Jumat, Desember 05, 2008

Hijrah, Muhasabah, Muharram

HIJRAH PARA NABI

Download di : http://ahmadsaichudin.blogspot.com

Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah kembali kita peringati pada tahun ini guna mendapatkan pelajaran yang berharga dari peristiwa besar itu, disebut peristiwa yang besar karena hijrah inilah yang merupakan titik tolak bagi tegaknya nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata melalui terwujudnya daulah Islamiyah (negeri yang Islami), yaitu negeri Madinah. Dari peristiwa ini kita mendapat pelajaran berharga bahwa meskipun sudah ada jamaah da’wah yang dibangun oleh rasul Saw dan para sahabatnya, tetap saja tegaknya nilai-nilai Islam masih sangat jauh karena tegaknya nilai-nilai Islam memang tidak cukup hanya melalui “jamaah” dari kaum muslimin, tapi tegaknya nilai-nilai Islam juga sangat memerlukan adanya negara yang konstitusinya memungkinkan pelaksanaan ajaran Islam dalam berbagai aspek. Sekali lagi ditegaskan bahwa penegakan nilai-nilai Islam harus berlangsung secara konstitusional melalui undang-undang suatu negara, tak cukup hanya sekedar melalui jamaah da’wah yang ada di negeri tersebut.

Tidak Hanya Nabi Muhammad Saw.

Harus kita ingat bahwa sebenarnya hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari satu negara ke negara yang lain bukan hal baru hanya diperintah kepada Nabi Muhammad Saw, tapi Nabi-Nabi sebelumnya juga diperintah dan para Nabi itu melaksanakannya. Nabi Ibrahim as diperintah oleh Allah untuk hijrah ke suatu tempat sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya: Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS 29:26).

Disamping Ibrahim as, nabi Musa as juga harus hijrah ke negeri yang lain karena adanya ancaman pembunuhan terhadap dirinya, Allah berfirman yang artinya: Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu (QS 28:15).

Disamping itu terdapat juga ayat lain yang menegaskan tentang hijrahnya Musa ke kota yang lain, yaitu ke negeri Madyan atas saran seorang laki-laki yang mengetahui rencana pembunuhan atas diri nabi Musa as, Allah berfirman yang artinya: Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang yang memberi nasihat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdo’a: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu” (QS 28:20-21).

Selain Ibrahim dan Musa, Nabi Nuh juga diperintah berhijrah ketika akan terjadi banjir besar dengan menggunakan perahu yang dibuatnya sendiri, Allah berfirman yang artinya: Hingga apabila perintah kami datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami berfirman: “muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang dan keluargamu, kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman” (QS 11:40).

Hakikat Hijrah

Secara harfiyah, hijrah itu berarti at turku yang artinya meninggalkan, baik meninggalkan tempat maupun meninggalkan sesuatu yang tidak baik, namun hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat lain pada masa sekarang ini bukanlah suatu kemestian, kecuali apabila negeri yang kita diami tidak memberikan kebebasan kepada kita untuk mengabdi kepada Allah Swt atau negeri itu sudah sangat rusak yang tingkat kemaksiatan sudah tidak terkira dan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu hakikat hijrah yang sebenarnya adalah apa yang disebut dengan hijrah ma’nawiyah, yaitu hijrah dalam arti meninggalkan segala bentuk yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Dalam hal ini Rasul Saw bersabda:

Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya (HR. Nukhari dan Muslim).

Apabila kita sederhanakan, sekurang-kurangnya ada empat bentuk hijrah secara ma’nawi.

Pertama, hijrah i”tiqadiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk keyakinan, kepercayaan dan ikatan-ikatan yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Ini merupakan kemestian bagi setiap muslim sehingga sangat tidak dibenarkan apabila keyakinan dan kepercayaan seorang muslim masih bercampur dengan keyakinan dan kepercayaan yang tidak Islami. Namun kita amat menyayangkan, hingga kini masih begitu banyak orang yang mengaku muslim tapi kepercayaan dan keyakinannya masih bercampur dengan kepercayaan dan keyakinan yang tidak benar.

Kedua, hijrah fikriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk pola berpikir yang tidak sesuai dengan pola berpikir yang Islami, ini berarti setiap muslim harus selalu berpikir dalam kerangka kebenaran Islam, dia tidak boleh memikirkan sesuatu guna melakukan hal-hal yang tidak benar. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt sendiri memberikan rangsangan kepada kita agar berpikir dalam rangka taat kepada-Nya, misalnya saja ada firman Allah yang artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab?. Maka tidakkah kamu berpikir (QS 2:44).

Ketiga, hijrah syu’uriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk perasaan yang cenderung kepada hal-hal yang tidak benar, bila orang sudah hijrah dari perasaan-perasaan yang tidak benar, maka jiwanya menjadi hidup sehingga jiwanya menjadi sensitif atau peka terhadap segala bentuk kemaksiatan yang membuatnya tidak akan membiarkan kemaksiatan atau kemunkaran itu terus berlangsung, dalam kaitan ini rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah dia merubah (mencegah) dengan tangan (kekuasaan)nya, bila tidak mapu hendaklah dia merubah (mencegah) dengan lisannya dan bila tidak mampu juga, hendaklahka dia merubah (mencegah) kemunkaran itu dengan hatinya, yang demikian itulah selemah-lemah iman (HR. Muslim).

Keempat, hijrah sulukiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt. Ini berarti seorang muslim sangat tidak dibenarkan melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka kalau yang dilarang itu tetap dikerjakan oleh manusia, cepat atau lambat, manusia itu akan mengalami akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat, begitu juga dengan perintah Allah yang tidak dikerjakannya. Sebagai salah satu contoh, zina merupakan sesuatu yang harus dijauhi oleh manusia dan bila ada orang yang melakukannya, maka hukuman yang tegas harus diberlakukan, tapi kenyataan menunjukkan bahwa zina itu dibiarkan saja terus berlangsung, bahkan fasilitasnya disediakan sementara orang yang melakukannya tidak dihukum sebagaimana hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an, maka yang terjadi kemudian adalah munculnya penyakit yang sangat menakutkan dan belum ditemukan apa obatnya sementara martabat manusia juga menjadi semakin rendah.

Dari pembahasan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa hakikat hijrah itu sebenarnya adalah komitmen pada ketentuan-ketentuan dengan meninggalkan segala bentuk sikap dan prilaku yang tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah Swt. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:

Apabila engkau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah (HR. Ahmad dan Bazzar).

Apabila engkau meninggalkan perbuatan yang keji, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah (HR. Ahmad dan Bazzar).

Karena hakikat hijrah adalah melaksanakan perintah Allah dengan meninggalkan kemalasan dan kedurhakaan kepada-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan meninggalkan segala bentuk kesukaan atau kecintaan kita kepada kemaksiatan, maka hijrah itu harus kita lakukan sepanjang perjalanan hidup kita sebagai muslim, kesemua ini tentu saja menuntut kesungguhan (jihad). Karena itu iman, hijrah dan jihad merupakan kunci bagi manusia untuk meraih derajat yang tinggi dan kemenangan dalam hidup melawan musuh-musuh kebenaran, Allah berfirman yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (QS 9:20).

PERINGATAN DARI HIJRAH

Tahun baru 1 Muharram segera kita masuki dan kita peringati dengan berbagai aktivitas yang baik dan bermutu, mulai dari do’a akhir dan awal tahun, tabligh, muhasabah, diskusi dan seminar hingga bazzar dan pameran yang kesemua itu bermuara pada keinginan kita untuk menemukan kekurangan-kekurangan kita, baik sebagai pribadi, keluarga maupun masyarakat muslim lalu memperbaiki serta meningkatkan kualitas dan kuantitas kaum muslimini, apalagi ditengah-tengah momentum kebangkitan kaum muslimin sedunia, karenanya kita amat senang dan bersyukur ketika mendapat informai tentang betapa berkembang-pesatnya kaum muslimin di belahan dunia yang lain, salah satunya adalah muslim di Amerika Serikat yang diantara indikasi kemajuannya adalah semakin bertambah banyaknya masjid dengan Islamic centernya yang pada tahun 1990 berjumlah 600 buah, kini telah mencapai 1.250 buah (Republika, 17 Mei 1996).

Setelah kita memperingati peristiwa hijrah, ada banyak hikmah atau pelajaran yang bisa kita peroleh, hal itu merupakan sebuah peringatan bagi kita juga bahwa; apabila kita ingin sukses dalam mencapai kejayaan umat sebagaimana sukses yang telah diraih oleh Rasul dan para sahabat, maka kitapun harus melakukan hal-hal yang dilakukan oleh Rasul Saw dan para sahabatnya itu.

Sekurang-kurangnya ada enam peringatan atau pelajaran yang bisa kita dapatkan dari peristiwa hijrah Rasul Saw dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah.

1. Perencanaan Yang Matang.

Hijrah merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh Rasul dan para sahabat guna mendapatkan wilayah yang memungkinkan bagi tegaknya nilai-nilai Islam. Meskipun perjuangan Rasul kalau mendapatkan kesulitan akan memperoleh pertolongan dari Allah Swt, tetap saja Rasul Saw dalam perjuangannya tidak mengandalkan pertolongan Allah itu lalu beliau santai-santai saja, sama sekali tidak. Tapi beliau justeru membuat perencanaan yang matang tentang strategi perjalanan hijrah agar kendala-kendala bisa dicegah menjadi sedikit mungkin. Perencanaan yang matang itu misalnya dengan ditugaskannya Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidur Nabi guna mengecohkan porang-orang kafir yang hendak membunuh Nabi, perencanaan yang matang juga nampak dari tidak langsungnya Rasulullah berangkat ke Madinah, tapi beliau singgah dulu di gua Tsur selama 3 hari guna menyulitkan percarian terhadap Nabi yang dilakukan oleh orang-orang kafir, begitu juga dengan perintah kepada Umar bin Khattab guna mengalihkan opini terhadap orang-orang kafir tentang kepergian bai ke Madinah, bahkan jauh sebelumnya Rasul telah mengutus Mush’ab bin Umair untuk da’wah ke Madinah guna mendapatkan peluang wilayah hijrah bila tingkat permusuhan orang-orang kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dan banyak lagi sisi-sisi perencanaan yang matang dalam kaitan hijrah.

Itu semua merupakan suatu isyarat dari Rasul Saw bahwa perjuangan harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, bila tidak menjadi tidak jelas target apa yang harus dicapai dan apa saja aktivitas yang harus dilaksanakan.

2. Kerjasama Yang Baik.

Dalam hijrah amat nampak bagi kita bagaimana Rasul Saw dan para sahabatnya bahu membahu dan saling kerjasama yang baik. Rasul Saw telah membagi tugas yang sesuai dengan kondisi masing-masing sahabat dan para sahabat menjalankan amanah yang diberikan oleh Rasul Saw dengan sebaik-baiknya. Tak ada dikalangan para sahabat yang iri dengan sahabat yang lain. Semuanya diterima dan dilaksanakan dengan baik meskipun resikonya sangat besar. Misalkan saja, Ali ditugaskan oleh Rasul untuk tidur di tempat tidur beliau, ini merupakan tugas yang resikonya sangat tinggi bila dilaksanakan karena Rasulullah adalah orang yang sedang dalam anacaman pembunuhan dari orang kafir dan ketika orang-orang kafior menggerebekl kamar tidur Nabi dan yang mereka dapati hanya Ali lalu Ali ditanya tentang dimana Nabi berada; dengan keberanian yang hebat Ali menjawab tidak tahu --meskipun sebenarnya dia tahu-- dan Ali akhirnya harus mengalami siksaan dari orang-orang kafir. Umar bin Khattab juga mendapat tugas dengan resiko yang berat, yakni membentuk opini dengan mengatakan: “siapa yang ingin anaknya menjadi yatim dan isterinya menjadi janda, cegahlah aku, karena aku akan segera menyusul Nabi berangkat ke Madinah”. Ungkapan Umar ini membuat orang-orang kafir menjadi heran; kapan Muhammad pergi ke Madinah, padahal beliau masih di kota Makkah. Abu Bakar Ash Shiddik juga bertugas menjadi pendamping Rasul yang setia meskipun resikonya juga sangat besar, apalagi nabi mau dibunuh yang seandainya mereka tahu dimana Nabi bersumbunyi, tentu Abu Bakar juga akan dibunuh oleh mereka. Tapi Abu Bakar tetap menjadi pendamping Rasul dalam persembunyiannya di gua tsur selama tiga hari, bahkan anak-anaknya Abu Bakar juga memberikan dukungan penuh dalam kerjasama yang baik, mereka membawakan makanan dan memberikan informasi-informasi penting untuk Rasul dan Abu Bakar.

Itulah diantara contoh-contoh bagaimana Rasul dan para sahabatnya telah bekerjasama dengan baik dalam perjalanan hijrah itu. Ini juga menjadi isyarat bagi kita bahwa perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam di muka bumi ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang diri, sehebat apapun kualitas orang itu, makanya diperlukan orang banyak dengan kualitas yang baik dalam perjuangan menegakkan Islam dan orang yang banyak itu harus bekerjasama sebagaimana bangunan yang saling kuat menguatkan dan lengkap melengkapi, inilah memang model perjuangan yang disenangi oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an yang artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS 61:4).

3. Pengorbanan Yang Besar.

Hijrah Nabi dan para sahabatnya ke Madinah juga memberikan contoh kepada kita betapa yang namanya perjuangan itu memang menuntut pengorbanan, baik pengorbanan harta, jiwa, tenaga, pikiran, waktu dan perasaan. Dengan perasaan yang berat, Nabi dan para sahabatnya harus ikhlas meninggalkan kampung halaman dan keluarga, Ali bin Abi Thalib dan Asma binti Abu Bakar hampir saja tewas karena menanggung derita penyiksaan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap dirinya dengan sebab menjaga rahasia tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar di gua Tsur,

Abu Bakar sendiri berkorban dengan semua uang yang dimilikinya sebagai bekal dalam perjalanan jauh menuju Madinah, sementara sahabat-sahabat Nabi yang berada di Madinah dengan keikhlasan yang tiada terkira siap mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadi dan keluarga mereka guna menolong sahabat-sahabat dari Makkah dan itu pula sebabnya mengapa mereka disebut sebagai kelompok anshar yang artinya penolong.

Dengan pengorbanan yang besar itulah, perjuangan insya Allah akan mencapai hasil yang maksimal, sedang orang-orang yang berkorban dengan penuh keiskhlasan telah dijamin oleh Allah terhindar dari azab neraka yang pedih dan mereka akan dimasukkan ke dalam syurga. Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya (QS 61:10-11).

Di dalam ayat yang lain, Allah Swt menegaskan tentang jaminan syurga itu, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka (QS 9:111).

4. Kesungguhan Yang Mantap.

Hijrah merupakan perjalanan yang jauh, mencekam dan sulit. Oleh karena itu hijrah harus dilaksanakan dengan niat yang ikhlas agar bisa bersungguh-sungguh, tanpa kesungguhan, tidaklah mungkin hijrah itu bisa terlaksana, kalau toh secara fisik seseorang berhasil sampai ke tujuan hijrah, tidak ada nilai pahala sedikitpun dari Allah Swt, itu pula sebabnya Rasulullah saw bersabda dalam hadits yang sangat kita kenal:

Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya dan yang teranggap bagi tiap orang apa yang ia niatkan. Maka siapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrah itu diteoleh Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrah karena karena keuntungan duniawi yang dikejarnya atau karena perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niat hijrah kepadanya (HR. Bukhari dan Muslim).

5. Persaudaraan Yang Indah.

Setelah Rasul dan para sahabatnya tiba di Madinah, sambutan luar biasa ternyata diperlihatkan oleh orang-orang Madinah, bahkan Rasul Saw sendiri sampai bingung harus tinggal dimana, bingung bukan karena tidak ada tempat untuk beliau, tapi bingung karena hampir semua orang Madinah menginginkan agar Rasul menetap

di rumah mereka. Oleh karena itu Rasul saw menyatakan bahwa biarkan unta ini berhenti, dimana dia berhenti, disitulah saya akan menetap. Para sahabat yang lain juga diterima dengan senang hati untuk menetap di rumah kaum muslimin Madinah, bahkan ada diantara orang-orang Anshar itu yang membagi hartanya menjadi dua untuk diberikan kepada orang Muhajirin serta menyiapkan jodoh seorang wanita yang shalihah untuk diperisteri.

Persaudaraan yang indah itu diperkokoh lagi oleh Rasulullah dengan dibangunnya sebuah masjid yang kemudian diberi nama dengan masjid Nabawi, masjid yang difungsikan sebagai pusat pembinaan umat dan persaudaraan kaum muslimin merupakan sesuatu yang dibinanya.

Ini merupakan isyarat dari Rasul bahwa perjuangan yang berat dalam menegakkan ajaran Islam mesti ditopang dengan ukhuwah dikalangan kaum muslimin, bila tidak, meskipun potensi yang dimiliki oleh kaum muslimin sedemikian besar, tanpa ukhuwah akan membuat kaum muslimin menjadi tidak potensial sehingga mudah dipermainkan oleh orang-orang kafir.

6. Kebanggaan Sebagai Muslim.

Sambutan yang sedemikian hangat, persaudaraan yang sedemikian indah dan kokoh serta pembangunan kota Madinah yang berhasil dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya membuat kaum muslimin baik dari muhajirin maupun anshar semakin memiliki kebanggan sebagai muslim. Kebanggaan sebagai muslim ini merupakan modal yang sangat berarti bagi perjuangan selanjutnya dan ini memang betul-betul terjadi.

Maka dengan kemajuan yang dicapai oleh kaum muslimin membuat orang-orang kafir Quraisy iri dan dengki, merekapun akhirnya menyulut kembali api permusuhan dan dua tahun sesudah hijrah itulah meletus perang yang pertama antara kafir dengan muslim. Perang sebenarnya sudah dihindari oleh Nabi dengan hijrah ke Madinah, tapi kalau sudah hijrah mereka tatap saja menyerang, apa boleh buat; kalau musuh sudah menyerang tak pantas lagi kita lari. Dan peperanganpun dimenangkan oleh kaum muslimin.

Ini juga sebuah isyarat bagi kita bahwa kebanggan sebagai muslim itu memang sangat diperlukan agar seseorang bisa konsekuen sebagai seorang muslim, karena itu Allah memperingatkan kita agar tidak minder sebagai seorang muslim, Allah berfirman yang artinya: Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (QS 3:139).

Inilah beberapa poin diantara hal-hal yang harus menjadi hasil dari peringatan tahun baru Islam dari tahun ke tahun. Selamat tahun baru, semoga perjalanan hidup kita selalu lebih baik dari waktu ke waktu.

Di rangkum dari berbagai sumber (Artikel Ustadz Ahmad Yani, AlSofwah dll) oleh AlFaqiir Ahmad Saikhudin

MENGHITUNG DIRI

Betapa cepatnya waktu bergulir, siang dan malam silih berganti tanpa kita sadari, berputar terus tanpa henti merenggut hari-hari dan umur kita. Bulan demi bulan terus berlalu seakan bagai mimpi, lewat dengan begitu cepat seperti seorang penyebrang jalan. Bahkan setahun pun tidak kita rasakan, padahal ia adalah kesempatan untuk persiapan menuju perjalanan yang jauh.., apa yang telah kita perbuat selama ini, ketaatan apa yang dapat kita persembahkan?Pahala dan kebaikan apa yang telah kita usahakan?

Setiap Orang akan Mendapati Apa yang Ia Kerjakan

Walaupun kita telah lupa terhadap apa yang kita lakukan di masa lalu, baik itu kebaikan maupun keburukan, namun itu semua terjaga dan tercatat dalam buku catatan amal. Dua malaikat pencatat (kiraman katibin) tak pernah lalai mengawasi gerak-gerik dan ucapan kita.

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. 50:18)

Tak ada satu kata yang diucapkan oleh anak Adam, kecuali ada pengawas yang selalu menulis dan menghitungnya, tidak ada yang terlewat walau hanya satu kalimat atau satu gerakan.

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 82: 10-12)

Kelak nanti di Hari Kiamat setiap orang akan melihat rekaman dari perbuatannya selama di dunia. Tak satu pun yang dapat mengelak, masing masing diliputi kegundahan dan rasa takut, kecuali orang-orang mukmin, maka mereka mendapatkan curahan rahmat dari Allah disebabkan ketaatan mereka kepada-Nya dan karena mereka selalu mengikuti Rasul-Nya n.

“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut.Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya.Pada hari itu, kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.(Allah berfirman) “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguh-nya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan”. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerja-kan amal yang saleh, maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga).Itulah keberuntungan yang nyata. (QS. 45:28-30)

Pada Hari Kiamat, orang-orang kafir dan ahli maksiat menunduk lesu, menyesali perbuatannya selama di dunia, mereka dalam keadaan hina dan ketakutan seraya menyeru kecelakaan atas diri mereka.

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak meng-aniaya seorang jua pun.” (QS. 18:49)

Bersegeralah Sebelum Ajal Menjemput

Satu hal yang patut untuk kita renungi adalah, apa persiapan kita untuk menghadapi Hari Akhirat? Apakah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan berbagai amal yang dapat menyelamatkan kita dari huru-hara dan kedahsyatannya? Pernahkah kita menghitung diri atas apa yang telah kita ucapkan dan kita perbuat? Mari segera kita jawab sebelum datang waktunya bagi kita untuk mengucapkan,

“Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Kemudian kita dapati jawaban, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan.” (QS. 23:100)

Sungguh para salaf adalah orang-orang yang paling banyak melakukan ibadah, ketaatan dan amal shalih. Namun ternyata mereka tidak begitu saja mengandalkan amal perbu-atan mereka, bahkan mereka senan-tiasa merasa khawatir kalau-kalau apa yang mereka lakukan itu masih belum diterima oleh Allah, sehingga terus merasa kurang dalam beramal dan tak henti-hentinya memohon ampunan kepada Allah.

Coba kita perhatikan bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melakukan shalat hingga kedua kaki beliau bengkak, kemudian dalam sehari beliau beristighfar mohon ampunan kepada Allah lebih dari seratus kali. Apakah beliau pernah bermaksiat kepada Allah sehingga harus mohon ampun sehari lebih dari seratus kali? Demi Allah beliau adalah manusia yang paling taat. Itu semua beliau lakukan tak lain karena muhasa-bah yang tiada henti, muraqabah dan sikap tawadlu’ yang sempurna kepada Allah, sehingga beliau terus bertaubat dan beristighfar kepada-Nya.Beliau tidak semata-mata mengandalkan kedudukannya yang mulia dan tinggi sebagai nabi, bahkan beliau sendiri menyatakan, ”Seseorang masuk Surga bukan semata-mata karena amalnya.” Para shahabat bertanya, ”Tidak pula engkau wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ”Tidak juga aku, kecuali jika Allah mencurahkan kepadaku rahmat dan keutamaan-Nya.”

Jika seorang penghulu Nabi saja keadaannya seperti itu, maka bagaimana lagi dengan kita?Bagaimana mungkin kita merasa bangga dengan amal kita, bahkan kita sering banyak bergurau, bermain-main, padahal kita tidak tahu ke mana tempat kembali kita kelak di akhirat?

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. 21:47)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman,

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. 3:30)

Allah akan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hamba-Nya, menghitung keseluruhan amal mereka tak satu pun yang ketinggalan dan Dia tidak akan menzhalimi hamba-Nya. Bahkan Dia memaafkan, mengampuni dan menyayangi, namun Dia juga menyiksa siapa saja yang dikehendaki dengan kebijaksanaan dan keadilan-Nya.

Setiap Kita Akan Ditanya

Karena dahsyatnya Hari Pembalasan, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk selalu menghitung diri dan mempersiapkan hari depan, sehingga ketika datang kematian, maka ia tidak dalam keadaan lalai dan terlena. Dia berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 59:18)

Imam Ibnu Katsir berkata, “Mak-sudnya adalah hitunglah diri kalian sebelum nanti dihitung, lalu lihatlah apa yang telah kalian siapkan berupa amal shalih untuk bekal hari kepulanganmu dan menghadap Tuhanmu.”

Seorang mukmin harus selalu menghitung diri karena ia tahu bahwa kelak besok di hadapan Allah ia akan dihisab. Allah telah memberitahukan kepada kita, bahwa kita semua nanti akan ditanya tentang nikmat yang telah kita terima di dunia,

“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu ).” (QS. 102:8)

Kita semua akan ditanya tentang nikmat itu, makan dan minum yang kita santap, harta benda, rumah, kendaraan dan pakaian, untuk apa semua itu dan bagaimana kita memperolehnya. Nabi n telah bersabda,

“Tak akan bergeser kaki seorang hamba, sehingga ia ditanya tentang empat hal; Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang ilmunya apa yang ia amal-kan dengan ilmu itu, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan

Mari kita semua menjawabnya, tentunya dengan jawaban yang benar dan jujur, sebab perkara ini bukan perkara sepele dan main-main.Ini butuh keseriusan karena berkaitan dengan ujung nasib kita, surga atau neraka.

Salah seorang salaf berkata,” Andaikan Allah mengancamku, bahwa jika aku bermaksiat kepada-Nya, maka Dia akan memenjarakanku di dalam sel yang sempit, maka itu sepantasnya membuatku untuk tidak malas dalam beribadah, maka bagaimana lagi jika ia telah mengancamku dengan siksa api neraka, jika aku bermaksiat kepada-Nya?

Cara Muhasabah Diri

Imam Ibnul Qayyim berkata ten-tang cara muhasabah, “Pertama-tama hendaklah menghitung diri dalam masalah kewajiban, jika ingat masih ada kekurangan, maka hedaknya segera disusul dengan mengqadla atau memperbaikinya.

Kemudian setelah itu menghitung diri dalam masalah larangan, jika mengetahui ada larangan yang telah dikerjakan atau diterjang, maka hendak-nya segera menyusulnya dengan bertaubat dan beristighfar serta banyak melakukan kebajikan-kebajikan yang akan dapat menghapusnya.

Lalu selanjutnya muhasabah diri dalam hal kelalaian, jika selama ini telah sering lalai akan tujuan dari penciptaan manusia di dunia, maka harus segera mengingatnya serta menghadapkan diri kepada Allah.

Kemudian menghitung diri dalam hal ucapan, langkah kedua kaki, aktivi-tas kedua tangan, pendengaran telinga, penglihatan: Apa yang dikehendaki dengan semua itu, untuk siapa serta apa tujuan melakukannya?Dan harus diketahui, bahwa seluruh ucapan dan perbuatan hendaknya mempunyai dua sisi pertimbangan yang selalu diingat. Yang pertama pertimbangan untuk siapa berbuat dan ke dua bagaimana berbuat. Yang pertama adalah perta-nyaan tentang keikhlasan dan yang ke dua pertanyaan tentang mutaba’ah (mengikuti tata cara yang diajarkan Nabi ).

Nasehat dan Teladan

Berkata al-Hasan, ”Semoga Allah merahmati seorang hamba yang ketika menginginkan sesuatu, ia merenung terlebih dahulu, kalau itu untuk Allah, maka ia terus dan kalau untuk selain-nya maka ia urungkan.

Berkata Ibrahim at-Taimiy, “Aku mengumpamakan diriku berada di Surga makan buah-buahnya dan minum dari air sungainya, lalu bercanda dengan para bidadari. Lalu aku mengumpama-kan diriku berada di neraka, memakan buah zakum, meminum nanah, dirantai dan dibelenggu. Lalu aku katakan pada diriku, “Hai jiwa, apa yang kau mau sekarang? Jiwa itu menjawab, “Aku ingin kembali ke dunia dan melakukan amal shalih”. Aku pun berkata, “Kini angan-anganmu (untuk kembali ke dunia) tercapai , maka beramallah!”

Ibnul Jauzi berkata, “Sepantasnya orang yang tidak tahu kapan ia akan mati untuk selalu mempersiapkan diri, janganlah ia tertipu dengan usia muda dan kesehatannya.”

Berapa banyak pemuda yang mati karena sakit yang mendadak, berapa banyak yang mati karena kecelakaan, berapa banyak yang mati disebabkan kecanduan dan berapa banyak pula yang meninggal karena perkelahian dan tawuran? Siapa yang tahu umur seseorang?

Sumber: Kutaib “waqafat ma’a nihayatil ‘aam” Khalid Abu Shalih.

Edited by H.Ahmad Syaikhudin from: http://www.AlSofwah.or.id

Tidak ada komentar:

SELAMAT DATANG..AHLAN WA SAHLAN..WELCOME..SUGENG RAWUH..

Ahlan wa sahlan......Met berkunjung
Harapan semoga tercerahkan dan bermanfaat.