Rabu, September 24, 2008

Fiqh I'tikaf

Fiqh I'tikaf

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc


dakwatuna.com - Dalam tinjauan bahasa Arab, al-i'tikaf bermakna
al-ihtibas (tertahan) dan al-muqam (menetap)[1].

Sedangkan definisinya menurut para fuqaha adalah:

Menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.[2]

Atau:

Menetap di masjid untuk taat dan melaksanakan ibadah kepada Allah
saja, serta meninggalkan berbagai kesibukan dunia.[3]

Hukum dan Dalil Disyariatkannya I'tikaf

Hukumnya sunnah, dan sunnah muakkadah di sepuluh hari terakhir
Ramadhan.[4] I'tikaf menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar
untuk melakukannya.

Dalil-dalilnya:

Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah
rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan
yang sujud". (Al-Baqarah (2): 125).

Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu i'tikaf
setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun wafatnya,
beliau i'tikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari).

Aisyah ra berkata: Rasulullah saw melakukan i'tikaf di sepuluh hari
terakhir (bulan Ramadhan) sampai Allah mewafatkan beliau. Kemudian
para istrinya melakukan i'tikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari dan
Muslim)

Para ulama sepakat bahwa i'tikaf seorang istri harus seizin suaminya.

Tujuan dan Manfaat I'tikaf

Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tujuan disyariatkannya i'tikaf adalah
agar hati terfokus kepada Allah saja, terputus dari berbagai kesibukan
kepada selain-Nya, sehingga yang mendominasi hati hanyalah cinta
kepada Allah, berdzikir kepada-Nya, semangat menggapai kemuliaan
ukhrawi dan ketenangan hati sepenuhnya hanya bersama Allah swt.
Tentunya tujuan ini akan lebih mudah dicapai ketika seorang hamba
melakukannya dalam keadaan berpuasa, oleh karena itu i'tikaf sangat
dianjurkan pada bulan Ramadhan khususnya di sepuluh hari terakhir.[5]

Adapun manfaat i'tikaf di antaranya adalah:

1. Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tepat waktu.
2. Terlatih meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah.
3. Terlatih untuk meninggalkan kesenangan jasmani sehingga hati
bertambah khusyu' dalam beribadah kepada Allah swt.
4. Terbiasa meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran,
berdzikir, qiyamullail, dan ibadah lainnya dengan kualitas dan
kuantitas yang baik.
5. Terlatih meninggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi
penghambaannya kepada Allah swt.
6. Memperbesar kemungkinan meraih lailatul qadar.
7. Waktu i'tikaf adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah
dan bertaubat kepada Allah swt.

Rukun I'tikaf

Rukun i'tikaf ada empat[6] :

1. Mu'takif (orang yang beri'tikaf) ((المُعْتَكِفُ
2. Niat (النِّيَّة)ُ
3. Menetap (اللُّبْثُ). Tidak ada batasan minimal yang disebutkan
oleh Al-Quran maupun Hadits tentang lamanya menetap di masjid. Namun
untuk i'tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan waktu i'tikaf yang
ideal dimulai pada saat maghrib malam ke-21 sampai maghrib malam
takbiran.
4. Tempat i'tikaf (المُعْتَكَفُ فِيهِ)

Syarat I'tikaf

1. Syarat yang terkait dengan mu'takif : beragama Islam, berakal
sehat, mampu membedakan perbuatan baik dan buruk (mumayyiz), suci dari
hadats besar (tidak junub, haid, atau nifas).
2. Syarat yang terkait dengan tempat i'tikaf : masjid yang
dilakukan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu di dalamnya
agar mu'takif tidak keluar dari tempat i'tikafnya untuk keperluan
tersebut.

Yang Membatalkan I'tikaf

1. Kehilangan salah satu syarat i'tikaf yang terkait dengan mu'takif.
2. Berhubungan suami istri sebagaimana firman Allah swt:

Janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam masjid. (Al-Baqarah (2): 187)
3. Keluar dengan seluruh badan dari tempat i'tikaf, kecuali untuk
memenuhi hajat (makan, minum, dan buang air jika tidak dapat dilakukan
di lingkungan masjid).

Mengeluarkan sebagian anggota badan dari tempat i'tikaf tidak
membatalkan i'tikaf sesuai dengan ungkapan 'Aisyah ra:

Nabi Muhammad saw mengeluarkan kepalanya dari masjid (ke ruangan
rumahnya) saat beliau i'tikaf lalu aku mencucinya sedang aku dalam
keadaan haid. (HR. Bukhari).

Adab atau hal yang harus diperhatikan oleh Mu'takif

1. Selalu menghadirkan keagungan Allah di dalam hati sehingga
niatnya terus terjaga.
2. Menyibukkan diri dengan amal yang dapat mencapai tujuan i'tikaf.
3. Bersahaja dan tidak berlebihan dalam melakukan perbuatan mubah
seperti makan, minum, berbicara, tidur dan hal-hal lain yang biasa
dilakukan di luar masjid.
4. Menjauhi amal perbuatan yang dapat merusak tujuan i'tikaf
seperti pembicaraan tentang materi (jual beli, kekayaan dan
lain-lain).
5. Memelihara kebersihan diri dan tempat i'tikaf serta menjaga
ketertiban dan keteraturan dalam segala hal.
6. Tidak melalaikan kewajiban yang tidak dapat ditunda
pelaksanaannya, seperti nafkah untuk keluarga, menolong orang yang
terancam keselamatannya, dan lain-lain. Wallahu'alam

Catatan Kaki:

[1] At-Ta'rifat karya 'Ali bin Muhammad bin 'Ali Asy-Syarif Al-Husaini
Al-Jurjani atau sering disebut dengan Al-Jurjani.

[2] Mu'jam Lughah Al-Fuqaha karya Muhammad Rawwas Qal'ah Ji 1/76.

[3] http://syrcafe.com/vb/t14459.html

[4] Sunnah muakkadah ialah sunnah yang sangat dianjurkan karena hampir
tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw.

[5] Zadul Ma'ad 2/82.

[6] Raudhah At-Thalibin wa 'Umdah Al-Muftin karya Imam An-Nawawi: 1/281.

http://www.dakwatuna.com/2008/fiqh-itikaf/

Tidak ada komentar:

SELAMAT DATANG..AHLAN WA SAHLAN..WELCOME..SUGENG RAWUH..

Ahlan wa sahlan......Met berkunjung
Harapan semoga tercerahkan dan bermanfaat.