Rabu, Desember 31, 2008
DI ALQUDS , BATU-BATU TELAH BERBICARA
Salam, Ahmad Saikhudin
DI ALQUDS , BATU-BATU TELAH BERBICARA
Khalid Abul Umarain
Ditulis ulang oleh H.Ahmad Saikhudin dari Buku “Silsilah Idarah Dzati/Seni Menghadapi Publik”- DR Akrim Ridla Penerbit Syamil Hal.37-43
Silakan download di :
http://knrp-kepri.blogspot.com atau http://ahmadsaichudin.blogspot.com
(1)
Melintaslah diatas sahara hatiku untuk menumbuhkan harapan
Semoga buni menjadi hijau dan menyala di bawah langkah-langkah kalian
Serta rasa takut pun pergi menghilang
Melintaslah, dan yang paling kecil di antara kalian adalah pahlawan
Melintaslah dengan langkah-langkah yang memancarkan mata air kehidupan
Hingg kita sampai pada kesempurnaan kematian
Kini Alquds hanya di jaga oleh anak kecil
Padahal Alquds adalah bumi para nabi
Alquds adalah impian para penyair
Dan Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(2)
Pukullah karena hati-hati ini telah membatu serta tidak akan mempan kecuali hanya dengan batu
Pukullah, karena dari kedua telapak tanganmu akan deras memancar air hujan
Di ”Khan Yunus” dan di ”Bilathah” serta di lembah dan perkotaan, Telah berlalu masa ketakutan...
Yang telah membuahkan kobaran semangat dan kesadaran
Di masjid-masjid kami, di kalangan pemuda-pemuda ”Alanfal”, ”AsSyura” dan ”Luqman” serta penghafal ”AzZumar”
Dari Ahmad Yasin bertolak berbagai instruksi dan pelajaran
Di Masjid AlAqsha dan AlUmari batu-batu telah berbicara :
”Amat buruklah wajah-wajah Yahudi Bani Nadzir...mereka telah berdesak-desakan menuju liang kebinasaan
Amat buruklah wajah-wajah kaum oportunis..dan para penyembah manusia
Pukullah...karena hanya untuk Gaza bulan menjadi purnama
Pukullah... karena hanya untuk Nablus semua nyanyian dan keindahan
Pukullah..karena setelah hari ini tidak akan ada lagi ketundukan
Tidak..tidak akan ada seminar dan muktamar
Inilah jalan Alquds yang melintasi tulang belulangku
Akulah darah yang mengalir deras bagai anak sungai
Kilat-kilatpun redup saat menatap jidatku yang cemerlang
Akulah orang yang tulang-tulang iganya patah..sehingga tampak putih menembus kulit bangsa Arab
Akulah orang yang desanya hancur..dan menyemburkan api yang berkobar
Akulah orang yang di cintai oleh bebatuan
Saudara-saudaraku melemparkan aku dalam sumur tanpa sedikitpun meninggalkan jejak
Wahai orang-orang yang murtad, para calo dan penipu, tempat kembali kalian adalah neraka Saqar
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(3)
Komandan yang kerdil, Dajjal dan penabuh gendang
Intel, pendusta dan calo
Dalam kegalapan langit, mereka telah membicarakan pasal-pasal pembantaian sadis dengan penuh kerahasiaan
Mereka telah menyerang mata-mata buah Zaitunku.....untuk memetik bunga-bunga syuhada’
Mereka datang bagai Abrahah dengan wajah hitam yang menampakkan kebodohan
Zaman ini telah di tentukan, kalian tidak akan pernah lagi bisa mencuri panji-panji ini dariku
Di tangan kananku panji-panji sahabat akan tetap berkibar
Demi Alquds hidangan para syuhada’
Alquds bumi para anbiya’
Alquds impian para syuhada’
Alquds roti dan rembulan
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(4)
Kalian tidak akan bisa lagi mencuri darah kami dan impian yang sedang merekah
Anak-anak kami telah tumbuh besar, dan lantang teriakan mereka bagai suara gempa
”Allahu Akbar” sedang merambah relung-relung nurani bangsa dan mendorong mereka berperang
”Allahu Akbar” semua thaghut dan Fir’aun terjungkal tumbang
”Allahu Akbar” telah di teriakkan oleh anak-anak yatim, orang-orang lapar dan ibu-ibu yang kehilangan anaknya
Islam telah memenuhi hati kam, sehingga kami bisa kembali menjadi singa-singa pertama
Inilah janggut-janggut kami, mushaf-mushaf kami, dan kebaikan akhlak kami
Mereka telah membelenggu kami dengan borgol rantai
Mereka telah menjadi mata-mata musuhdi setiap perbatasan dan pesisir
Dari telapak tanganku tertulis sejarah yang bertaburan pelita
Karena batu-batuk telah merobek dan menyingkap aurat bangsa-bangsa
Karena batu-batuku telah merobek papan-papan catur..dan mengabaikan rantai-rantai borgol
Karena mereka telah menghancurkan tulang-tulang kami dan merusak semua persendian kami
Aku akan mengembalikan kejayaan Babilon
Dan Alquds bumi para nabi
Dan AlQuds impian para penyair
Dan Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(5)
Telah berguguran panji-panji Fir’aun kecil
Corenglah wajah para pencoleng dengan silang dari kanan dan kiri
Dari janggut para syuhada’ memencar cahaya siang bagi umatku
Untuk para syaih dibumi yang damai ini
Dan Alquds sumber kemuliaan dan kebanggaan
Alquds bumi para nabi
AlQuds impian para penyair
Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(6)
Mereka telah tertunduk hingga tidak ada kafilah yang mau berjihad
Janganlah kalian menelan makanan meski dari emas
Dan Batu-batu neraka Sijjil yang menjadi lambang kemurkaan
Apakah setiap kali bercahaya sebuah bintang di ufuk langitku
Pasukan-pasukan Abu Lahab selalu datang untuk memadamkannya
Untukmu wahai kekasih hati, jiwa dan perasaanku
Denganmu Allah yang Maha Agung telah menghantam Bani Quraidhah dan Bangsa Arab
Engkau telah meninggikan panji-panji jihad tanpa pernah mengenal lelah
Alquds adalah api yang berkobar
Dan Alquds bumi para nabi
Dan AlQuds impian para penyair
Dan Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(7)
Matahari berjalan di sela-sela jemari anak-anak yang menarik ketapel..memberi kita kemerdekaan
Di Jidat barak-barak kemuliaan kami menorehkan kemenangan Qadisiyah
Di saat rumahku hancur, aku melihat sebuah pesan di bawah puing-puing dinding
Ini adalah bencana yang paling mahal
Di dadaku masih tersisa puing-puing ukhuwwah
Dimanakah rudal-rudal? Dimanakah granat-granat bangsa Arab? Dimanakah kedermawanan dan kemurahan? Dimanakah jiwa-jiwa Bani Hasyim?
Dimanakah meriam-meriam? Dimanakah armada dan pasukan Bani Ummayah?
Dimanakah sungai Eufrat? Dimanakah sungai Nil kalian, wahai para pelndung kami yang gagah perkasa?
Bahkan di manakah Harun AlRasyid, Muhammad AlFatih yang akan mengembalikan kemuliaan padaku?
Aku tidak menginginkan kendaraan, aku menginginkan senapan
Wahai umat islam, aku menginginkan senapan
Dan Alquds, sungguh sangat memalukan kini telah menjadi santapan
Alquds bumi para nabi
AlQuds impian para penyair
Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(8)
Wahai para pemimpin, beri aku senjata
Wahai para pemimpin, pertolongan Allah telah tiba
Wahai para pemimpin, kalian telah lemah karena luka-luka
Wahai para pemimpin, beri aku Shalahuddin
Shalahuddin telah di tikam dari belakang
Shalahuddin terus menerus dalam penawanan
Shalahuddin telah mereka jual untuk muktamar
Alquds bagai samudra
Yang datang bersama fajar
Alquds bumi para nabi
AlQuds impian para penyair
Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
(9)
Apakah kalian bangsa Arab? Yang meminta perlindungan kepada bencana..Dan selalu kalah dalam peperangan
Tujuh puluh tahun semuanya itu adalah kebohongan
Penjara dan pembantaian serta sama sekali bukan peperangan
Mereka telah membantai kaum wanita sedang kalian diam bagai kayu papan
Mereka telah menghancurkan rumah-rumah, sedang pesta ria selalu menghiasi malam hari kalian
Apakah kalian bangsa arab ? Sangkakala telah di tiupkan sehinga kehancuran pun bergerak sedang kalian sedikitpun tidak bergerak
Alquds adalah liang kubur yang kini di landasi kelelahan
Alquds adalah nyanyian yang di dadanya tersimpan kerusakan
Alquds adalah roti dan rembulan
Di Alquds batu-batu telah berujar
”Wahai orang islam, wahai yang menegakkan shalat, wahai yang melaksanakan puasa
Pukullah, tidak ada pilihan bagimu selain melempar
Pukullah bangsa yahudi dan kamu tidak akan pernah terkalahkan
Ini tanganku, jadikanlah bom
Ini anak-anak kami bagai gempa yang dahsyat
Ini langkah awal kami dan ini bismillah
Wahai Alquds engkau adalah adalah pemenggal kepala
Dari awal dunia engkau selalu menjadi pelita bagi kami
Wahai Alquds engkau adalah keagungan
Alquds impian para penyair
Alquds kecintaan para syuhada’
Alquds rembulan bagi dunia
Di Alquds batu-batu telah berujar
Tidak perlu seminar dan muktamar.. Tidak perlu seminar dan muktamar
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Aku tidak menginginkan kecuali hanya UMAR
Selasa, Desember 23, 2008
BAGAIMANA MEMULAI SUATU BISNIS
Dari Milist Forum EA. Yang pingin bgt punya bisnis sendiri. Yg terpenting : ACTION. JUST DO IT.
Salam, Ahmad S
BAGAIMANA MEMULAI SUATU BISNIS
1. Start With A Dream
Awali semuanya dengan mimpi-mimpi yang bisa direalisasikan. Yakini bahwa apa yang dimimpikan PASTI akan diraih dan sesuai dengan harapan. Laksanakan dan segera adakan pengevaluasian untuk menemukan formula terbaik (Perbaikan).
“It is said that a man’s life can be measured by the dreams he fulfills”.
2. Love The Products Or Services
Cintai seikhlas dan setulus mungkin produk/service yang ditawarkan. Tanpa adanya rasa cinta maka motivasi dan semangat untuk mencapainya tidaklah akan bisa optimal. Dengan adanya cinta maka apapun yang dikerjakan, bukan lagi sebagai beban tetapi adalah kesenangan/enjoy. “The Grand essentials of happiness are: something to do, something to love, and something to hope for”. Allan K Chalmers
3. Learn The Basics of Business
Dasar-dasar bisnis harus diketahui dengan pasti dan detail agar segala hal yang berhubungan dengan kerugian, bisa diantisipasi lebih awal. Yang kurang diperbaiki sedangkan yang lebih dipertahankan dan jika dimungkinkan, tingkatkan kwalitasnya. “Never tell people how to do things. Tell them what to do and they will surprise you with their ingenuity.” George S Patton, American Military Leader
4. Willing to Take the Risks
No Risk No Gain. Pekerjaan apapun, pasti ada resikonya. Resiko ini APAKAH akan semakin besar atau tidak, sangatlah ditentukan oleh diri kita. Jika segala pekerjaan diawali dengan profesional serta diiringi oleh kemawasan diri, kewaspadaan dan kehati - hatian maka segala resiko akan bisa diminimalkan atau disirnakan. Jadi, apapun risiko yang mungkin timbul, haruslah dihadapi dan disikapi secara professional serta jangan lari dari kenyataan. “This nation was built by men who took risks - pioneers who were not afraid of the wilderness, business men who were not afraid of failure, scientists who were not afraid of the truth, thinkers who were not afraid of progress, dreamers who were not afraid of action.” Brooks Atkinson
5. Seek Advice, But Follow Your Belief
Temukan nasehat dari siapapun juga tetapi keputusan final tetap berada ditangan anda. Baik bagi orang lain, belum tentu baik pula bagi diri kita dan demikian pula sebaliknya. Inti akhir adalah buatlah keputusan yang menyenangkan dan menguntungkan diri sendiri. “I have found the best way to give advice to your children is to find out what they want and then advise them to do it.” Harry S Truman
6. Work Hard, 7 Day A Week,18 Hours A Day
Umumnya, orang-orang yang sukses adalah pekerja keras yang pantang menyerah dan penuh dengan semangat. Jika dimungkinkan, dalam kondisi tidurpun selalu berpikir untuk mendapatkan yang terbaik (untuk keesokan harinya). Melalui kerja keras akan didapatkan ber-aneka pengalaman dan yang bermanfaat segera dikembangkan.
7. Make Friends as Much as Possible
Dengan dimilikinya teman yang sebanyak mungkin maka semua peluang dan kesempatan timbul akan bisa didapatkan (melalui informasi yang diterima). Peluang dan kesempatan adalah cikal bakal dari timbulnya jalan kesuksesan. “Friendship’s much more important to me [now] than what I thought success was.” STING, 1990
8. Deal With Failures
Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda dan jangan sampai terpengaruh atau down. Seyogianya, melalui kegagalam akan timbul kiat-kiat terefektif atau formula terbaik untuk menghadapi keesokan harinya. Tanpa mencoba dan gagal, seseorang tidak akan tahu jalur APA yang seharusnya diperbuat agar tidak gagal atau meraih keberhasilan. “Develop success from failures. Discouragement and failure are two of the surest stepping stones to success.” Dale Carnegie
9. Just do it, now !
Inti dari segalanya adalah lakukan sekarang juga dan jangan menunda-nunda keesokan harinya untuk apa yang bisa dikerjakan di hari ini. Selamat mencoba dan semoga sukses selalu. Ingat, semua kesuksesan dan kegagalan ANDA lah penentunya.
yosyicar inardi
salam ikhlas
Senin, Desember 22, 2008
Sabar Dan Shalat Sebagai Penolong
Oleh DR. Attabiq Luthfi, MA | 21 December 2006 @ 19:34 | 0/Dzulhijjah/1427 H | Kategori: Tazkiyatun Nafs
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)
Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami Al-Qur’an berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus ditujukan kepada Bani Israel karena konteks ayat sebelum dan sesudahnya ditujukan kepada mereka, namun secara esensi bersifat umum ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat Al-Qur’an, langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya mereka yang mau dan siap menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari Kitabullah. Maka peristiwa yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israel, terkandung di dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat Al-Qur’an sehingga kita bisa mengambil bagian dari setiap ayat Allah swt. “Al-Ibratu Bi’umumil Lafzhi La Bikhusus sabab” (Yang harus dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al-Qur’an adalah umumnya lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya”.
Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika menghadapi berbagai kesulitan. Rasulullah saw selaku uswah hasanah, telah memberi contoh yang konkrit dalam mengamalkan ayat ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera mengerjakan shalat“.
Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang Ahzab, saya menemui Rasulullah saw, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi persoalan, maka beliau akan mengerjakan shalat“. Bahkan Ali bin Abi Thalib menuturkan keadaan Rasulullah saw pada perang Badar, “Pada malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi“.
Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus pengamalan sahabat Rasulullah saw terhadap ayat ini. Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah berita tentang kematian saudaranya Qatsum, ia langsung menghentikan kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at dengan melamakan duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’“.
Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah swt senantiasa bersama dengan orang-orang yang sabar“. (Al-Baqarah: 152-153). Dalam kaitan dengan dzikir, menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau mengingat Allah dengan sabar, maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat.
Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu diwujudkan adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah Taala, karena beban berat yang ditanggungnya akan terasa ringan jika diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim mengkategorikan sabar dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi musibah dan persoalan hidup.
Syekh Sa’id Hawa menjelaskan dalam tafsirnya, Asas fit Tafasir kenapa sabar dan shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta pertolongan kepada Allah Taala. Beliau mengungkapkan bahwa sabar dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat mencegah dari berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat) digandengkan dalam kedua ayat tersebut dan tidak dipisahkan, karena sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat tidak sempurna tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat seseorang.
Lebih rinci, syekh Sa’id Hawa menjelaskan sarana lain yang terkait dengan sabar dan shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk ke dalam perintah meminta tolong dengan kesabaran karena puasa adalah separuh dari kesabaran. Sedangkan membaca Al-Fatihah dan doa termasuk ke dalam perintah untuk meminta tolong dengan shalat karena Al-Fatihah itu merupakan bagian dari shalat, begitu juga dengan do’a.
Memohon pertolongan hanya kepada Allah merupakan ikrar yang selalu kita lafadzkan dalam setiap shalat kita, “Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami mohon pertolongan“. Agar permohonan kita diterima oleh Allah, tentu harus mengikuti tuntunan dan petunjuk-Nya. Salah satu dari petunjuk-Nya dalam memohon pertolongan adalah dengan sentiasa bersikap sabar dan memperkuat hubungan yang baik dengan-Nya dengan menjaga shalat yang berkualitas. Disinilah shalat merupakan cerminan dari penghambaan kita yang tulus kepada Allah.
Esensi sabar menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dapat dilihat dari dua hal: Pertama, sabar karena Allah atas apa yang disenangi-Nya, meskipun terasa berat bagi jiwa dan raga. Kedua, sabar karena Allah atas apa yang dibenci-Nya, walaupun hal itu bertentangan keinginan hawa nafsu. Siapa yang bersikap seperti ini, maka ia termasuk orang yang sabar yang Insya Allah akan mendapat tempat terhormat.
Betapa kita sangat membutuhkan limpahan pertolongan Allah dalam setiap aktivitas dan persoalan kehidupan kita. Adalah sangat tepat jika secara bersama-sama kita bisa mengamalkan petunjuk Allah dalam ayat di atas agar permohonan kita untuk mendapatkan pertolongan-Nya segera terealisir. Amin
________________________________________
Artikel dicetak dari situs dakwatuna.com: http://www.dakwatuna.com
URL ke artikel: http://www.dakwatuna.com/index.php/tazkiyatun-nafs/2006/menjadikan-sabar-dan-shalat-sebagai-penolong/
Hijrah dan Pembangunan Masyarakat Islam
Oleh Syarifuddin Mustafa, MA | 22 Januari 2007 @ 17:32 | 3/Muharram/1428 H | Kategori: Sirah Nabawiyah
Allah berfirman, “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa: 100)
Sejarah demi sejarah telah kita lalui, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan kadangkala tidak mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan barometer terhadap kehidupan yang akan dijelang. “Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Yusuf: 111)
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad saw –panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil; terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman; baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak sosok manusia yang begitu kokoh dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.
Pengertian Hijrah
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengartikan kata “hijrah” namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain, seperti firman Allah, “dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34), dan hijrah dengan lisan berarti menjauhi perkataan kotor dan keji, seperti firman Allah, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10), sementara hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan, seperti firman Allah, “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan’ “. (Al-Furqan: 30). Dan bisa juga berarti dengan semuanya, seperti firman Allah, “dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Al-Muddatstsir: 5)
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau yaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subyek, yaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
2. Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
3. Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
4. Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Hakikat Hijrah
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian:
1. Mensucikan diri
Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10)
Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu. Sehingga dengan hijrah; hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari segala maksiat, dosa dan syirik.
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.
Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam. Kisah sang khalifah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.
Hijrah ini juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”. Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26)
Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).
Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah rusak, namun sebaliknya; baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena -dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin) dan zhahiri (tampak) merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi external.
Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.
2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.
Namun hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah.
Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah kelahiran mereka.
Salah satu contoh kongkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”
Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.
Kedudukan Hijrah
1. Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah berarti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut. (Al-Baqarah: 218) (Al-Anfal: 72,74) (Al-Ahzab: 6)
2. Hijrah merupakan ujian dan cobaan, karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. (16:110)
3. Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (Al-Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Ganjaran Orang yang Berhijrah
Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah karena Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta derajat yang tinggi di sisi Allah, hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
• Rezki yang berlimpah di dunia (An-Nisa: 100) (Al-Anfal: 79)
• Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Ali Imran: 195)
• Derajatnya ditinggikan oleh Allah (At-Taubah: 20)
• Kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
• Tempat kembalinya adalah surga (At-Taubah: 20-22)
• Mendapatkan ridha dari Allah (At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam mempertahankan keimanan, mungkin tidak sebanding, karena begitu banyaknya kenikmatan yang diberikan, kenikmatan di dunia; berupa rezki yang berlimpah, kelapangan tempat tinggal, dan kenikmatan akhirat; dosa-dosa diampuni, derajat yang tinggi di sisi Allah, dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga yang luasnya seluas antara langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal, namun yang lebih utama dari semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari Allah, sehingga dengan ridha Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai itu berada dan pergi maka Allah akan selalu berada di sisinya, kehidupannya akan terjamin, dan yang lebih utama mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat melihat Allah di akhirat kelak.
Apakah relevan melakukan hijrah pada saat ini?
Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan terutama yang berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya (terdekat), hingga pada akhirnya membentuk komunitas yang siap melakukan hijrah. “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Wallahu a’lam
________________________________________
Artikel dicetak dari situs dakwatuna.com: http://www.dakwatuna.com
URL ke artikel: http://www.dakwatuna.com/index.php/sirah-nabawiyah/2007/hijrah-titik-awal-pembangunan-masyarakat-islam/
AGAR DIRI DAN LIQO’ KITA BERKAH
AGAR DIRI DAN LIQO’ KITA BERKAH
Wildan Hadi Purnama(Ketua DPW PKS Kepri)
Setiap orang tentu ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya. Secara harfiyah, berkah berarti nama’ wa ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Keberkahan ini tidak diberikan kepada semua orang tapi sesuai dengan janji Allah, keberkahan itu hanya akan diberikan kepada orang yang beriman dan bertaqwa.
Kita besyukur kepada Allah SWT yang telah mempertemukan kita dengan tarbiyah ini. Kita juga berharap kita memperoleh berkah dari liqo’at tarbawi (halaqoh) yang menjadi agenda rutin kita setiap pekan. Namun seringkali rutinitas tersebut mengikis bahkan menghilangkan ruh dan keberkahan dari liqo’ halaqoh kita. Liqo’ kita terasa hambar tidak ada kesan dan pengaruh terhadap diri kita padahal kita faham bahwa halaqoh merupakan sarana utama dalam tarbiyah.
Agar diri dan liqo’ kita berkah
Melalui alam raya dengan segala keragaman dan keindahannya, Allah SWT banyak memberikan pelajaran dan telah banyak manusia yang mengambil pelajaran dari alam ini.
Robbana maa kholaqta haadzaa baatilan……..( QS 3:190)
Didalam al-Qur’an surat An-Naml: 22-23 Allah SWT mengabadikan kisah burung hud-hud. Burung hud-hud hanyalah seekor burung sebagaimana burung-burung lainnya yang diciptakan Allah. Namun ia telah memberikan sebuah pelajaran yang berharga yang perlu diambil sebagai pelajaran oleh para kader da’wah agar diri, liqo’ dan da’wahnya berkah.
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لاَ أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ. لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَاباً شَدِيداً أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَأٍ بِنَبَأٍ يَقِينٍ. إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (النمل:20-23)
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang."Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.”
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah pada diri burung hud-hud selaku a’dho (anggota ) dari halaqoh Nabi Sulaiman AS diantaranya;
1. Seorang dai tentu lebih mulia dari seekor burung Hud-hud yang memiliki inisiatif positif dan mencari-cari kebaikan. Seorang dai lagi mukmin lebih terpanggil untuk berinisiatif dan melakukan perbuatan baik tanpa harus menunggu perintah. Seorang da’i harus selalu pro-aktif menyebarkan da’wahnya dan pro-aktif mencari objek da’wah ditengah-tengah masyarakat. Sesungguhya banyak objek da’wah yang membutuhkan sentuhan dari para da’I. Tarbiyah bukan hanya kebutuhan kita, tarbiyah harus menjadi kebutuhan semua orang maka menjadi kewajiban kita para da’i untuk mengajak manusia. Burung hud-hud melakukan perjalanan yang jauh untuk mencari objek da’wah dan dia mendapati sebuah negeri yang bernama Saba, sebuah negeri masih menyembah matahari. Burung Hud-hud melaporkan penemuannya dengan ta’bir naba yaqin (berita penting dan besar yang diyakini kebenarannya) kepada Nabi Sulaiman AS dalam sebuah liqo’ dan selanjutnya menjadi agenda dakwah. Semangat da’wah seperti ini yang akan membuat liqo’ halaqoh semakin hidup dan dinamis karena bertemunya konsep-konsep dalam materi kita dengan amal nyata/agenda dakwah. Banyak diantara kita yang merasa liqo’ pekanan sebagai beban bukan sebuah kebutuhan, hal ini disebabkan karena kita bersikap pasif. Hari-hari diantara jadwal liqo’, hanya dijalani dengan kegiatan rutin tidak berupaya aktif melakukan manuver-manuver da’wah atau paling tidak sekedar memikirkan ide-ide untuk mengembangkan da’wah atau membaca buku yang terkait dengan materi pekan sebelumnya atau menelaah isu-isu kontemporer yang menyangkut ummat dan banyak lagi hal-hal lain yang bisa lakukan yang bisa menjadi pembahasan dan agenda dalam liqo kita sekaligus menjadikan diri dan liqo kita berkah. Baik murobbi maupun mutarobbi harus berupaya menjadikan diri dan liqo’nya berkah (nama’ wa ziyadah).
2. Kita sebagai dai dapat menyimpulkan sebagai pelajaran buat kita bahwa kehadiran yang dapat menyelamatkan kita dari uzur kita di hadapan mas-ul, murabbi adalah kehadiran da’wi tarbawi. Keterlambatan dan ketidakhadiran yang disengaja tanpa izin dan alasan yang dapat diterima merupakan sikap meremehkan pentingnya tarbiyah yang dapat mengundang masuknya pengaruh syetan kedalam hati kita (QS 58:19). Sejalan dengan semangat kita untuk meningkatkan mutu diri dan memperbanyak kader baru dengan segala jenis tajnid, maka kita dituntut untuk selalu hadhir secara da’wiyan dan tarbawiyan, bukan hanya kehadiran di halaqah atau di ijtima’. Kita seharusnya selalu hadir dalam segala aktivitas da’wah dan tarbiyah. Boleh jadi seseorang tidak pernah absen untuk hadir di setiap pertemuan, akan tetapi keikutsertaannya di setiap aktivitas sangatlah minim atau ia sendiri tidak ada inisiatif positif untuk melakukan aktivitas da’wah dan tarbiyah.
Dari kisah tersebut kita menyaksikan pengecekkan atas keterlambatan burung Hud-hud. Dengan sikap ijabiyah (positif) yang dikembangkan burung Hud-hud, maka alasannya itu diterima. Di lain pihak, قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (النمل:27) (Sulaiman berkata, "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.).
Agar diri dan liqo’ kita berkah maka setiap murobbi maupun mutarobbi harus memahami tentang pentingnya da’wah dan tarbiyah. Visi da’wah dan tarbiyah harus beserta karakteristiknya selalu tertanam didalam diri sehingga aktivitas apapun yang kita lakukan merupakan sarana untuk berda’wah, dan ini adalah kerja besar para Nabi dan Rosul yang harus kita lanjutkan.
Senin, Desember 15, 2008
TAQWA
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, bahwa kata “taqwa” sebenarnya berasal dari kata kerja waqaa-yaqii (artinya menjaga atau melindungi). Dengan demikian dapat diketahui bahwa asal lafadz taqwa adalah wiqaayah yang berarti penjagaan. Sebab sebenarnya orang yang bertakwa telah meletakkan wiqaayah (sebuah penjagaan) antara dirinya dengan neraka. Sedangkan wiqaayah sendiri sebenarnya sebuah upaya untuk menjauhkan diri dari mudharat. (Zaad al-Muhajir Ilaa Rabbihi (Kembali kepada Allah), hlm. 25, Pustaka Azzam Cet. I 2001).
Alangkah mulianya orang-orang yang menempuh jalan takwa, karena mereka menempuh jalan yang jauh dari mudharat. Jika dapat diibaratkan sebuah jalan, maka jalan takwa adalah jalan yang lurus. Jalan yang lurus adalah jalan yang paling dekat dengan tujuan dan paling cepat untuk sampai ke tujuan. Jika kita menempuh jalan takwa, berarti kita akan meraih apa-apa saja tujuan yang kita inginkan, dengan mudah. Mereka ada yang mendapatkan kenikmatan dunia, makanan yang lezat, tempat tinggal yang asri, kehidupan yang nyaman, dan kedudukan yang terhormat. Tatkala mereka ditimpa ujian dan cobaan, maka sabarlah yang melapangkan hidupnya dan rasa ridhalah yang menyejukkan hatinya.
Sementara, mereka yang menempuh jalan selain jalan takwa, mereka sangat dekat dengan mudharat dan sangat jauh dari maslahat. Mereka juga menempuh jalan yang sangat jauh dan melelahkan, jalan yang mendaki, terjal, dan sulit. Mereka laksana manusia yang masuk dalam kegelapan. Hati manusia lain pun berpaling menjauh darinya. Jika mereka memiliki harta yang banyak, maka harta itu diperoleh dari jalan yang haram. Jika mereka ditimpa kesulitan, mereka mulai mengecam takdir, seolah takdirlah penyebab penderitaannya. Oleh karena itulah, orang-orang yang fasik sangat dekat dengan kesedihan, kesengsaraan dan kesulitan. Sementara orang-orang yang bertakwa sangat dekat dengan petunjuk, kebahagiaan, dan kemudahan. Bukankah Allah telah berfirman, “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. ath-Thalaq: 4).
Alangkah indahnya perkataan Imam Ibnu al-Jauzy berikut ini, “Orang-orang yang konsisten dan lurus dalam jalan takwa, tak pernah terancam penyakit dan tak pernah terancam bahaya serta tak pernah merasa ditimpa bencana. Jika kita melihat ada bala yang menimpa orang-orang yang bertakwa, hal itu bertujuan membesarkan pahala amal-amalnya, dengan anggapan mereka tidak memiliki dosa. Mereka bisa merasakan nikmatnya cobaan itu karena mereka lebih memandang siapa yang memberi bala dengan mata hatinya dan tidak peduli dengan rasa sakit yang diderita.” (Shaidul Khathir, hlm. 159, Pustaka Maghfirah, Cet. I 2005).
Oleh karena itu, cobalah kita bertanya ke dalam hati kita masing-masing, mengapa kesulitan demi kesulitan selalu menghantui perjalanan hidup kita. Jawabannya, karena diri kita belum bertakwa. Sebagaimana kata “taubat” digandengkan dengan kata “keberuntungan” (QS. an-Nuur: 31), kata “dzikir” digandengkan dengan kata “tenteram” (QS. ar-Ra’d: 28), begitupun dengan kata “takwa” digandengkan dengan kata “kemudahan”.
http://abufarras.blogspot.com
Minggu, Desember 14, 2008
entahlah
jadi inget ibnul jauzi, penulis kitab shaidul khatir.bukankah shaidul khatir itu artinya lintasan2 pikiran. krn bliau org shalih maka yg bersliweran di kepala bliau adl sesuatu yg bermanfaat. ya, seperti lebah, dr makanan yg baik akan keluar yg baik pula.
ya rabb, jadikan hambaMu ini sperti mrk, spti lebah yg brmanfaat bg org lain.
aamiinn
Jumat, Desember 12, 2008
PEMIMPIN SEDERHANA
Arsip artikel ini telah diupdate pada: Jum\\\'at, 30 Juli 2004, oleh: abufaiz97
http://www.oaseislam.com/modules.php?name=News&file=article&sid=357
Lembar Jum'at: Menantikan Pemimpin yang Sederhana
Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) wafat, kaum Mus-limin segera mencari pengganti untuk melanjutkan kepemimpinan Islam. Ketika itu Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu (RA) memegang tangan Umar bin Khaththab RA dan Abu Ubaidah bin Jarrah RA sambil mengatakan kepada khalayak, “Salah satu dari kedua orang ini adalah yang paling tepat menjadi khalifah. Umar yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai orang yang dengannya Allah memuliakan Islam dan Abu Ubaidah yang dikatakan Rasulullah sebagai kepercayaan ummat ini.”
Tangan Umar gemetar mende-ngar kata-kata Abu Bakar itu, seakan ia kejatuhan bara yang menyala. Abu Ubaidah menutup mukanya dan menangis dengan rasa malu yang sangat. Umar bin Khaththab lalu berteriak, “Demi Allah, aku lebih suka dibawa ke depan lalu leherku ditebas walau tanpa dosa, daripada diangkat menjadi pemimpin suatu kaum dimana terdapat Abu Bakar.”
Pernyataan Umar ini membuat Abu Bakar terdiam, karena tidak mengharapkan dirinya yang ditunjuk menjadi khalifah. Dia menyadari dirinya sangat lemah dalam mengendalikan pemerintahan. Tidak setegas Umar dan tidak sebijak Abu Ubaidah.
Tapi akhirnya pikiran dan perasaan semua orang terarah kepada Abu Bakar. Karena dialah sesungguhnya yang paling dekat, ditinjau dari berbagai aspek, untuk menduduki jabatan khalifah yang teramat berat ini.
Setumpuk alasan dapat dikemukakan untuk menunjuk Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah. Dialah orang yang dianggap paling dekat dengan Rasulullah SAW dan paling kuat imannya, sesuai pernyataan Nabi, “Kalau iman seluruh ummat Islam ditimbang dengan iman Abu Bakar, maka lebih berat iman Abu Bakar.”
Maka terangkatlah Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Nabi SAW. Saat pertama kali Abu Bakar menginjakkan kaki di mimbar Rasulullah, ia hanya sampai pada anak tangga kedua dan duduk di situ tanpa berani melanjutkan ke anak tangga berikutnya, sambil berpidato, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya aku diangkat menjadi pemimpin kalian, tapi aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku. Dan jika aku berbuat kesalahan, maka luruskanlah aku. Ketahuilah, sesungguhnya orang yang lemah di antara kalian adalah orang yang kuat di sisiku, hingga aku berikan hak kepadanya. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka jika aku durhaka, janganlah kalian taat kepadaku.”
Sang khalifah berusaha menjaga wibawa kepemimpinan. Tapi dalam kedudukannya sebagai seorang pemimpin dia berusaha meyakinkan orang yang di bawah kepemimpinannya bahwa jabatan adalah amanah yang menuntut tanggung jawab, bukan penguasaan. Pengu-asa adalah satu orang di antara ummat, bukan ummat dalam satu orang. Abu Bakar tidak mengi-nginkan karena jabatan, dia jadi jauh dengan ummat. Sebaliknya, dia ingin semakin dekat dengan mereka. Terhadap ketentuan Nabi dia menyatakan, “Saya lebih rela diterkam serigala daripada mengubahnya.”
Demikianlah gambaran ketegangan yang terjadi pada waktu pemilihan jabatan khalifah. Semua orang menolak jabatan, padahal kapasitas para sahabat sangat memadai untuk memegang kekuasaan.
***
Ketika Abu Bakar wafat, Umar bin Khaththab disepakati tampil sebagai pengganti. Umar yang memegang amanah selama dua dekade (10 tahun) lebih 6 bulan dan 4 hari, berhasil menggurat sejarah yang mengubah peta dunia.
Lelaki perkasa yang digambarkan kekuatannya saat menentang Islam di zaman jahiliyah sama dengan kekuatan seluruh kaum Quraisy, telah tampil dengan perkasa pula di zaman Islam membela kebenaran, membayar dosa-dosa jahiliyahnya.
Dia larutkan dirinya dalam pengabdian mewujudkan pemerin-tah yang bersih dan bertanggung jawab. Kontrolnya berjalan efektif, sehingga seluruh rakyatnya tidak ada yang luput dari perhatiannya.
Ketika penduduk pinggiran kota kena paceklik, Umar sendiri yang memikul gandum di pundaknya, lalu mengantarkan ke rakyatnya yang tengah dilanda kelaparan. Lalu penduduk itu segera dipindah-kan ke kota untuk mempermudah pemantauannya.
Suatu malam, kota Madinah kedatangan kafilah yang membawa barang dagangan. Diajaknya Abdurrahman bin Auf menemani penjaga kafilah itu semalam suntuk. Tapi tidak jauh dari tempat kafilah itu ada bayi yang selalu menangis, tidak mau diam. Umar berulangkali menasihati, bahkan memarahi ibunya, karena tidak dapat mendiamkan anaknya.
Ibu sang anak itu lalu berkomentar bahwa, “Inilah kesalahan Umar, karena hanya anak yang tidak menyusui yang diberi tunjangan, sehingga anak yang usianya baru beberapa bulan ini terpaksa saya sapih.” Umar sangat terpukul mendengar kata-kata ibu itu.
Ketika menjadi imam shalat Shubuh, bacaan ayatnya tidak jelas karena diiringi tangis. Usai shalat, Umar langsung mengumumkan bahwa seluruh anak kecil mendapat tunjangan dari baitul mal, termasuk yang masih menyusu.
Tegas dan Sederhana
Prinsip ketegasan dan kesederhanaan dipegang kuat oleh Umar. Para gubernur yang bertugas di daerah cukup kewalahan dengan sikap itu.
Pernah ‘Amru bin Ash, gubernur yang sangat berjasa menaklukkan Mesir, diberi hukuman cambuk karena seorang rakyat Mesir melapor bahwa dirinya pernah dipukul sang gubernur. Orang yang melapor itu sendiri yang disuruh memukulnya.
Pernah juga Abdulah bin Qathin, seorang gubernur yang bertugas di Hamash, dilucuti pakaiannya lalu disuruh menggantinya dengan baju gembala, kemudian disuruh menggembala domba beberapa saat. Sebelumnya ada yang diperintahkan membakar pintu rumahnya, karena salah seorang rakyatnya bercerita setelah ditanya oleh Umar tentang keadaan gubernurnya. Dia menjawab, “Cukup bagus, hanya sayangnya dia mendirikan rumah mewah.”
Kemudian gubernur itu disuruh memasang kembali pintunya dan dipesan, “Kembalilah ke tempat tugasmu tapi jangan berbuat demikian lagi. Saya tidak pernah memerintahkan engkau memba-ngun rumah besar,” tegas Umar.
Sebaliknya, terhadap gubernur-nya yang sederhana, Umar sangat sayang. Seperti yang dilakukannya terhadap Sa’ad bin Al-Jamhi yang diprotes rakyatnya karena selalu terlambat membuka kantornya, tidak melayani rakyatnya di malam hari dan tidak membuka kantor sehari dalam seminggu. Itu dilaku-kan karena Sa’ad tidak memiliki pembantu sehingga dia membantu istrinya membuatkan adonan roti. Nanti setelah adonan itu mengembang, barulah berangkat ke kantor.
Sa’ad tidak melayani rakyatnya di malam hari karena waktu itu digunakan untuk bermunajat dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sengaja tidak membuka kantor sehari dalam seminggu kecuali di sore hari karena ia harus mencuci pakaian dinas dan menunggu hingga kering.
Kalau di zaman sekarang, model kepemimpinan seperti ini mungkin dianggap tidak efektif. Orang menyebutnya manajemen tukang sate, yakni harus mengiris daging sendiri, menusuk sate, dan membakarnya sendiri.
Tentu letak perbedaannya ada pada pola pikir dan cara pandang. Para sahabat Nabi sangat takut terhadap pertanggungjawaban di akhirat. Sekecil apapun persoalan ummat menjadi perhatiannya. Berbeda dengan kebanyakan kepemimpinan saat ini dengan prinsip yang penting ada pembagian tugas, lalu pandai membuat laporan. Tidak peduli laporan itu fiktif atau bukan. Ditambah dengan lemahnya kontrol dan pemantauan, maka dimana-mana terjadi penyelewengan.
Sungguh dapat kita bayangkan seperti apa nasib negeri kita kalau orang-orang yang duduk di puncak kekusaan memiliki orientasi berpikir seperti itu. Sangat mengerikan.
Sungguh tidak keliru bila ummat di zaman kini kembali berkaca kepada kesederhanaan sahabat. Alangkah mulianya pribadi Umar bin Khaththab yang membuat peraturan untuk para gubernurnya:
1. Jangan memiliki kendaraan istimewa
2. Jangan memakai pakaian tipis (halus dan mahal harganya)
3. Jangan mengkonsumsi makanan yang enak-enak
4. Jangan menutup rumahmu bila orang memerlukanmu
Semua itu dimaksudkan agar para gubernur dapat merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya.
Semoga pemimpin di negeri ini dapat merenungi beratnya tanggung jawab memegang amanah rakyat. Bila tidak, bisa jadi akan diadili oleh mahkamah sejarah. Lebih menge-rikan lagi tuntutan tanpa pembela di mahkamah akhirat nanti.* (Manshur Salbu/Hidayatullah).
(diambil dari rubrik "Hikmah" majalah Hidayatullah.com, edisi Juli 2004)
Haji dan Bangunan Peradaban.
Haji dan Bangunan Peradaban.
H.Abdul Rahman,Lc.*
“Rabbana aku telah tempatkan istri dan anak keturunanku di lembah yang tidak ada pohon di dalamnya,Rabbana jadikan mereka orang-orang yang menegakan shalat,jadikan hati sebagian manusia-yaitu yang beriman-cenderung untuk mengunjungi mereka dan karuniakan kepada mereka buah-buahan agar mereka menjadi orang-orang yang bersyukur”. (QS.14:37).
Untaian doa yang dilantunkan oleh Nabi Ibrahim as mengandung nilai-nilai besar yang menjadi sumber inspirasi pembentukan sebuah peradaban,diantara nilai tersebut adalah :
- Keyakinan. Dalam kondisi yang secara rasional sangat sulit untuk dipenuhi keinginanannya, beliau mengungkapkan dua hal yang bertolak belakang,pertama tanah yang gersang-tidak ada pohonan-,ini adalah satu kondisi yang disadari tidak mungkin mendapatkan buah sebagai bekal untuk istri & anaknya, kedua : meminta agar Allah mengaruniakan buah-buahan. Ini adalah sebuah keyakinan atas kemutlakan kekuasaan Allah yang bisa berbuat melampui batas-batas kausalitas rasioanalitas makhluk-Nya. Inilah telaga rasa optimis yang tidak akan pernah kering.
- Kekuatan spiritual. Disamping keyakinan yang sangat kuat,hal yang beliau minta adalah kekuatan membangun hubungan dengan Allah dalam bentuk menegakan shalat. Karena dari sinilah otot-otot spiritual dan emosional seorang manusia yang merupakan subjek sebuah peradaban akan kuat. Bagaikan sebuah karet,jiwa seseorang yang memiliki hubungan yang baik denga Rabbnya akan kenyal,tidak mudah dihancurkan,dipatahkan dan dilemahkan.
- Hubungan dengan orang lain. Nabi Ibrahim menyadari bahwa tidak mungkin dia bisa hidup hanya dengan keluarganya saja,maka dia memohon kepada Allah agar Allah memberikan keistimewaan kepada Keluarganya sehingga hati sebagian manusia cenderung kepada mereka,tentunya keistimewaan tersebut adalah nilai-nilai luhur berupa akhlak yang mulia. Dan dalam sejarah, Nabi Ibrahim dan keluarganya di kenal sebagai manusia yang memiliki kepribadian yang mulia sehingga banyak manusia yang simpati kepada mereka dan ingin tinggal bersama mereka.
- kekuatan sumberdayai. factor keempat ini merupakan ikutan/turunan dari dedikasi dan kekuatan kepribadian namun Nabi Ibrahim tetap memintanya secara khusus “Warzuqhum muinatsamarati”. Karena ketika kekuatan ini dimiliki oleh orang-orang shaleh maka akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan kemanusiaan dan totalitas penyembahan kepada Rabb semesta Alam. Disamping itu ketika kekuatan ini menyatu dengan nilai-nilai maka akan mudah untuk mengeksekusi nilai tersebut dalam kehidupan nyata dan lebih luas dan ini akan memberikan pengaruh yang besar dalam proses pembentukan peradaban.
Dalam Ibadah Haji terdapat aplikasi nilai-nilai peradaban yang akan menjadikan umat Islam memimpin peradaban Dunia,diantara aplikasi nilai peradaban tersebut :
- Rabbaniyah. Yaitu penegakan nilai-nilai ketauhidan,inilah tonggak utama sebuah peradaban. Maka Nabi Ibrahim sebagai pendiri Kota Mekkah merupakan pelopor ketauhidan dan perintah yang pertama kali Allah swt sampaikan ketika Nabi Ibrahim,as selesai membangun Ka’bah adalah menghilangkan segala bentuk sembahan selain Allah swt,sebagaimana firman-Nya “ Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu Ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.(22:26)
- Persamaan. Dalam Ibadah Haji tidak ada perbedaan diantara manusia mereka semua sama dalam satu pakaian, yang menunjukan bahwa perbedaan diantara mereka hanyalah satu yaitu ketaqwaan. Dalam hal ini Baginda Rasul telah menegaskan dalam sabdanya “ Tidak ada keutamaan orang arab diatas selain arab,orang yang berkulit putih diatas yang berkulit hitam kecuali yang membedakan mereka adalah taqwa”.
- Perdamaian. Dalam Ibadah Haji tersemai semangat perdamaian dengan begitu kuat,karena ibadah haji dilaksanakan dibulan-bulan yang di hormati (Asyhurul hurum) yang tidak boleh ada peperangan di dalamnya. Dan bagi yang melaksanakan ibadah haji dilarang untuk berburu dan mencabut pohonan. Disamping itu dengan sesama muslim yang melaksanakan ibadah haji agar menjaga adab agar tidak ada yang disakiti. Allah swt abadikan dalam firman-Nya “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”.(2:197)
- Kedisiplinan. Rangkaian ibadah haji sangat panjang dan melelahkan,maka ketika tidak dilakukan dengan kedisiplinan yang tinggi -terlebih ketika dilakukan oleh jumlah manusia yang sangat banyak- maka akan mengalami hal-hal yang bisa jadi justru tidak sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan haji yaitu mendapat haji yang mabrur dengan semakin kokoh dan tercerahkannya jiwa.
- terbiasa survive. Dalam melaksanakan haji suasanannya serba kurang,disamping waktu dan tenaga yang harus di kuras,maka sesungguhnya haji mengajarkan agar setiap mukmin menjadi manusia yang survive disetiap keadaan,karena hanya dengan sikap seperti itu sebuah peradaban bisa di bangun,dalam sebuah hadits Rasul saw mengisyaratkan hal tersebut “ Seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt dari Mukmin yang lemah dan di keduanya banyak kebaikan” (HR.Bukhari).
Karakter Peletak Peradaban.
Sebagai peletak fondasi peradaban, Nabi Ibrahim dan keluarganya telah menjadi contoh yang nyata sebagai manusia-manusia tangguh yang pantas diabadikan oleh Allah dalam firman-firman-Nya sebagaimana Firman Allah dalam Surah 60:4
“Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia…”
*- Ketua MPW Partai Keadilan Sejahtera Propinsi Kep. Riau
Jumat, Desember 05, 2008
MUHASABAH
Al Muhasabah
Arti muhasabah ialah introspeksi atau mawas atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah ini tidak harus dilakukan pada akhir tahun, akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat.
Menjelang pergantian tahun (evaluasi tahunan), ada baiknya kita mengevaluasi diri kita masing-masing, sejauh mana telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya sudah melaksanakan, maka hendaknya ditingkatkan. Tetapi seandainya belum melaksanakan perintah serta meninggalkan larangan-Nya dan Rasul-Nya, maka harus kembali sadar (yaqdhah) kemudian bertaubat kepada Allah.
Tindakan muhasabah ini memang diperintah Allah dengan firman-Nya yang artinya: ''Hai orang-orang yang beriman takwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan''. (QS. al-Hasyr/59:18)
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Dalam ayat tersebut, kata takwa disebut dua kali, yang pertama sesudah kalimat panggilan kepada orang yang beriman, alladzina amanu, dan yang kedua setelah kata maqaddamat lighad. Maksudnya ialah iman saja yang terletak dalam hati belum cukup, ia harus diaktualkan dalam bentuk amal shalih atau akhlak al-karimah. Artinya pengakuan dalam hati itu harus dibuktikan dengan aksi, tanpa aksi iman akan kurang bermakna.
Muhasabah hendaknya dilakukan juga dalam hal yang umum tentang umur, harta, kesempatan dan waktu, apakah tiga hal itu secara maksimal sudah dipergunakan untuk beribadah kepada Allah dan pengabdian kepada orang lain serta masyarakat. Kita harus ingat akan sebuah hadits Nabi saw.: ''Raihlah lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni kaya sebelum miskin, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, sehat sebelum sakit, dan hidup sebelum mati''.
Umur bertambah panjang berarti lebih dekat dengan mati, menemui Allah SWT, tentu harus disertai bekal yang cukup memadai dan seterusnya. Untuk memantapkan muhasabah itu, perlu melakukan hal-hal sebagai berikut
1. Muraqabah (pengawasan). Pengawasan dilakukan terhadap lahiriah dan batiniah semua perbuatan kita, seperti keikhlasan dan kesempurnaan amal kita.
2. Mu'aqabah (sanksi), yakni memberi sanksi kepada diri sendiri, tentu atas dasar manfaat, seperti meninggalkan amal kebaikan diberi sanksi melaksanakan ibadah yang lebih baik, sesuai dengan hadits nabi saw.: ''ikutilah kejelekan atau kejahatan dengan kebaikan, karena amal kebaikan itu bisa melebur dosa, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang bagus''. (HR. Tirmidzi).
3. Mu'atabah ala al-nafs (mengkritik pada diri sendiri), suatu kritikan yang sesuai dengan standard Alquran dan al-Hadits, seperti mempertanyakan mengapa kamu berbuat kemaksiatan begini dan begitu, mengapa kamu malas, mengapa kamu tidak jujur dan sebagainya. Insya Allah jika Anda bisa melakukan muhasabah, kemudian mengikutinya dengan langkah-langkah yang lain tersebut, kita akan bisa meningkatkan amal kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan sedikit demi sedikit.
Allah Swt berfirman :
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu” (QS.17:14).
ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7Å¡ym ÇÊÍÈ
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.(QS.75:15).
È@t/ ß`»|¡RM}$# 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouÅÁt/ ÇÊÍÈ öqs9ur 4s+ø9r& ¼çntÏ$yètB ÇÊÎÈ
Pertanyaan Pertama: Apakah anda telah melaksanakan Shalat lima waktu hari ini? Apabila belum, maka segeralah lakukan sebelum maut menjemputmu.
Beberapa dalil:
Firman Allah : ”Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS.4:103).
Sabda Rasul Saw : Rasulullah pernah di tanya ”Amal apakah yang paling dicintai Allah, Rasul saw menjawab ”Shalat pada waktunya”. (Muttafaq Alaih)
Perkataan Ulama: ”Seandainya aku dihadapakan pada dua pilihan, antara Shalat dua rakaat dan masuk syurga, maka aku akan pilih untuk shalat dua rakaat, karena dengan melaksanakannya aku telah mendapatkan ridho dari Rabb-ku, sedangkan masuk ke syurga hanya mementingkan keinginan diriku, maka sudah sepantasnya bagi seorang hamba yang beradab untuk mendahulukan keridhaan Rabb-nya dari pada keinginan dirinya”.
Pertanyaan kedua : Berapa waktukah anda lakukan shalat dengan berjamaah? Sesungguhnya Rasulullah tetap melaksanakannya dengan berjamaah walaupun ditengah berkecamuknya peperangan.
Beberapa dalil:
Firman Allah : ”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. (QS.4:102)
#sÎ)ur |MZä. öNÍkÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áã (#q=|Áãù=sù y7yètB (#räè{ù'uø9ur öNèduõÏn öNåktJysÎ=ór&ur
Hadits Rasul : ”Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw suatu saat melihat banyak yang tidak datang shalat berjamaah kemudian beliau SAW bersabda ”Aku telah berniat untuk memerintahkan para pemuda untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyerukan shalat berjamaah, kemudian aku datangi orang-orang yang melaksanakan shalat di rumah tanpa alasan, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka”.
Perkataan Ulama: ”Dahulu para salafushalih merasa sedih apabila mereka tertinggal takbiratul ihram dengan berkata: ”Kehilangan orang yang tercinta bukanlah sebuah musibah, tetapi musibah adalah ketika diharamkan mendapatkan pahala”.
Pertanyaan Ketiga : Apakah anda lakukan shalat dengan khusu’?
Beberapa dalil: ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangny”a.(QS:23:1-2)
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ
Hadits Rasul: ”Dari Abdullah bin Syikhir ra berkata : ketika aku mendatangi Rasulullah,beliau sedang shalat dan dari mulutnya terdengar gemetar, seperti orang yang sedang menangis”.
Perkataan Ulama : ”Setiap kali aku shalat maka aku rasakan seakan ka’bah ada didepanku dan syurga ada di arah kananku serta Rasulullah sedang memeriksa shalatku”. (Hatim bin Adi)
Pertanyaan Keempat : Apakah anda telah berbuat baik kepada orang tua anda baik ketika mereka hidup atau ketika sudah meninggal?
Firman Allah:
1. ”Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, (karena) hanya kepada-Kulah tempat kembalimu”.(QS.31:14)
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
2. ”Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa”. (QS.4:36)
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÇÌÏÈ
Hadits Rasul :
”Rasulullah saw pernah ditanya: ”Siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan terbaik? Beliau SAW menjawab: Ibumu. Kemudian siapa lagi? Ibumu. Kemudian siapa lagi? Ibumu. Kemudian siapa lagi? Bapakmu”.
Perkataan Ulama:
”Alqamah mengalami sakit yang menyebabkan kepada kematian, dan ketika itu ibunya sedang marah kepadanya, maka ketika diminta untuk mengucapkan syahadat ia hanya diam, Rasul SAW bersabda: ”Ibunya marah kepadanya, maka lisannya terhalang dari mengucapkan syahadat.”
Pertanyaan kelima : Apakah anda telah berbuat baik kepada tetangga anda dari manusia dan malaikat?
Firman Allah: ”Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh”.(QS.4:36)
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3
Hadits Rasul:
1. ”Rasul saw bersabda: ”Jibril terus memberikan wasiat kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai aku kira aku harus mewariskan harta kepada tetanggaku.”
2. ”Barangsiapa yang menyakiti tetangganya maka ia telah menyakitiku.”
Perkataan Ulama: ”Pernah disampaikan kepada orang yang mengeluh karena dirumahnya banyak tikus. Kenapa kamu tidak pelihara kucing? Dia menjawab: ”Aku takut tikus-tikus itu mendengar suara kucing dan lari kerumah tetanggaku, dan itu berarti aku telah menyakiti tetanggaku”
Pertanyaan Keenam : Apakah anda telah membersihkan hati anda dari takabur, riya, dendam dan hasad?
Firman Allah :
1. ”Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (QS.16:23).
4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úïÎÉ9õ3tGó¡ßJø9$# ÇËÌÈ
2. ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”. (QS:98:5).
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# ß`Ï Ï ÇÎÈ
3. ”dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (QS.113:5)
Hadits Rasul :
1. ”Tidak akan masuk syurga orang yang didalam hatinya ada sebesar dzarrah dari sifat sombong”.
2. Rasulullah bersabda, Allah swt berfirman:
”Keikhlasan adalah salah satu dari rahasia-Ku, yang hanya aku berikan kepada orang-orang yang aku cintai.” (Hadits Qudsi)
3. ”Telah menyebar penyakit umat sebelum kamu, yaitu hasad dan saling dendam”.
Perkataan Ulama: ”Seorang penasehat pernah berkata: ”Jauhkan darimu sifat takabur, karena itu merupakan maksiat pertama yang terjadi di langit, iblis telah berbuat takabur sehingga ia menjadi makhluk yang terlaknat, jauhkan darimu sifat tamak, karena itu merupakan dosa pertama yang terjadi di syurga, jauhkan dirimu dari sifat hasad, sesungguhnya itu merupakan dosa pertama yang terjadi di muka bumi”.
Pertanyaan ketujuh : Apakah anda telah membersihkan lisan anda dari dusta, ghibah, adu domba, debat dan perkataan sia-sia?
Firman Allah:
1. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS.49:12)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
2. ”La'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”. (QS.3:61)
|MuZ÷è©9 «!$# n?tã úüÎ/É»x6ø9$# ÇÏÊÈ
3. ”Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. (104:1)
×@÷ur Èe@à6Ïj9 ;otyJèd >otyJ9 ÇÊÈ
Hadits Rasul :
1. ”Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya sampai lurus lisannya”.
2. ”Apakah keselamatan itu ya Rasulullah?. ” Jagalah lisanmu”.
Perkataan Ulama:
1. ”Tidak sempurna agama seseorang sebelum sempurna penjagaan lisannya” (Hasan Bashri)
2. ”Demi Allah sesungguhnya ghibah lebih cepat merusak agama sesesorang melebihi cepat rusaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia ”(Ibnu Sirin)
Pertanyaan kedelapan : Apakah anda telah bertaqwa kepada Allah dalam urusan makanan dan penghasilan anda?
Firman Allah:
1. ”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.23:51)
$pkr'¯»t ã@ß9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ=»|¹ ( ÎoTÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×LìÎ=tæ ÇÎÊÈ
2. ”Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (QS.2:172)
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2 `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB öNä3»oYø%yu (#rãä3ô©$#ur ¬! bÎ) óOçFZà2 çn$Î) crßç7÷ès? ÇÊÐËÈ
3. ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil”. (QS.188)
Hadits Rasul:
1. ” Seseorang yang tubuhnya tumbuh dari makanan yang haram maka neraka lebih pantas untuknya”
2. Bahagialah orang yang baik (halal) penghasilannya,benar batinnya, menjaga orang lain dari keburukannya, dan sibuk mengurusi aibnya dari pada mengurusi aib orang lain”.
Perkataan Ulama: ”Apabila aku mendapatkan sepotong roti yang halal,maka akan aku gunakan untuk mengobati 40 orang yang sakit”
Pertanyaan : Apakah anda telah meminta ampun kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya?
Firman Allah:
”Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS:24:31)
4 (#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èÏHsd tmr& cqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ
Hadits Rasul:
”Jika seorang hamba bertaubat kepada Allah,maka Allah akan mengampuninya,dan Allah akan melupakan malaikat pencatat dari catatan kesalahannya dan Allah SWT akan membuat lupa bumi tempat dilakukannya dosa , agar ia kelak datang pada hari kiamat dan tidak ada satupun yang menjadi saksi atas dosanya”.
Perkataan Ulama: ”Wahai Daud, rintihan seorang yang bertaubat lebih aku cintai daripada dzikirnya orang yang berdzikir”.
Saudaraku ...
Inilah kewajiban harian yang harus anda laksanakan di waktunya dengan cara yang teliti, waspadalah dari kelalaian, maka hisablah dirimu pada setiap petang dari setiap kewajiban-kewajiban tersebut, apabila engkau dapatkan jawabannya : Ya , maka pujilah Allah (Ucapkan alhamdulillah), dan apabila jawabannya tidak , maka istighfarlah dan bertaubatlah, dan azamkan dirimu untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Wallahu a'lam bish shawab