(Al Hajj 28).

Ibnu Abbas berkata: “ (Yang dimaksud adalah) hari-hari sepuluh (bulan Dzul Hijjah) “.

3. Dari Ibnu Abbas radiallahuanhu dia berkata: Rasulullah bersabda:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْ هَذِهِ العَشْرِ " قَالُوا : وَلاَ الْجِهَادُ ؟، قَالَ: " وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ"[رواه البخاري]

Tidak ada amal perbuatan yang lebih utama dari (amal yang dilakukan pada) sepuluh hari bulan Dzul Hijjah, mereka

berkata : Tidak juga jihad (lebih utama dari itu) ?, beliau bersabda: Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya dan kembali tanpa membawa sesuatupun (Riwayat Bukhori)

4. Dari Ibnu Umar radiallahuanhu dia berkata: Rasulullah bersabda:

Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah Ta’ala dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid “ (Riwayat Tabrani dalam Mu’jam Al Kabir)

5. Adalah Sa’id bin Jubair –rahimahul-lah- dan dia yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas yang lalu, jika datang sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah sangat bersungguh-sungguh hingga hampir saja dia tidak kuasa (melaksa-nakannya) “ (Riwayat Darimi dengan sanad yang hasan)

6. Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “ Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari Dzul Hijjah diisti-mewakan adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpul-nya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada selainnya waktu seperti itu “.

7. Para ulama menyatakan: “ Sepuluh hari Dzul Hijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan malam-malam terakhir bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama ”.

Pekerjaan yang dianjurkan pada hari-hari tersebut :

a. Shalat :

Disunnahkan bersegera menger-jakan shalat fardhu dan memperbanyak shalat sunnah, karena semua itu merupakan ibadah yang paling utama. Dari Tsauban radiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda :

Hendaklah kalian memper-banyak sujud kepada Allah, karena setiap kali kamu bersujud, maka Allah mengangkat derajat kamu, dan menghapus kesalahan kamu

Hal tersebut berlaku umum di setiap waktu.

b. Shoum (Puasa) :

Karena dia termasuk perbuatan amal shaleh. Dari Hunaidah bin Kholid dari istrinya dari sebagian istri-istri Rasulullah e, dia berkata:

Adalah Rasulullah e berpuasa pada tanggal sembilan Dzul Hijjah, sepuluh Muharram dan tiga hari setiap bulan (Riwayat Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).

Imam Nawawi berkata tentang puasa sepuluh hari bulan Dzul Hijjah : “ Sangat di sunnahkan “.

c.Takbir, Tahlil dan Tahmid.

Sebagaimana terdapat riwayat dalam hadits Ibnu Umar terdahulu : Perbanyaklah Tahlil, Takbir dan Tahmid pada waktu itu

Imam Bukhori berkata: “ Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah radiallahuanhuma keluar ke pasar pada hari sepuluh bulan Dzul Hijjah, mereka berdua bertakbir dan orang-orangpun ikut bertakbir karenanya“, dia juga berkata: “ Adalah Umar bin Khottob bertakbir di kemahnya di Mina dan di dengar mereka yang ada dalam masjid, lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang di pasar hingga Mina bergetar oleh takbir “. Dan Ibnu Umar bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, setelah shalat dan di atas pembaringannya, di atas kudanya, di majlisnya dan saat berjalan pada semua hari-hari tersebut. Disunnahkan mengeraskan takbir karena perbuatan Umar tersebut dan anaknya dan Abu Hurairah radiallahuanhuma.

Maka hendaknya kita kaum muslimin menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan pada masa ini, bahkan hampir saja terlupakan hingga oleh mereka orang-orang shalih, berbeda dengan apa yang dilakukan oleh salafussalih terdahulu.

d. Puasa hari Arafah.

Puasa Arafah sangat dianjurkan bagi mereka yang tidak pergi haji, sebagaimana riwayat dari Rasulullah e bahwa dia berkata tentang puasa Arafah:

Saya berharap kepada Allah agar dihapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya (Riwayat Muslim)

e. Keutamaan hari raya kurban (tgl 10 Dzul Hijjah).

Banyak orang yang melalaikan hari yang besar ini, padahal para ulama berpendapat bahwa dia lebih utama dari hari-hari dalam setahun secara mutlak, bahkan termasuk pada hari Arafah. Ibnu Qoyyim –rahimahullah- berkata: “ Sebaik-baik hari disisi Allah adalah hari Nahr (hari raya qurban), dia adalah hari haji Akbar “, sebagaimana terdapat dalam sunan Abu Daud, Rasulullah e bersabda:

Sesungguh-nya hari-hari yang paling mulia disisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari qar

hari Qar adalah hari menetap di Mina, yaitu tanggal 11 Dzul Hijjah. Ada juga yang mengatakan bahwa hari Arafah lebih mulia dari hari Nahr, karena puasa pada hari itu menghapus dosa dua tahun, dan tidak ada hari yang lebih banyak Allah bebaskan orang dari neraka kecuali hari Arafah, dan karena pada hari tersebut Allah mendekat kepada hamba-Nya, kemudian Dia membanggakan kepada malaikat-Nya terhadap orang-orang yang sedang wukuf.

Yang benar adalah pendapat pertama, karena hadits yang menunjukkan hal tersebut tidak ada yang menentangnya sama sekali. Namun, apakah dia lebih utama atau hari Arafah, hendaklah setiap muslim baik yang melaksanakan haji atau tidak berupaya sungguh-sungguh untuk mendapatkan keutamaan hari tersebut dan menggunakan kesempatan sebaik-baiknya.

BAGAIMANA KITA MENYAMBUT BULAN KEBAIKAN INI ??

Hendaklah setiap muslim berupaya untuk menyambut musim kebaikan ini secara umum dengan taubatan nasuha (taubat sungguh-sungguh), meninggalkan dosa dan kemaksiatan, karena dosa-dosalah yang mencegah dari manusia karunia rabb-Nya, dan menutup hatinya dari Tuhannya. Begitu juga dituntut untuk menyambut musim ini dengan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan keuntungan atas apa yang Allah ridhoi. Maka siapa yang benar dengan tekadnya Allah akan beri dia petunjuk :

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا [العنكبوت : 69]

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami “ (Al Ankabut 69)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luas-nya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa “ (Ali Imran 133)

Wahai akhi muslim……………

Berusahalah untuk mendapatkan kesempatan yang baik ini sebelum hilang dari hadapan anda dan anda akan menyesal, betapa buruknya waktu bagi orang yang menyesal. Karena sesungguhnya dunia ini sangat sedikit harinya dan kita sekarang di kampung amal perbuatan dan besok kita akan berada di kampung pembalasan, perhitungan, syurga dan neraka. Maka jadilah anda orang-orang yang Allah sifatkan dalam firman-Nya :

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harapan dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami (Al Anbiya 90)

SEBAGIAN HUKUM BERKURBAN

DAN SYARI’ATNYA

Allah mensyariatkan berkurban dengan firman-Nya :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ [ الكوثر : 2 ]

Maka sholatlah untuk Robbmu dan sembelihlah (Al Kautsar 2)

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya“ ( Al Hajj 36 )

Berkurban merupakan sunnah yang sangat ditekankan dan makruh ditinggalkan bagi yang mampu melaksanakannya berdasarkan hadits Anas radiallahuanhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, bahwa Nabi berkurban dengan dua ekor domba yang gemuk dan bertanduk, disembelih dengan tangannya dengan membaca tasmiah dan takbir.

DENGAN APA BERKURBAN ?

Berkurban hanya dilakukan dengan onta, sapi dan kambing berdasarkan hadits Rasulullah e:

Siapa yang menyembelih sebelum shalat (Id), maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah, maka dia telah menyempurnakan ibadahnya dan mendapatkan sunnah (Muttafaq alaih)

Disunnahkan bagi yang mampu untuk menyembelih agar menyembelih sendiri hewan korbannya dengan berkata:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلاَن (……)

“ dengan menyebut nama Allah, dan Allah maha besar, Yaa Allah ini adalah (korban) dari si fulan ………(dengan meyebut namanya atau nama yang mewasiatkannya)”

Rasulullah e ketika menyembe-lih seekor domba beliau mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي

وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (korban) dariku dan dari siapa yang tidak berkurban dari umatku

( Riwayat Abu Daud dan Turmuzi).

Adapun bagi yang tidak mampu meyembelih maka hendaknya dia melihat dan hadir saat penyembelihan hewan kurban.

PEMBAGIAN DAGING KURBAN

Disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk makan daging korbannya dan menghadiahkan kepada sanak saudara dan tetangga serta memberi fakir miskin sebagai sedekah. Allah ta’ala berfirman :

Maka makanlah sebahagian daripada-nya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir ( Al Hajj 28)

Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta ( Al Hajj 36)

Sebagian salaf (ulama terdahulu) menyukai membagi hewan korban menjadi tiga bagian: sepertiga untuk dirinya sendiri, sepertiga untuk hadiah bagi orang kaya dan sepertiga sisanya untuk shodaqoh bagi fakir miskin. Dan tidak boleh bagi pemotong hewan dibagi daging korban sebagai upah .

LARANGAN BAGI YANG INGIN BERKURBAN

Jika seseorang hendak berkurban dan telah masuk bulan Dzul Hijjah, maka diharamkan baginya untuk mencabut rambut atau kukunya atau kulitnya hingga dia menyembelih binatang korbannya, berdasarkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha, bahwa Rasulullah e bersabda:

Jika telah masuk hari sepuluh (bulan Dzul Hijjah) dan salah seorang diantara kalian ingin berkurban, maka hendaklah dia tidak mencabut rambutnya dan (memotong) kukunya

( Riwayat Ahmad dan Muslim ).

Pada redaksi lain, beliau e bersabda:

Maka hendaklah dia tidak menyentuh (mencabut) rambutnya dan kulitnya sedikitpun hingga dia berkurban

Sedangkan jika dia niat berkurban di tengah hari-hari sepuluh itu, maka dia menahan dirinya sejak dia niat, dan tidak berdosa atas apa yang dia lakukan sebelum niat.

Dibolehkan bagi keluarga yang berkurban untuk mencabut (rambut, kuku) pada hari-hari sepuluh tersebut

Jika seseorang yang telah niat berkurban lalu dia mencabut rambut-nya atau kukunya atau kulitnya, maka dia harus bertaubat kepada Allah ta’ala dan tidak melakukannya kembali serta tidak ada kafarat baginya serta tidak ada halangan baginya untuk tetap berkurban. Adapun jika dia melakukan-nya karena lupa atau karena tidak tahu atau rambutnya rontok tanpa sengaja, maka tidak ada dosa baginya. Begitu juga jika dia melakukannya karena ada keperluan seperti kukunya pecah dan menyakitkannya atau rambutnya teru-rai sampai ke matanya, maka tidak apa-apa baginya memotongnya untuk menghilangkan sesuatu yang meng-ganggunya.

HUKUM-HUKUM ‘IDUL ADHA

Akhi Muslim…….

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah yang telah mempertemu-kan kita kepada hari yang agung ini dan memanjangkan umur kita sehingga dapat menyaksikan hari dan bulan berlalu dan mempersembahkan kepada kita perbuatan dan ucapan yang dapat mendekatkan kita kepada Allah.

Hari Raya qurban, termasuk kekhususan umat ini dan termasuk tanda-tanda agama yang tampak, juga termasuk syi’ar-syi’ar Islam, maka hendaknya kita menjaganya dan menghormatinya.

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesunggunya itu timbul dari ketakwaan hati (Al Hajj 32)

Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas adab-adab dan hukum-hukum tentang hari raya :

1. Takbir

Disyari’atkan bertakbir sejak terbit fajar pada hari Arafah hingga waktu Ashar hari tasyrik terakhir, yaitu pada tanggal tinggal belas Dzul Hijjah . Allah ta’ala berfirman:

Dan berzikirlah (dengan menyebut) dalam beberapa hari yang terbilang

(Al Baqarah 203)

Caranya dengan membaca:

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ،

اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

“ Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian “

Disunnahkan mengeraskan suaranya bagi orang laki di masjid-masjid, pasar-pasar dan rumah-rumah setelah melaksanakan shalat, sebagai pernyataan atas pengagungan kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan mensyukuri-Nya.

2. Menyembelih binatang korban.

Hal tersebut dilakukan setelah selesai shalat Id, berdasarkan sabda Rasulullah e :

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ [رواه البخاري ومسلم]

Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia menggantinya dengan hewan kurban yang lain, dan siapa yang belum menyembelih, maka hendaklah dia menyembelih (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Waktu menyembelih kurban ada-lah empat hari, hari raya dan tiga hari tasyrik, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih dari Rasulullah e beliau bersabda:

Semua hari tasyrik adalah (wak-tu) menyembelih (Lihat Silsilah Shahihah no. 2476)

3. Mandi dan mengenakan wewangian

Hal ini bagi orang laki dan memakai pakaian yang paling bagus tanpa berlebih-lebihan, tanpa isbal (menjulur-kan pakaiannya hingga melebihi mata kaki), tidak mencukur janggut karena hal tersebut haram hukumnya. Sedang-kan wanita disyari’atkan baginya keluar menuju tempat shalat Id tanpa tabarruj, tanpa memakai wewangian dan hendak-lah seorang muslimah berhati-hati berang-kat dalam rangka ta’at kepada Allah dan shalat sedang dia melakukan maksiat kepada-Nya dengan tabarruj, membuka aurat dan memakai wewangian di hadapan orang laki.

4. Makan daging korban.

Rasulullahe tidak makan daging korban sebelum pulang dari shalat Id, setelah itu baru dia memakannya.

5. Pergi ke tempat shalat Id

Berjalan kaki jika memungkin-kan dan disunnahkan shalat Id di lapangan terbuka, kecuali jika terdapat uzur seperti hujan misalnya, maka pada saat itu sebaiknya shalat di masjid berdasarkan perbuatan Rasulullah e.

6. Shalat bersama kaum muslimin dan mendengarkan khutbah.

Adapun yang dikuatkan oleh para ulama seperti Syekh Islam Ibnu Taimiyah bahwa shalat Id hukumnya wajib berdasarkan firman Allah ta’ala :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

perbuatan tersebut tidak gugur kecuali dengan uzur syar’i. Adapun wanita tetap diperintahkan menghadiri shalat Id bersama kaum muslimin, bahkan sekalipun yang haid dan para budak dan bagi mereka yang haidh di jauhkan dari tempat shalat.

7. Menempuh jalan yang berbeda.

Disunnahkan untuk berangkat ke tempat shalat Id lewat satu jalan dan pulang lewat jalan yang lain berdasarkan perbuatan Rasulullah e.

8. Ucapan selamat

Tidak mengapa saling mengucap-kan selamat seperti :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

“Semoga Allah menerima (amal) kita

dan anda sekalian”.

Akhi muslim…..

Ada beberapa hal yang patut kita hindari saat hari raya :

1. Takbir secara berbarengan : Dengan satu suara atau mengikuti bersama-sama dibelakang seseorang yang bertakbir.

2. Lalai pada hari Id. Yaitu dengan melakukan hal-hal yang diharamkan seperti mendengarkan lagu-lagu, menonton film, ikhtilath antar laki dan wanita yang bukan muhrim dan kemungkaran-kemungkaran lainnya.

3. Mencabut rambut atau memotong kuku sebelum melaksanakan penyembelihan korban, karena ada larangan Nabi dalam masalah ini.

4. Berlebih-lebihan atas sesuatu yang tidak perlu dan berfaedah berdasar-kan firman Allah ta’ala:

Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan “ (Al A’raf 31)

Akhirulkalam …

Janganlah anda lupa wahai akhi muslim untuk selalu berupaya men-dapatkan kebaikan seperti bersilatur-rahim, berkunjung kepada sanak saudara, meninggalkan permusuhan, kedengkian serta mensucikan hati dan penuh kasih kepada fakir miskin serta anak yatim serta membantu mereka dan mendatangkan kegembiraan kepada mereka.

Kita mohon kepada Allah agar memberi kita taufiq-Nya atas apa yang Dia cintai dan ridhoi.

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسل


KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZUL HIJJAH

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

1. Allah Ta'aala berfirman:

"Demi Fajar, dan malam-malam yang sepuluh." (QS. Al Fajr: 1-2)

Ibnu Katsir -Rahimahullah berkata: "Yang dimaksud adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah". Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid dan tidak sedikit daripada Salaf dan Khalaf.

2. Dari Ibnu Abbas -Radhiallahu 'Anhuma beliau berkata: Rasulullah "Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

"Tidak ada hari dimana amal sholeh pada saat itu lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. mereka (para sahabat) bertanya : Tidak juga jihad fi sabilillah (lebih utama dari itu) ?, beliau bersabda: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya dan tidak kembali dengan sesuatupun. (HR. Bukhari).

3. Allah Ta'aala berfirman:

"dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan" (QS. Al Hajj: 28).

Ibnu Abbas -Radhialahu 'Anhuma berkata: " (Yang dimaksud adalah) sepuluh hari pertama (bulan Dzul Hijjah) ".

4. Dari Ibnu Umar -Radhiallahu 'Anhuma berkata, Rasulullah -Shallallaahu "Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

"Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai Allah selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid" (HR.
Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Mu?jam Al Kabir)

5. Sa'id bin Jubair -Rahimahullah dan beliau adalah yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas -Radhiallahu 'Anhuma (poin 2) , jika telah datang sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah beliau (Sa'id bin Jubair -Rahimahullah) sangat bersungguh-sungguh (dalam beribadah dan beramal saleh) hingga hampir saja dia tidak kuasa (melaksanakannya) " (Riwayat Ad-Darimi dengan sanad hasan)

6. Para ulama -Rahimahumullah menyatakan: "Sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama".

7. Ibnu Hajar -Rahimahullah berkata dalam kitabnya Fathul Baari: "Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah diistimewakan adalah karena pada hari-hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada seperti itu pada waktu lainnya."

MACAM - MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN :

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah

Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah -Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda : "Berpuasa pada hari Arafah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya." (HR. Muslim).

Dari Hunaidah bin Kholid dari isterinya, dari sebagian isteri-isteri Rasulullah "Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam, dia berkata: "Adalah Rasulullah -Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam berpuasa pada sembilan (hari pertama) bulan Dzul Hijjah, hari 'Asyura (sepuluh Muharram) dan tiga hari setiap bulan." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa?i).

Imam Nawawi -rahimahullah berkata tentang puasa sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah : "Sangat di sunnahkan."

3. Disyariatkan Pada Hari-hari Itu Takbir Muthlak dan Muqoyyad
Takbir muthlak dilakukan pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat ied. Disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai sholat fardhu dari sejak pagi hari 'Arafah setelah shalat Subuh (9 Dzul Hijjah) sampai shalat Ashar akhir hari Tasyriq (13 Dzul Hijjah).

Imam Bukhari menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah -Radhiallahu 'Anhum keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama) dalam bulan Dzul Hijjah seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa, Sehingga Akan Mendapatkan Ampunan Dan Rahmat Allah.

5. Memperbanyak Beramal Shalih.

6. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-hari Tasyriq.

7. Melaksanakan Shalat Idul Adha dan Mendengarkan Khutbahnya Dll...

Maraji':

- "Fadhl 'Asyr Dzil Hijjah Wa Ahkam 'Iedil Adha Wa Ahkamil Udhhiyyah". Abdul Malik Al-Qasim. Penerbit Darul Qasim.

- "Min Akhtho'ina Fil 'Asyr". Muhammad bin Rasyid Al-Ghufaili. Cetakan Pertama 1417 H. Penerbit Darul Masir, Riyadh.

- "Fadhlu Ayyam 'Asyr Dzil Hijjah". Muraja'ah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Cetakan Pertama, Syawal 1413 H. Penerbit Maktabah Al-Ummah, Unaizah.

- "Talkhish Kitab Ahkamil Udhhiyyah Wa Adzdzakah". Syaikhuna Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin -Rahimahullah. Cetakan Pertama 1413 H. Penerbit Darul Muslim.




Jumat, November 21, 2008

Kelapangan Jiwa

Bicara kelapangan jiwa adalah bicara kedewasaan. Bagaiman kita mendewasakan diri kita dengan banyaknya masalah dan ujian yang menghampiri kita. Ada saatnya kita bermasalah karena kebuntuan komunikasi, kesalahpahaman, ego diri yang dominan dan lainnya yang kadang membuat kita menjadi salah dalam mengambil sikap.

Tapi sebenarnya itulah seni dalam hidup dan kehidupan bersosial. Tidak bisa kita menginginkan setiap orang harus ikut dengan keinginan kita.
Berbicara tentang kedewasaaan dan kelapangan jiwa tidak cukup dengan melihat usia seseorang. Betapa banyak mereka yang sudah berusia lanjut, tapi ketika menghadapi masalah persis seperti anak kecil. Lucu kali ya. Tapi begitulah kenyataannya.
Kelapangan jiwa adalah kematangan berinteraksi. Berinteraksi secara vertikal maupun horizontal.

Kamis, November 13, 2008

MANASIK HAJI

Sebagaimana janji saya kemarin sewaktu kajian MT di perum Duta Mas. Afwan bila terlambat utk upload.


Salam,HASNI


MANASIK

HAJI DAN UMRAH

&

Beberapa Kesalahan

Yang Dilakukan Sebagian Jama’ah

oleh

Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin

Penerjemah

Aman Nadir Saleh

Editor

Muhammad Yusuf Harun, MA.

Munir Fuadi, Lc.

Muh.Muinuddin Basri.

BAGAIMANA SEORANG MUSLIM

MELAKUKAN MANASIK HAJI DAN UMRAH

Cara yang terbaik bagi seorang muslim untuk melakukan manasik haji dan umrah adalah dengan melaksanakan haji dan umrah tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh Rasulullah – shallallahu alaihi wasallam – agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah. Allah Ta’ala berfirman :

]قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحييكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم[

“Katakanlah : ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (Ali Imron:31)

Sedang bentuk haji yang paling sempurna adalah haji Tamattu’ bagi orang-orang yang sebelumnya tidak membawa binatang kurban, karena Nabi – sallahu alaihi wasallam – telah memerintahkan (untuk bertahallul setelah selesai umrah) dan menegaskan kepada para sahabat beliau dengan sabdanya :

لو استقبلت من أمري ما استدبرت ما سقت الهدي ولأحللت معكم.

Andaikata aku menghadapi urusanku (dalam haji) tentu aku tidak akan berpaling. Aku tidak akan membawa binatang kurban, dan tentu aku akan bertahallul bersama kalian.”

Haji tamattu’; adalah melaksanakan ibadah umrah secara sempurna pada bulan-bulan haji, dan bertahallul dari umrah tersebut, lalu berihram untuk haji pada tahun itu juga.

UMRAH

1. Jika anda berihram untuk umrah, maka mandilah sebagaimana ketika mandi besar –bila hal itu memungkinkan- lalu pakailah pakaian ihram berupa kain dan selendang (bagi kaum wanita memakai pakaian apa saja yang tanpa berhias), kemudian bacalah :

لبيك عمرة، لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك.

“Aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah. Aku sambut panggilanmu, ya Allah, aku sambut panggilanMu. Aku sambut panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tiada sekutu bagiMu.”

Labbaik artinya ; aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah Haji dan Umrah.

2. Jika sudah sampai di Makkah, lakukanlah tawaf umrah mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad. Lalu shalatlah dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim, dekat dengan Maqam ( kalau mungkin) atau jauh darinya.

3. Setelah selesai shalat dua raka’at, pergilah ke Bukit Shafa untuk melakukan sa’i umrah tujuh kali putaran, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa.

4. Setelah selesai sa’i, pendekkanlah rambut kepala.

Dengan demikian, selesailah palaksanaan ibadah Umrah, dan bukalah pakaian ihram anda lalu gantilah dengan pakaian biasa.

HAJI

1. Pada pagi hari tanggal 8 zulhijjah, berihramlah untuk haji dari tempat tinggal anda dengan mandi terlebih dahulu jika mungkin, lalu pakailah pakaian ihram kemudian ucapkanlah :

لبيك حجاًّ لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لبيك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك.

“Aku sambut panggilanMu untuk menunaikan ibadah Haji. Aku sambut panggilanMu, ya Allah, aku sambut panggilanMu, aku sambut panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tiada sekutu bagiMu.”

2. kemudian pergilah ke Mina. Shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh di sana dengan mengqashar shalat-shalat yang empat raka’at (masing-masing dilakukan pada waktunya tanpa jama’ ta’khir dan jama’ taqdim).

3. Jika matahari telah terbit pada tanggal 9 Zulhijjah pergilah menuju Arafat, shalatlah Zuhur dan Asar di Arafat dengan jama’ taqdim dan qashar (dua raka’at, dua raka’at). Berdiamlah di Arafat sampai matahari terbenam dengan memperbanyak zikir dan do’a sambil menghadap Kiblat.

4. jika matahari terbenam, tinggalkanlah Arafat menuju Muzdalifah. Shalat Maghrib, Isya dan Shubuh di Muzdalifah, lalu berdiamlah di Muzdalifah untuk berdo’a dan zikir sampai mendekati terbitnya matahari. (Jika keadaan anda lemah, tidak mungkin berdesak-desakan saat melampar jumrah, maka diperbolehkan bagi anda untuk berangkat menuju Mina setelah pertengahan malam lalu melempar Jumrah Aqabah sebelum rombongan jemaah datang).

5. Jika telah dekat terbitnya matahari, berjalanlah menuju Mina. Setelah sampai di Mina, lakukanlah hal-hal berikut :

a. melempar Jumrah Aqabah (yaitu jumrah yang paling dekat dengan Makkah) sebanyak tujuh kali lemparan batu kerikil secara beruntun satu persatu, dan bertakbirlah pada setiap kali lemparan.

b. Menyembelih binatang kurban. Makanlah sebagian dagingnya dan bagikanlah kepada kaum fakir (menyembelih binatang kurban ini wajib bagi orang yang melakukan Haji Tamattu’ atau Haji Qiran).

c. Cukurlah dengan bersih rambut kepala anda atau pendekkanlah. Dan mencukur bersih lebih utama daripada sekedar memendekkannya (bagi kaum wanita cukup memotong sebagian rambut kepalanya sepanjang ujung jari).

Tiga hal tersebut di atas –jika mungkin- dilakuan secara berurutan; dimulai dari Melempar Jumrah Aqabah, lalu Menyembelih Binatang Kurban, kemudian mencukur rambut. Tapi jika dilakukan tidak berurutan juga tidak ada masalah.

Setelah melempar dan mencukur rambut, anda bertahallul awwal dan pakailah pakaian biasa. Pada saat ini anda diperbolehkan melakukan larangan-larangan ihram kecuali masalah wanita (yaitu jima’ dengan isteri).

6. Pergilah ke Makkah dan lakukanlah Thawaf Ifadah (Thawaf Haji) kemudian lakukan Sa’i Haji antara Shafa dan Marwa.

Dengan demikian anda telah bertahallul tsani. Pada saat ini anda diperbolehkan melakukan segala larangan ihram sampai masalah wanita.

7. setelah Thawaf dan Sa’i kembalilah ke Mina untuk bermalam di Mina pada malam 11 dan 12 zulhijjah.

8. kemudian lemparlah ketiga jumrah pada hari kesebelas dan kedua belas Zulhijjah setelah matahari tergelincir ke barat (ba’da zawal)([1]), dimulai dari Jumrah Ula (Jumrah yang terjauh dari Makkah), lalu Jumrah Wustha kemudian Jumrah Aqabah. Setiap Jumrah dilempar dengan tujuh kali lemparan batu kerikil secara berurutan dengan bertakbir pada setiap kali lemparan batu. Setelah melempar Jumrah Ula begitu juga setelah melempar Jumrah Wustha, berdo’a kepada Allah sambil menghadap Kiblat. Melempar ketiga Jumrah pada dua hari ini tidak sah jika dilakukan sebelum matahari tergelincir (qabla zawal).

9. Setelah selesai melempar ketiga Jumrah pada hari kedua belas zulhijjah, jika ingin tergesa-gesa meninggalkan Mina maka tinggakanlah Mina sebelum matahari terbenam. Tetapi jika ingin tetap tingal –dan itu lebih utama- bermalamlah sekali lagi di Mina pada malam ketiga belas zulhijjah, lalu lemparlah ketiga Jumrah pada siang hari tanggal ketiga belas tersebut setelah matahari tergelincir (ba’da zawal) seperti yang anda lakukan pada tanggal kedua belas.

10. jika ingin kembali pulang ke negeri anda, lakukanlah Thawaf Wada’ mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran menjelang perjalanan pulang anda. Bagi wanita yang sedang haid dan nifas tidak memppunyai kewajiban thawaf wada’.

ZIARAH MASJID NABAWI

DI MADINAH MUNAWWARAH

1. Pergilah ke Madinah sebelum ibadah haji atau sesudahnya dengan niat ziarah Masjid Nabawi dan melakukan shalat di dalamnya, karena shalat di Masjid Nabawi lebih baik seribu kali dari shalat di tempat lain kecuali di Masjidil Haram.

2. Jika sudah sampai di Masjid Nabawi, lakukanlah shalat Tahiyyatul masjid dua rakaat atau shalat fardhu jika sudah qamat.

3. Lalu pergilah ke kuburan Nabi –shalalllahu alaihi wasallam-, berdirilah di depan kuburan beliau dan sampaikanlah salam dengan mengucapkan :

السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته، صلى الله عليك، وجزاك عن أمتك خيراً

“Semoga salam sejahera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Nabi. Semoga Allah selalu melimpahkan shalawat dan memberikan pahala kebaikan kepadamu.”

Lalu melangkahlah ke sebelah kanan selangkah atau dua langkah untuk berdiri di depan kuburan Abu Bakar t dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan :

السلام عليك يا أبا بكر خليفة رسول الله r ورحمة الله وبركاته، رضي الله عنك وجزاك عن أمة محمد خيراً.

“Semoga salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Abu Bakar Khalifah Rasulullah. Semogga Allah memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.”

Kemudian melangkahlah ke sebelah kanan lagi selangkah atau dua langkah untuk berdiri di depan kuburan Umar dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan :

السلام عليك يا عمر أمير المؤمنين ورحمة الله وبركاته رضي الله عنك وجـــزاك عن أمة محمد خيراً.

“Semoga salam sejahterra, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Umar Amirul mukminin. Semoga Allah memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.”

4. Pergilah ke Masjid Quba’ dalam keadaan suci dan lakukanlah shalat di dalamnya.

5. Pergilah ke Baqi’ da ziarahlah ke kuburan Ustman t, berdirilah di depan kuburan beliau dan sampaikanlah salam kepadanya dengan mengucapkan:

السلام عليكم يا عثمان أمير المؤمنين ورحمة الله وبركاته رضي الله عنك وجزاك عن أمة محمد خيراً.

“Semoga salam sejahtera, rahmat dan berkah Allah selalu dilimpahkan kepadamu, wahai Ustman Amirul mukminin. Semoga Allah selalu memberi keridhaan dan pahala kebaikan kepadamu.”

Juga sampaikanlah salam kepada Muslimin lainnya yang dikuburkan di Baqi’.

6. Pergilah ke Uhud dan ziarahlah ke kuburan Hmzah t dan kuburan para syuhada’ yang lain, serta sampaikanlah salam kepada mereka dan berdo’alah kepada Allah untuk selalu memberikan ampunan, rahmat dan keridhaan kepada mereka.

LAIN LAIN

Wajib bagi orang yang dalam keadaan berihram haji atau umrah hal-hal berikut:

1. Konsisten melaksanakan segala yang diwajibkan oleh Allah berupa syari’at agamaNya, seperti mendirikan shalat pada waktunya dengan berjamaah.

2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah seperti rafast (perkataan cabul), perbuatan fasik dan maksiyat, sebagaimana firman Allah :

] فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولا فسوق ولا جدال في الحج [

“Maka barangsiapa yang telah menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam (masa mengerjakan) haji.” (Al-Baqarah 197).

3. Menjauhkan diri dari perbuatan atau ucapan yang bisa menyakiti sesama orang Islam di tempat-tempat suci maupun di tempat lain.

4. Menjauhkan diri dari segala larangan ihram :

a. Tidak mencabut sesuatupun dari rambut atau kuku. Adapun mencabut duri atau semisalnya maka tidak apa-apa, sekalipun keluar darah.

b. Tidak memakai wangi-wangian di badan, pakaian, makanan dan minumannya setelah berihram. Tidak pula memakai sabun yang berparfum. Sedang wangi-wangian yang dipakai sesaat sebelum berihram maka hal itu tidak apa-apa.

c. Tidak membunuh binatang buruan, yaitu binatang darat yang halal dan pada dasarnya liar.

d. Tidak berhubungan dengan wanita karena nafsu syahwat, baik dengan sentuhan, ciuman atau yang lain atau yang lebih dari itu, yaitu bersetubuh.

e. Tidak melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Tidak pula meminang seorang wanita untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain.

f. Tidak memakai kaos tangan. Kalau sekedar membalut tangan dengan sehelai kain maka hal itu tidak apa-apa.

Hal-hal tersebut adalah larangan-larangan ihram yang berlaku bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan.

Adapun larangan ihram yang khusus untuk kaum laki-laki adalah :

a. Tidak menutupi kepalanya dengan barang yang menempel di kepala. Kalau sekedar memayungi kepalanya dengan payung, atap mobil, kemah, dan membawa barang di kepalanya, hal itu tidak apa-apa.

b. Tidak memakai baju, surban, topi, celana, dan sepatu, kecuali jika memang benar-benar tidak mendapatkan sandal lalu memakai sepatu.

c. Tidak memakai hal-hal yang semakna dengan hal-hal tersebut di atas, tidak mamakai mantel dan sejenisnya, kopiah, kaos dalam dan sejenisnya.

Diperbolehkan bagi kaum laki-laki untuk memakai sandal, cicin, kaca mata, alat bantu pendengaran, jam tangan atau jam yang dikalungkan di lehernya, dan sabuk besar untuk menyimpan bekalnya.

Diperbolehkan pula untuk membersihkan diri dengan tidak memakai wangi-wangian juga diperbolehkan mencuci dan menggaruk kepala dan badannya. Jika kemudian, karena hal itu, rambut terjatuh tanpa disengaja maka hal itu tidak apa-apa.

Adapun bagi kaum wanita dilarang memakai niqab dan burqu’ (sejenis tutup muka). Sesuai dengan sunnah, seorang wanita hendaknya membuka mukanya, kecuali memang dilihat orang laki-laki yang bukan mahramnya maka wajib baginya untuk menutup mukanya di saat ihram maupun di luar ihram.

Alah yang memberi taufiq, semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

BEBERAPA KESALAHAN

YANG DILAKUKAN OLEH SEBAGIAN JAMAAH HAJI

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad (Nabi terahir), para keluarga dan sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau sampai hari pembalasan (hari kiamat).

Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman :

] لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا [.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)

] فآمنوا بالله ورسوله النبي الأمي الذي يؤمن بالله وكلماته واتبعوه لعلكم تهتدون [

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’raf : 158)

]قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم[

“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran : 31)

]فتوكل على الله إنك على الحق المبين[

“Sebab itu bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.” (An Naml : 79)

]فماذا بعد الحق إلا الضلال فأنى تصرفون[

“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu kecuali kesesatan. Maka bagaimanakah kamu bisa dipalingkan (dari kebenaran) itu?” (Yunus : 32)

ِِAyat-ayat tersebut di atas menunjukkan, bahwa segala sesuatu yang menyimpang dari petunjuk dan cara Nabi r adalah batal, sesat dan ditolak. Sebagaimana sabda Nabi r :

[من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد ].

“Barang siapa melakukan perbuatan yang mengada-ada pada urusan kami maka ia ditolak.” (Hadist muttafaq alaih)

Sebagian orang Islam –semoga Allah memberi petunjuk dan taufiq kepada mereka- melakukan beberapa hal dalam masalah ibadah, tidak berdasarkan pada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah r, terutama dalam masalah ibadah Haji, yang sering kali muncul orang-orang yang berani dan tergesa-gesa memberikan fatwa tanpa ilmu pengetahuan, sehingga kedudukan fatwa menjadi ladang bisnis sebagian orang untuk kepentingan materi dan popularitas, serta terjadilah kesesatan dan penyesatan seperti yang telah terjadi.

Seharusnya seorang muslim tidak dengan mudah dan berani memberikan fatwa tanpa ilmu pengetahuan, karena kedudukannya hanya sebagai penyampai ajaran dari Allah, dan semestinya saat memberikan fatwa ingat kepada firman Allah Ta’ala tentang Nabinya r :

]ولو تقوَّل علينا بعض الأقاويل ، لأخذنا منه باليمين، ثم لقطعنا منه الوتين، فما منكم من أحد عنه حاجزين[.

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat tersebut.” (Al-Haqqah : 44-47)

]قل إنما حرم ربي الفواحش ما ظهر منها وما بطن والإثم والبغي بغير الحق وأن تشركوا بالله ما لم ينـزل به سلطانا وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون[

“Katakanlah : Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak orang tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui,” (Al-A’raf : 33)

Dan kesalahan yang sering dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah karena hal tersebut di atas, yaitu akibat fatwa tanpa ilmu pengetahuan dan ikut-ikutan di antara mereka tanpa dalil dan dasar.

Insyaallah akan kami terangkan –dengan pertolongan Allah- Sunnah Nabi r tentang manasik haji yang sering dilakukan secara salah oleh para jamaah haji, dengan memberi panekanan pada kesalahan-kesalahan tersebut.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufiq kepada kita dan memberi manfaat dengan risalah ini kepada saudara-saudara kita kaum muslimin semuanya. Sesunguhnya Allah Pemberi Karunia dan Maha Mulia.

IHRAM DAN BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI

Telah tersebut dalam Hadist Shahih Bukhari-Muslim dan yang lain-lain dari Ibnu Abbas t bahwa Nabi telah menentukan miqat untuk penduduk Madinah di Zul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk najed di Qarn, dan penduduk Yaman di Yalamlam. Dan sabda beliau yang artinya :

“Tempat-tempat tersebut adalah miqat untuk penduduk masing-masing tempat tersebut, dan juga untuk orang-orang (bukan penduduk tempat tersebut) yang datang ke tempat tersebut, yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah.”

Dari Aisyah r,a, bahwa Nabi r telah menetapkan miqat penduduk Iraq di Zdatu Irq (riwayat Abu Daud dan Nasa’I).

Miqat-miqat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah r ini merupakan batasan-batasan agama yang telah ditetapkan secara tauqify, yang diwariskan dari Pembuat Syari’at, yang tak seorangpun dibolehkan merobah, melanggar, atau melampauinya tanpa ihram bagi yang hendak menunaikan ibadah haji atau umrah, karena hal itu berarti pelanggaran terhadap batasan-batasan (hukum-hukum) Allah, dan Allah Ta’ala telah berfirman :

]ومن يتعدّ حدود الله فأولئك هم الظالمون[

“Dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah : 229)

Dan karena Nabi Muhammad r juga telah bersabda dalam hadits Ibnu Umar t

[يهل أهل المدينة من ذي الحليفة، ويهل أهل الشام من الجحفة، ويهل أهل نجد من قرن].

“Penduduk Madinah bertalbiah dari Zul Hulaifah, penduduk Syam bertalbiah dari Juhfah, dan penduduk Najed dari Qarn.”

Hadits ini bentuknya berita tapi mempunyai makna perintah. Bertalbiah artinya : bersuara keras dengan talbiah, dan ini dilakukan setelah ihram. Maka ihram dari miqat-miqat tersebut hukumnya wajib bagi yang hendak haji dan umrah, jika melewatinya atau melewati tempat yang sejajar dengannya, baik yang datang melalui darat, laut, atau udara.

Jika datang melalui darat, hendaknya turun di miqat tersebut jika melewatinya, atau turun di tempat yang sejajar dengan miqat tersebut jika tidak melewatinya, kemudian melakukan hal-hal yang harus di kerjakan pada saat ihram, seperti : mandi, memakai wangi-wangian di badannya, memakai pakaian ihram, dan kemudian niat ihram sebelum berangkat.

Jika melalui laut, hendaknya mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram pada saat kapalnya berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, lalu niat ihram sebelum kapal berangkat. Tapi jika kapalnya tidak berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, maka pekerjaan-pekerjaan tersebut (mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram) hendaknya dilakukan sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, sedang niat ihram, baru dilakukan saat kapal melewati tempat tersebut.

Jika melalui udara, hendaknya mandi terlebih dahulu ketika akan naik kapal, lalu memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melakukan niat ihram beberapa saat sebelum kapal melewati tempat tersebut, tanpa harus menunggu kapal melewatinya, karena kapal terbang akan lewat dengan cepat tanpa memberi kesempatan untuk niat. Jika niat ihram dilakukan sebelum kapal melewati tempat tersebut untuk suatu kehati-hatian, maka hal itu tidak apa-apa karena tidak berbahaya.

Kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah, bahwa mereka tidak ihram ketika kapal mereka lewat di atas miqat atau lewat di atas tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melaksanakan ihram saat sudah turun di Airport Jeddah. Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi r dan melanggar hukum-hukum Allah –subhanahu wata’ala.

Di dalam Shahih Bukhari dari Abdullah bin Umar t, berkata : ketika dua kota ini di buka, yakni bashrah dan kufah, orang-orang datang kepada Umar t sambil berkata : “Wahai Amirul mukminin, sesunguhnya Nabi r telah menentukan batas miqat bagi penduduk Najed dan Qarn, tapi tempat itu di luar jalan yang kita lalui, dan kalau kita ingin datang ke tempat tersebut sangat sulit bagi kita.” Umar memjawab : “Maka carilah tempat yang sejajar dengan tempat tersebut dari jalan yang kalian lewati.” Dengan demikian Amirul mukminin, salah seorang khulafaurrasyidin, telah menentukan miqat untuk orang yang tidak melewati miqat-miqat yang telah ditentukan di tempat yang sejajar dengan miqat-miqat tersebut. Maka barangsiapa melewati tempat yang sejajar dengan miqat (di atas udara) sama hukumya dengan orang yang melewati tempat yang sejajar dengan miqat tersebut lewat darat, keduanya tidak ada bedanya.

Jika seseorang melakukan kesalahan ini lalu turun di Jeddah tanpa ihram, maka dia wajib kembali ke miqat yang di lewatinya di atas udara lalu melakukan ihram dari tempat tersebut. Jika tidak kembali dan hanya melakukan ihram dari Jeddah, maka menurut kebanyakan ulama wajib baginya membayar fidyah dengan binatang yang di sembelih di Makkah, dan seluruh dagingnya dibagikan kepada fuqara’ Makkah, tidak boleh makan darinya atau menghadiahkan sebagian kepada orang kaya, karena fidyah (binatang tersebut) berfungsi sebagai kaffarah (penghapus dosa).

THAWAF

DAN BEBERAPA KESALAHAN FI’LIYAH YANG TERJADI

Telah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau memulai thawaf dari Hajar Aswad pada rukun Yamani sebelah timur Ka’bah, mengelilingi seluruh Ka’bah di luar Hijr Isma’il. Beliau melakukan thawaf dengan raml (jalan cepat) hanya pada tiga putaran pertama saat thawaf qudum (thaawaf pertama kali sampai di Makkah). Dalam thawaf, beliau pernah memegang Hajar Aswad dan menciumnya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tangannya lalu mencium tangannya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tongkatnya, kemudian mencium tongkat tersebut sedang beliau di atas ontanya. Beliau melakukan thawaf di atas ontanya dan memberi isyarat pada Hajar aswad setiap kali melewatinya. Juga telah tersebut dalam hadis shahih dari beliau, bahwa beliau pernah memegang Rukun Yamani.

Perbedaan cara memegang Hajar Aswad tersebut di atas dilakukan –walahu a’lam- sesuai dengan kemungkinan dan kemudahan yang ada, jika mudah dan mungkin, beliau memegangnya, dan jika tidak mungkin, beliau tidak memegangnya. Dan pekerjaan memegang, mencium dan memberi isyarat tersebut hanya merupakan bentuk ibadah dan bukan keyakinan bahwa Hajar Aswad itu sendiri dapat memberi mamfaat atau mudharat. Disebutkan dalam shahih Bukhari-Muslim bahwa Umar t pernah berkata : “sesunguhnya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa, yang tidak bisa mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak pernah melihat Nabi r menciummu, tentu aku tak akan menciummu.”

Beberapa kesalahan yan biasa dilakukan sebagian jamaah haji :

1. Memulai thawaf dari sebelum Hajar Aswad dan Rukun Yamai. Ini merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan dalam agama, yang dilarang oleh Nabi r. Perbuatan ini, dalam beberapa segi, mirip seperti memulai puasa Ramadhan sehari atau dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan yang jelas-jelas dilarang oleh Nabi r.

Adapun pengakuan sebagian jamaah haji bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya kehati-hatian (ihtiyath), maka hal itu tidak bisa diterima, karena kehati-hatian yang sebenarnya dan bermanfaat adalah mengikuti syari’at dan tidak mendahului Allah dan Rasulnya.

2. Melakukan thaawaf dalam keadan ramai dan berdesak-desakan, hanya mengelilingi bangunan Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijir Ismail, dimana mereka masuk dari pintu Hijir Ismail dan keluar melalui pintu di seberangnya. Hal ini merupakan kesalahan yang besar, dam tidak sah thawaf yang demikian, karena berarti belum mengelilingi seluruh Ka’bah tapi baru mengelilingi sebagian saja.

3. Thawaf dengan raml (jalan cepat) pada seluruh putaran.

4. Berdesak-desakan untuk mencapai Hajar Aswad agar dapat menciumya, sehingga kadang-kadang bisa menyebabkan saling bunuh, saling caci maki, dan terjadilah pukul-memukul dan ucapan-ucapan mungkar yang tak layak dilakukan, juga tak layak dilakukan di tempat yang suci ini, Masjidil Haram, di bawah lindungan Ka’bah, yang membatalkan thawaf, bahkan bisa membatalkan ibadah haji secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

]الحج أشهر معلومات فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولا فسوق ولا جــدال في الحج[

“(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan dalam melaksanakan haji.” Al-Baqarah : 197)

Berdesak-desakan ini bisa menghilangkan kekhusyu’an dan melupakan zikir pada Allah, padahal keduanya merupakan tujuan yang paling agung dari ibadah thawaf ini.

5. keyakinan sebagian jamaah, bahwa Hajar Aswad itu memberikan manfaat. Maka bisa anda lihat, setelah mereka memegangnya, ada yang mengusapkan tangannya ke seluruh anggota badannya atau mengusapkan tangannya kepada anak-anaknya yang bersama mereka. Semua ini adalah suatu kebodohan dan kesesatan. Karena manfaat dan madharat hanya dari Allah Ta’ala semata, sebagimana telah di sebutkan dalam ucapan Amirul Mukminin Umar t :

[إني لأعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، ولولا أني رأيت النبي r يقبلك ما قبلتك].

“Sesungguhya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa yang tidak mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak melihat Nabi r menciummu tentu aku tak akan menciummu.”

6. Sebagian jamaah haji memegang seluruh rukun Ka’bah, bahkan mungkin memegang seluruh tembok Ka’bah dan mengusapnya. Hal ini merupakan kebodohan dan kesesatan, karena pekerjaan memegang ini adalah suatu bentuk ibadah dan pengagungan kepada Allah Azza Wa Jalla. Maka dalam hal ini wajib melakukan berdasarkan pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah r dan tidak memegang Ka’bah kecuali dua rukun yamani (Hajar Aswad yang terletak pada rukun yamani timur) dan rukun Yamani barat.

Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Mujahid dari Ibnu Abbas t. bahwa dia pernah melakukan thawaf bersama Muawiyah t. dan Muawiyah memegang seluruh Rukun Ka’bah, maka Ibnu Abbas t. bertanya : “Kenapa anda memegang dua rukun ini (selain rukun yamani) padahal Rasulullah r tidak pernah memegangnya” Muawiyah menjawab: “tidak ada sesuatupun dari Ka’bah ini yang harus dijauhi.” Kemudian Ibnu Abbas t menimpali dengan menyebut firman Alah subhanahu wataala yang artinya:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.”

Jawab Mu’awiyah : engkau benar.”

THAWAF DAN BEBERAPA KESALAHAN

QAULIYAH YANG TERJADI

Tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau bertakbir setiap kali sampai pada Hajar Aswad. dan pada antara rukun Yamanai dan Hajar Aswad beliau membaca do’a :

}ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار{.

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkan kami dari siksaan api neraka.”

Dan beliau bersabda yang artinya :

“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, di Shafa dan Marwa, dan melempar Jumrah ditetapkan untuk mendirikan zikir kepada Allah.”

Kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji dalam hal ini adalah menghususkan do’a-do’a tertentu pada setiap putaran dan tidak membaca do’a yang lain. Sehingga sering terjadi pemenggalan atau pemotongan do’a meskipun tinggal satu kata karena satu putaran telah sempurna sebelum do’anya selesai lalu berpindah kepada bacaan do’a lain yang khusus untuk putaran berikutnya. Begitu juga jika bacaan do’anya selesai sebelum putaran habis, ia hanya diam saja dan tidak membaca apa-apa.

Tidak pernah disebutkan dari Rasulullah r bahwa dalam thawaf ada do’a khusus untuk setiap putaran. Syekh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- pernah mengatakan : “tidak ada di dalamnya(yakni thawaf) zikir tertentu dari Rasulullahr baik dengan perintah, ucapan, atau ajarannya. Bahkan beliau membaca do’a dalam thawaf dengan semua do’a-do’a yang masyru’. Dan apa yang dibaca oleh kebanyakan orang berupa do’a tertentu di bawah mizab dan yang serupa tidak mempunyai dasar dan alasan.”

Untuk itu, seorang yang sedang thawaf hendaknya berdo’a dengan do’a apa saja yang disenanginya dari kebaikan dunia dan akhirat, dan menyebut Allah dengan zikir-zikir yang masyru’ berupa : tasbih, tahmid, tahlil, takbir, atau membaca Al-Qur’an.

Diantara kesalahan yang dilakukan sebagian jamaah adalah mengambil do’a dari kumpulan do’a-do’a (yang sudah terbukukan), kemudian berdo’a dengan do’a-do’a tersebut tanpa tahu maknanya. padahal do’a-do’a tersebut mungkin saja ada yang salah cetak atau salah tulis yang mengakibatkan maknanya bertolak belakang, sehingga do’a tersebut bukan untuk kebaikan dirinya tapi justru untuk kejelekan dirinya tanpa disadari. Kami pernah menyaksikan keanehan yang unik ini.

Andaikata orang yang sedang thawaf tersebut berdo’a kepada Tuhannya dengan do’a-do’a yang ia kehendaki, yang ia ketahui, dan ia harapkan maksud do’a tersebut terlaksana, tentu labih baik dan tentu lebih bermanfaat baginya, dan berarti lebih mengikuti Rasulullah r.

Di antar kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah thawaf berombongan dibawah pimpinan seorang komando yang membacakan do’a untuk mereka dengan suara keras dan diikuti oleh rombongannya dangan satu suara, sehinga suara-suara keras bermunculan dan terjadilah suara ribut, orang lain yang sedang thawaf terganggu, dan tidak tahu apa yang sedang dibaca. Hal ini bisa menghilangkan kekhusyu’an dan mengganggu saudara-saudara kita hamba-hamba Allah Ta’ala di tempat yang aman ini. Padahal Rasulullah r pernah mendatangi orang-orang yang shalat dan bersuara keras dalam bacaan mereka, dan beliau bersabda :

[كلكم يناجي ربه، فلا يجهر بعضكم على بعض في القرآن].

“Masing-masing anda sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka hendaknya masing-masing jangan saling bersuara keras dalam bacaan Al-Qur’an.” (Riwayat Malik dalam Muwatta’, dan Ibnu Abdil Barr mengatakan: hadits tersebut shahih).

Alangkah baiknya, jika sang komando ketika sampai di Ka’bah bersama rombongannya berhenti terlebih dahulu dan meminta kepada mereka untuk melakukan ini dan itu, dan berdo’a dengan do’a apa saja yang mereka sukai, sehingga dia dapat thawaf dengan mereka tanpa terjadi kesalahan dan dapat thawaf dengan khusyu’ dan thuma’ninah (tenang), sambil berdo’a kepada Tuhan mereka (dengan penuh harap dan rasa takut) dengan do’a-do’a yang mereka sukai, mereka ketahui maknanya, mereka inginkan terkabulkan maknanya, dan orang lain dapat terselamatkan.

SHALAT SUNNAH THAWAF DAN KESALAHAN YANG TERJADI

Tersebut dalam hadits shahih dari Rasulullah r bahwa setelah selesaai thawaf beliau menuju ke Maqam Ibrahim lalu mengucapkan:

]واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى[

“Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim tempat shalat.” (Al-Baqarah: 125)

Kemudian beliau shalat dua raka’at, sementara posisi maqam Ibrahim berada di antara beliau dan Ka’bah. Pada rakaat pertama membaca surat Al-Ftihah dan Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas.

Kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji di sini adalah angapan mereka, bahwa shalat dua rakaat harus dilakukan dekat dengan Maqam Ibrahim, sehingga terjadilah desak-desakan, menyakiti orang lain yang sedang thawaaf, dan mengganggu jalannya thawaf mereka. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah, karena shalat dua rakaat setelah thawaf sah dilakukan dimana saja di Masjidil Haram; bisa di belakang Maqam Ibrahim sehingga posisi maqam Ibrahim terletak antara dia dan Ka’bah meskipun agak jauh, bisa juga shalat di halaman (lingkaran) masjid, atau bisa pula di serambi masjid, sehingga dapat terhindar dari aniaya orang lain; tidak menyakiti orang lain dan tidak disakiti, dan dapat shalat dengan khusyu’ serta tenang.

Alangkah baiknya, jika para petugas di Masjidil Haram melarang orang-orang yang menyakiti dan mengganggu orang yang sedang thawaf dengan melakukan shalat dekat dengan maqam tersebut, dan memberi penerangan kepada mereka bahwa shalat di dekat Maqam bukan syarat sahnya shalat dua raka’at setelah thawaf.

Kesalahan yang lain; bahwa sebagian jamaah, setelah selesai melakukan shalat dua rakaat, berdiri dan berdo’a bersama-sama dengan suara keras di bawah pimpinan komando mereka, sehinga menggangu orang lain yang sedang shalat di belakang Maqam. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:

]ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين[

“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf:55)

NAIK BUKIT SHAFA DAN MARWA, DO’A DI ATAS

DUA BUKIT, BERLARI KECIL ANTARA DUA TANDA,

DAN KESALAHAN YANG TERJADI

Tersebut dalam hadits shahih dari Rasulullah r bahwa ketika mendekati bukit shafa beliau membaca:

]إن الصفا والمروة من شعائر الله[

“Sesunguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah.” (Al-Baqarah : 158)

Kemudian naik ke atas sampai dapat melihat Ka’bah, lalu memghadap Ka’bah, mengangkat kedua tangannya, membaca tahmid, dan berdo’a apa saja yang di ingini. Mengesakan dan membesarkan Allah, dan mengucapkan :

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر، لا إله إلا الله وحده، أنجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَه وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَه.

“Tiada tuhan (yang haq untuk disembah) kecuali Allah semata, yang tiada sekutu bagiNya. Hanya bagiNya segala kerajaan, dan hanya bagiNya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan (yang haq untuk disembah) selain Allah semata, yang menepati janjiNya, dan memenangkan hambaNya serta menghancurkan golongan kafir, dengan tanpa dibantu siapapun.”

Berdo’a setelah itu, lalu membaca bacaan seperti di atas tiga kali. Kemudian turun sambil berjalan biasa. Saat kedua telapak kakinya menginjak tengah lembah (antara dua tanda hijau), beliau berlari kecil sampai melewatinya, lalu berjalan biasa sampai ke bukit Marwa, dan melakukan seperti yang beliau lakukan di atas bukit Shafa.

Kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang sedang melakukan sa’i di sini adalah bahwa ketika naik ke bukit Shafa dan Marwa mereka menghadap Ka’bah, bertakbir tiga kali dan mengangkat tangan sambil mengisyaratkan dengan tangan mereka sebagaimana mereka lakukan dalam shalat, kemudian turun dari bukit. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah r. Untuk itu, hendaknya mereka melakukan sesuai dengan sunnah jika mungkin, atau meninggalkan kesalahan tersebut dan tidak megada-ada sesuatu perbuatan yang belum pernah dilakukan olen Nabi r.

Kesalahan yang lain; mereka berlari kecil mulai dari shafa sampai Marwa dan dari Marwa ke Shafa. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah. Karena lari kecil (menurut sunnah) hanya dilakukan pada dua tanda hijau saja, sedang sisanya hanya dilakukan jalan biasa. Hal ini sering terjdi mungkin karena ketidakmengertian atau karena tergesa-gesa ingin segera selesai sa’i. Wallahul Musta’an.

WUQUF DI ARAFAH

DAN KESALAHAN YANG TERJADI

Tersebut dalam hadis shahih dari Rasulullah r bahwa beliau berdiam di Namirah pada hari arafah sampai matahari tergelincir, kemudian naik kendaraannya lalu turun untuk shalat Zhuhur dan Ashar masing-masing dua rakaat dijama’ taqdim dengan satu azan dan dua qamat. Kemudian naik kendaraannya lagi sampai ke tempat pemberhentiannya ( wuquf) dan berhenti lalu berkata :

[وقفت ههنا، وعرفة كلها موقف.]

“Aku wuquf di sini, dan Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf .”

Dan beliau tetap wuquf di Arafah sambil menghadap qiblat, mengangkat kedua tangannya, berzikir dan berdo’a kepada Allah sampai matahari terbenam dan hilang bulatannya, lalu berangkat ke Muzdalifah.

Beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian jamaah haji :

1. Mereka turun di luar batas daerah Arafah dan berdiam (berhenti) di tempat masing-masing (di luar daerah arafah) sampai matahari terbenam, kemudian menuju ke Muzdalifah tanpa wuquf di Arafah, ini merupakan kesalahan yang besar, karena wuquf di Arafah merupakan salah satu rukun Haji yang tak sah Haji seseorang tanpa wuquf di Arafah. Maka barang siapa tidak wuquf di Arafah pada saat wuquf, hajinya tidak sah, sebagaimana sabda Rasulullah r :

[الحج عرفة، من جاء ليلة جمع قبل طلوع الفجر فقد أدرك].

“Haji itu adalah wuquf di Arafah. Barang siapa datang pada malam pertemuan tersebut sebelum fajar berarti wuqufnya sah.”

Kesalahan yang fatal terjadi karena mereka tertipu oleh sebagian jamaah. Sebagian jamaah ada yang turun sebelum sampai daerah Arafah tanpa memperhatikan tanda-tanda batas daerah Arafah, sehinga haji mereka tidak sah dan orang lain yang datang kemudian tertipu mengikutinya dan tidak sah pula hajinya.

Alangkah baiknya, para petugas haji memberi pengumuman kepada orang-orang dangan cara yang bisa menjangkau mereka semua dengan berbagai bahasa, sehinga mereka dapat mengerti secara jelas masalah mereka dan dapat melaksanakan haji secara sempurna. Dengan demikian bebaslah tanggung jawab.

2. Mereka meninggalkan Arafah sebelum matahari terbenam. Perbuatan ini adalah haram, karena bertentangan dengan sunnah Rasulullah r yang berwuquf sampai matahari terbenam dan hilang bulatannya. Di samping itu, meningalkan Arafah sebelum matahari terbenam adalah perbuatan orang-orang jahiliyah.

3. Mereka menhadap ke jabal Arafah saat berdo’a sementara Kiblat berada di belakang, kiri, atau kanan mereka. Hal ini bertentangan dengan sunnah Rasulullah r yang berdo’a sambil menghadap Kiblat.

MELEMPAR JUMRAH

DAN KESALAHAN YANG TERJADI

Tersebut dalam hadits shohih dari Nabi r bahwa beliau melempar jumrah yang terjauh dari Makkah, dengan tujuh batu kerikil pada pagi hari raya kurban sambil bertakbir pada setiap lemparan satu kerikil. Setiap kerikil besarnya seperti kerikil untuk pelenting sejenis ketepil atau lebih besar sedikit dari biji kacang himsh. Dalam sunan Nasa’i dari hadits Fadhl bin Abbas t. yang berboncengan dengan Rasulullah dari Muzdalifah ke Mina mengatakan : maka beliau, yakni Nabi r turun di lembah Muhassir dan bersabda :

“Hendaklah kalian mengambil batu kerikil ketapel yang akan dipakai melempar Jumrah.”

Dan Nabi r memberi isyarat dengan tangannya seperti orang sedang melempar.

Dalam Musnad Imam Ahmad dari Ibnu Abbas r.a. Yahya berkata bahwa Auf tidak jelas Abdullah atau al-Fadl mengatakan : Rasulullah r berkata padaku pada pagi hari lempar jumrah Aqabah sedang beliau berhenti di atas kendaraanya: “ ambilkan untukku”. Maka aku ambilkan untuk beliau beberapa batu kerikil sebesar kerikil untuk ketapel, kemudian beliau mletakkannya si tangannya, dan bersabda dua kali dengan tangannya : “ya seperti kerikil-kerikil tadi.” Kemudian sabdanya [إياكم والغلو، فإنما هلك من كان قبلكم بالغلو في الدين].

“Awas jangan berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya ummat sebelum kamu hancur karena berlebih-lebihan dalam agama.”

Dari Ummu Sulaiman bin Al-Ahwash r.a. berkata: aku pernah melihat Nabi r melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah pada hari raya kurban dan beliau bersabda :

[با أيها الناس، لا يقتل بعضكم بعضا إذا رميتم الجمرة فارموها بمثل حصا الخذف].

“Hai manusia, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain. Dan jika kalian mlempar Jumrah, lemparlah dengan yang semisal dengan kerikil untuk ketepil.” (riwayat Ahmad).

Dalam shahih Bukhari dari Ibnu Umar ra, bahwa ia pernah melempar Jumrah Shugra sebanyak tujuh batu kerikil dengan bertakbir pada setiap lemparan, kemudian menuju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap Kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Lalu melempar Jumrah wustha dengan tujuh batu kerikil dengan bertakbir pada setiap lemparan, kemudian maju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah tanpa berdiri lagi (untuk berdoa) di tempat tersebut, tapi terus pergi serta berkata: “demikianlah aku melihat Nabi r malakukannya.”

Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Nabi r pernah bersabda:

[إنما جعل الطواف بالبيت وبالصفا والمروة ورمي الجمار لإقامة ذكر الله].

“Sesunggunnya thawaf di Baitullah, di shafa dan Marwa, serta melempar jumrah ditetapkan untuk mendirikan zikir kepada Allah.”

Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah :

1. Keyakinan mereka, bahwa batu kerikil harus diambil dari Muzdalifah, sehingga mempersulit mereka sendiri dengan harus mencarinya di tengah malam dan membawanya pada hari-hari Mina. Pernah terjadi, seseorang kehilangan satu batu kerikilnya dan sedihnya bukan kepalang. Dia minta tolong kawannya untuk dapat memberikan kepadanya kerikil yang diambil dari Muzdalifah. Padahal sudah jelas hal itu tidak ada dasarnya dari Nabi r dan beliau pernah memerintahkan Ibnu Abbas ra untuk mengambilkan kerikil sementara belliau berada di atas kendaraan. Tampaknya waktu itu beliau sedang berada di Jumrah, dan karena saat itulah waktu memerlukannya; maka beliau tidak pernah memerintahkan untuk mengambil kerikil sebelum di Jumrah, karena hal itu tidak perlu dan merepotkan dalam membawanya.

2. Keyakinan mereka, bahwa dengan melempar Jumrah, berarti melempar setan. Untuk ini, mereka menyebut setan untuk masing-masing jumrah, sehinga mereka katakan: “Kami telah melempar setan besar dan setan kecil, atau kami telah melempar bapaknya setan, yakni Jumrah Kubra dan Jumrah aqabah.” Begitulah mereka melakukan beberapa hal yang tidak layak dilakukan di tempat-tempat syiar ibadah ini. Anda bisa melihat mereka melempar batu kerikil dengan keras, teriakan, caci maki pada setan-setan tersebut sebagaimana anggapan mereka. Kami pernah menyaksikan seorang naik ke atas Jumrah dengan penuh kedongkolan, memukulnya dengan sandal dan batu-batu besar dengan kemarahan dan emosi, sementara beberapa batu kerikil dari orang lain menimpanya, yang menyebabkan semakin marah dan dongkol dalam memukul Jumrah, dan orang-orang di sekelilingnya tertawa terbahak-bahak seakan-akan menyaksikan pemandangan sandiwara yang lucu. Hal itu pernah kami saksikan sebelum jembatan dan tiang-tiang jumrah dibangun.

Hal ini semua terjadi karena keyakinan, bahwa mereka melempar setan, yang sebenarnya tidak ada dalil yang benar yang dapat dijadikan dasar. Dan sebagaimana anda telah ketahui sebelumya bahwa hikmah disyari’atkan melempar jumrah adalah untuk mendirikan zikir kepada Allah Azza wajalla, dan untuk itulah mengapa Nabi r bertakbir pada setiap lemparan batu kerikil.

3. Mereka melempar dengan kerikil-kerikil besar, sepatu atau sandal, seperti pantopel (sepatu boot), dan kayu. Hal ini adalah suatu kesalahan yang besar dan bertentangan dengan apa yang disyari’atkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatan dan perintahnya, dimana beliau melempar hanya dengan batu kerikil sebesar kerikil untuk pelenting ketepil dan memerintahkan ummatnya melempar jumrah dengan kerikil sebesar itu, serta mengingatkan mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Kesalahan besar ini terjadi karena keyakinan mereka, bahwa mereka sedang melempar setan.

4. Mereka maju mendekati jumrah dengan paksa dan kekerasan tanpa rasa khusyu’ kepada Alah dan tanpa rasa kasih sayang kepada sesama hamba Allah yang lain, sehingga dengan perlakuan kasar tersebut terjadilah penganiayaan dan gangguan terhadap orang lain, dan terjadi pula saling caci maki dan saling pukul. Hal ini dapat merubah suasana ibadah dan tempat ibadah ini menjadi pemandangan saling caci dan saling bunuh, menyebabkan mereka keluar dari tujuan disyari’atkan ibadah ini dan keluar dari apa yang dilakukan oleh nabi r.

Di dalam Musnad dari Qudamah bin Abdullah bin Ammar berkata:

[رأيت النبي r يوم النحر يرمي جمرة العقبة على ناقة صهباء لا ضرب ولا طرد ولا إليك إليك].

“Aku melihat Nabi r pada hari raya kurban melempar Jumrah Aqabah di atas onta blonde, tanpa pukulan, tanpa dorongan, tanpa sikut sintung (tanpa bilang; kamu minggir, kamu minggir).” (riwayat Tirmizi dan katanya; hadits ini hasan shahih).

5. Mereka tidak berdo’a setelah melempar Jumrah Peertama (Jumrah shughra dan kedua (Jumrah wustha) pada hari-hari tasyriq. Padahal Nabi r setelah melempar keduanya berdiam diri, menghadap Kiblat sambil mengangkat kedua tangannya dan berdo’a dengan do’a yang panjang.

Orang-orang tidak berdo’a setelah melempar jumrah pertama dan tidak pula berdo’a setelah melempar jumrah kedua, mungkin karena ketidaktahuan mereka tentang sunnah Rasulullah dalam hal ini atau mungkin karena ingin cepat selesai dari ibadah haji.

Alangkah baiknya, jika para jamaah haji telah belajar terlebih dahulu hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah haji sebelum melakukan haji agar dapat beribadah kepada Allah dengan penuh pengetahuan dan ilmu, serta dapat mengikuti sunnah Rasulullah. Orang yang akan bepergian ke suatu negara saja bertanya-tanya tentang jalan yang akan dilewati sehingga dapat sampai ke negara tersebut dengan pengetahuan yang cukup, bagaimana halnya dengan orang yang ingin melewati jalan menuju kepada Allah subhanahu wata’ala dan surgaNya??, tentu baginya lebih perlu dan lebih harus bertanya terlebih dahulu sebelum melewati jalan tersebut sehingga sampai ke tujuan.

6. Mereka melempar seluruh kerikil (tujuh batu kerikil) sekali gus dengan satu kepalan Seharusnya, mereka melempar batu kerikil satu demi satu sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi r.

7. Mereka menambah beberapa ucapan do’a yang tidak pernah diucapkan oleh Nabi r pada saat melempaar, seperti bacaan mereka:

اللهم اجعلها رضاً للرحمن وغضباً للشيطان

“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai keridhaan bagi Allah dan kemarahan bagi setan.”

Bahkan bisa jadi, mereka mengucapkan hal itu saat melempar Jumrah tapi justru tidak mengucapkan takbir sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi r.

Yang paling utama, hendaknya cukup dengan membaca takbir, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi r tanpa di tambah dan dikurangi.

8. Mereka meremehkan atau seenaknya melempar Jumrah dengan mewakilkan kepada orang lain, padahal mereka mampu melakukannya sendiri. Mereka melakukan hal itu (mewakilkan kepada orang lain) agar terbebas dari repotnya berdesak-desakan dan kesulitan melempar. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala untuk menyempurnakan Haji, sebagaimana firmannya:

}وأتموا الحج والعمرة لله{

“Dan sempurnakan ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Al-Baqarah: 196).

Seharusnya orang yang mampu melempar jumrah hendaknya melakukannya sendiri dan dapat bersabar terhadap kesulitan dan keletihan, karena ibadah haji memang merupakan jihad yang mengandung kesulitan dan pengorbanan.

Untuk itu, jamaah hendaknya bertaqwa kepada Tuhannya dan menyempurnakan ibadahnya, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah kepadanya untuk melakukan ibadah tersebut manakala mampu melaksanakannya.

THAWAF WADA’

DAN KESALAHAN YANG TERJADI

Tersebut dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas ra berkata : “Beliau (Nabi r) memerintahkan orang-orang agar saat-saat akhir mereka adalah (thawaf) di Ka’bah, hanya beliau meringankan untuk wanita yang sedang haid.” Dalam lafazh Muslim dari Ibnu Abbas r.a. juga mengatakan : orang-orang pernah pergi (meninggalkan Makkah) disegala penjuru, maka Nabi r bersabda yang artinya:

“Hendaknya tak seorangpun pergi meninggalkan Makkah, kecuali saat-saat akhirnya adalah di Ka’bah.”

Diriwayatkan jug oleh Abu Daud dengan lafazh:

“Kecuali saat-saat akhirnya adalah thawaf di Ka’bah.”

Dalam shahih Bukhari-Muslim dari Ummu salamah ra berkata: “Aku melapor kepada Nabi r bahwa aku sakit. Maka beliau bersabda: “Berthawaflah kamu di atas kendaraan dari belakang orang-orang”, kemudian aku thawaf sementara Rasulullah r shalat di samping Ka’bah sambil membaca surat Ath-thur.”

Dalam Nasa’i dari Umu Salamah r.a. juga berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak keluar (thawaf wada’). Beliau mengatakan: Jika qomat untuk shalat telah berbunyi, berthawaflah kamu di atas ontamu dari belakang orang-orang.”

Dalam shahih Bukhari – Muslim dari Aisyah r.a. bahwa Shofiyah r.a. haidh setelah thawaf Ifadah, Nabi r bertanya : apakah ia menahan kita? Mereka menuawab : Ia telah melakukan thowaf Ifadah. Maka Nabi bersabda : “kalau begitu biarkan ia pergi”.

Dalam Muwatta’ dari Abdullah bin Umar bin khattab r.a. bahwa Umar r.a. berkata : “Tak seorangpun dari jamaah haji meninggalkan haji sampai ia thawaf di Ka’bah, karana ibadah yang terahir dari haji adalah thawaf di Ka’bah.”

Dalam Muwatta’ dari Yahya bin Said bahwa Umar t pernah mengembalikan seorang dari Marruzh-zhahran yang belum thawaf wada’ di Ka’bah untuk melakukan thawaf wada’.

Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah:

1. mereka turun dari Mina, pada hari Nafar, sebelum melempar jumrah, untuk thawaf wada’, kemudian kembali lagi ke mina untuk melempar jumrah lalu lengsung pulang ke negara mereka dari situ. Ini tidak boleh, karena bertentangan dengan perintah Nabi r bahwa saat terahir para jamaah haji adalah di Ka’bah. Orang yang melempar jumrah setelah thawaf wada’ berarti telah menjadikan saat-saat ahirnya adalah di Jumrah dan tidak di Ka’bah. Nabi r sendiri juga tidak pernah thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, setelah seluruh ibadah Haji beliau selesai. Beliau juga bersabda :

[خذوا عني مناسككم].

“Ambillah dariku tata cara ibadah (haji) kalian.”

Hadits-hadits Umar bin Khattab r.a. cukup jelas dan tegas, bahwa thawaf wada di Ka’bah adalah ahir pelaksanaan ibadah haji. Maka, barangsiapa thawawf wada’ kemudian melempar jumrah setelah itu, thawafnya tidak sah dan wajib mengulangi thawafnya setelah melempar, jika tidak, hukumnya seperti orang yang meninggalkan thawaf wada’.

2. Mereka tetap berada di Makkah setelah thawaf wada’, sehingga saat-saat ahirnya tidak di Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan dan diterangkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatannya. Nabi r telah memerintahkan agar saat-saat ahir jamaah haji adalah di Ka’bah dan beliau sendiri tidak thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, begitu juga para sahabat beliau melakukan. Hanya para ulama’ memberikan keringanan (membolehkan) untuk tetap berdiam di Makkah setelah thawaf wada’ kepada orang yang memang benar-benar mempunyai kepentingan yang besar, seperti: harus shalat terlebih dahulu karena qamat untuk shalat telah berbunyi, datang jenazah dan harus ikut menshalatkannya, atau ada keperluan yang berkenaan dengan perjalanannya seperti membeli barang, menunggu teman dan lain sebagainya.

Adapun jika berdiam di Makkah, setelah thawaf wada’, tanpa alasan-alasan yang diperbolehkan, maka wajib baginya mengulangi thawaf wada’nya kembali.

3. Mereka keluar dari masjid setelah thawaf wada’ dengan berjalan mundur, dengan anggapan hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan sunnah, bahkan termasuk perbuatan bid’ah yang diperingatkan oleh Rasulullah r dan sabda beliau :

[كل بدعة ضلالة].

“setiap bid’ah adalah sesat.”

Bid’ah adalah hal baru yang diada-adakan, berupa akidah atau ibadah, yang bertentangan dengan yang ada pada masa Rasulullah r dan khulafaur Rasyidin.

Apakah orang yang meninggalkan Ka’bah dengan berjalan mundur untuk menghormati Ka’bah –sebagaimana anggapan mereka- lebih menghormati Ka’bah daripada Rasulullah r dan para Khulafaur Rasyidin? Atau menganggap bahwa Nabi r begitu juga Khulafaur Rasyidin belum tahu bahwa hal itu (berjalan mundur) merupakan peghormatan terhadap Ka’bah?.

4. Mereka menoleh ke Ka’bah saat sampai di pintu masjid, setelah selesai thawaf wada., dan berdo’a di sana seperti sedang mengucapkan selamat tinggal dan selamat berpisah kepada Ka’bah. Hal ini juga termasuk bid’ah, karena belum pernah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r maupun dari Khulafaur rasyidin. Dan setiap hal yang dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala yang tidak pernah diajarkan oleh syara’ adalah batal dan ditolak, sebagaimana sabda Nabi r :

[من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ].

“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami (ajaran kami) tanpa dasar darinya maka ia ditolak.”

Seharusnya bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah r dalam ibadahnya, agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah, sebagaimana firmanNya :

]قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم[

“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Mahaha Penyayang.” (Ali Imran:31).

Mengikuti Nabi r dalam apa yang dikerjakan berarti juga mengikuti dalam apa yang ditinggalkanya. Maka manakala ada sesuatu yang perlu dikerjakan pada masa Nabi, padahal beliau tidak mengerjakannya, berarti bukti bahwa sunnah dan syariat memang meninggalkannya dan tidak boleh dikerjakan dan tidak boleh diada-adakan dalam agama Allah, meski hal tersebut disenangi oleh orang dan hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman :

}ولو اتبع الحق أهواءهم لفسدت السماوات والأرض ومن فيهن بل أتيناهم بذكرهم فهم عن ذكرهم معرضون{

“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Al-Mu’minun:71).

Nabi r bersabda :

[لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به].

“tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang telah saya bawa.”

Kita berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala semoga menunjukkan kita pada jalanNya yang lurus, tidak menjadikan kita condong pada kesesatan setelah memberi kita petunjuk, dan semoga melimpahkan kepada kita rahmat dan kasih sayangNya. Sesunguhnya Allah Maha Pemberi Karunia.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan para sahabat beliau.

Isi Buku

Bagaimana seorang muslim melakukan manasik haji dan umroh …………………………….3

Umroh……………………………………………………………………………….3

Haji…………………………………………………………………………………...4

Ziaroh Masjid Nabawi……………………………………………………………...6

Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh jam’ah haji …………………………….8

Ihrom dan beberapa kesalahan yang terjadi ……………………………………...10

Thowaf dan beberapa kesalahan Fi’liyah yang terjadi…………………………...14

Sholat Sunnah Thowaf dan kesalahan yang terjadi………………………………15

Sa’I dan kesalahan yang terjadi……………………………………………………16

Wukuf di Arofah dan Kesalahan yang terjadi…………………………………….17

Melempar Jumroh dan kesalahan yang terjadi…………………………………...18

Thowaf Wada’ dan kesalahan yang terjadi……………………………………….22



[1] )ba’da zawal tidak berarti harus tepat setelah zhuhur, bisa juga pada sore hari di mana kerumunan dan desak desakan manusia sudah berkurang.

SELAMAT DATANG..AHLAN WA SAHLAN..WELCOME..SUGENG RAWUH..

Ahlan wa sahlan......Met berkunjung
Harapan semoga tercerahkan dan bermanfaat.